Demokrasi adalah sistem terbuka. Â Artinya bagus atau jeleknya output dari sistem ini sangat bergantung dengan pelakunya. Â Dari konsep ini lahirlah Trias Politica yang intinya sederhana ada yang melakukan (eksekutif), ada yang membuat aturan (legislatif), dan ada yang memastikan hukum dipatuhi (yudikatif).
Dalam perkembangannya, ternyata konsep Trias Politica ini masih bisa dimainkan. Â Sebagai contoh, di jaman Orba eksekutif menjadi diktator bahkan bisa memilih legislatif, dan yudikatif pada dasarnya hanya jadi anjing penjaga Suharto waktu itu. Contoh lain, seperti dimasa SBY 10 tahun terakhir rupa-rupanya "perselingkuhan" antara eksekutif dan legislatif bisa jauh lebih parah, karena mulai budgeting semua sudah bisa diatur.
Para pemikir yang percaya demokrasi melihat Demokrasi ala Trias Politica adalah sesuatu yang masih bisa dikembangkan menjadi apa yang disebut Demokrasi Partisipatif. Â Definisi sederhana dari TermWiki adalah sebagai berikut:
demokrasi partisipatif adalah proses menekankan partisipasi luas dari konstituen dalam arah dan pengoperasian sistem politik. demokrasi perwakilan tradisional cenderung membatasi partisipasi warga untuk suara, meninggalkan pemerintahan yang sebenarnya kepada para politisi. (sumber)
Esensinya tetap sama kedaulatan di tangan rakyat, yang diperjuangkan adalah bagaimana tidak disalah gunakan para politisi/elit, dan bagaimana rakyat bisa berpartisipasi lebih luas bukan malah di persempit. Â Dari sisi konsep inilah KMP sudah membawa kemunduran demokrasi bahkan di tilik dari kerasnya perubahan dari Orba ke Reformasi, demokrasi sudah dimatikan minimal di Senayan.
***
Tapi anehnya, KMP yang mencoba menjustifikasi konsep demokrasi perwakilan tradisional lebih baikdari demokrasi partisipatif, tidak menunjukkan hal tersebut di Senayan dalam proses pemilihan pimpinan DPR. Seharusnya apabila mereka bisa menunjukkan output dari paripurna tersebut dapat diterima rakyat, maka hal tersebut akan banyak meredakan bahkan bisa menimbulkan kepercayaan balik terhadap KMP.
Apa lacur, 5 orang yang diajukan sebagai pemimpin SEMUA ada catatan hitam dan buruk di masa lalu. Â Bagi saya, hal ini menarik untuk di amati. Â Mengapa mereka begitu konyol mengajukan orang bermasalah? Â Pasti adalah cerita atau narasi yang bisa dikaji.
[caption id="attachment_326987" align="aligncenter" width="581" caption="Orang-Orang Terbaik KMP - Foto Asli : kompas.com"][/caption]
Dari Setyo Novanto yang penuh masalah sampai-sampai KPK bersuara, Agus Hermanto yang berbau KKN, Fadli dan Fahri (2F yang benar-benar menjadi 'public enemy' selama pilpres 2014), sampai Taufik Kurniawan yang biarpun tidak begitu terdengar ternyata juga banyak PR Â dan trak record kurang menyenangkan (Sumber 1, 2, 3, 4)
Mengapa orang-orang ini yang diajukan KMP? Â Bukankah mereka punya alternatif-alternatif nama baru yang bisa membuat mereka mengatakan, "ini lho kami memilih dengan benar, bukan asal". Â Apakah Golkar, PKS, Gerindra, PAN, Demokrat, atau PPP tidak memiliki kader yang mumpuni? Inikah yang terbaik yang mereka punya?
***
Ada 3 skenario yang melatar belakangi kubu KMP memilih paket "Orang-Orang Terbaik KMP" ini.
1. Â KMP menerapkan 100% Sistem Kontrol.
Orang-orang ini dipilih karena mereka sudah terlalu jauh masuk bermain. Â Sebab itu keloyalan mereka terhadap "agenda KMP" sudah teruji. Â Prabowo (pemimpin utama) tidak akan mau lagi memakai skenario "numpang nama" seperti kasus dengan Ridwan Kamil atau Ahok. Â Rakyat mencintai Kamil dan Ahok tapi tidak Gerindranya, sebab itu jalan ini tertutup.
2. KMP tidak lagi memakai topeng.
5 orang inilah mewakili wajah asli dari KMP. Â Rakyat bisa melihat, dan KMP tidak malu lagi. Â Artinya bagi mereka ini adalah kartu terakhir untuk dimainkan. Â Tidak perduli etika, apa kata rakyat, pasar modal drop, sejarawan mau nulis apa. Â Mereka sudah "all out" sepert apa kata SBY. Â All out untuk menjegal Jokowi.
3. Partai-Partai KMP perlu dana operasional
KMP sesederhana bagi-bagi kursi ke partai-partai pendukung, karena partai-partai ini sebenarnya mengincari APBN yang 2000 T itu. Â Tapi karena mereka tidak ada dalam gerbong eksekutif, bisa dikatakan partai-partai ini kehilangan mata pencaharian. Â Dan perlu diingat, budget DPR para pemimpin ini yang memiliki kekuasaan besar untuk mengaturnya.
Bagi rakyat semua, kita tidak perlu berteori lagi. Bukan suatu perkiraan atau dugaan negatif. Prototype inilah yang coba di terapkan di 34 provinsi Indonesia melalui Pilkada tak langsung. Kalau yang terbaik yang mereka punya adalah 5 orang ini, jangan berharap UU Pilkada tak Langsung melahirkan orang-orang terbaik yang dipunyai ibu Pertiwi. #Lawan
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H