Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengkritik Kabinet Jokowi: Membedakan Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif

28 Oktober 2014   06:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:29 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14144269551198879345

[caption id="attachment_331486" align="aligncenter" width="397" caption="http://CompusicianNews.com"][/caption]

Hilangnya wacana kementrian khusus "ekonomi kreatif" diganti menjadi Badan Ekonomi Kreatif (BEK) yang belum begitu jelas masuk kementerian mana bisa dikatakan salah satu kritik positif yang harus dilontarkan ke formasi kerja Jokowi.  Sesederhana keterangan ke media akan cukup jawab.

Sebagai pelaku kreatif di bidang pendidikan musik digital dan media musik teknologi, saya sudah merasakan gelagat bahwa "industri kreatif" tidak akan berdiri sendiri sebagai satu kementrian tersendiri karena dua hal mendasar.

Pertama, merampingkan kabinet kerja untuk fokus kepada kebutuhan utama masyarakat Indonesia dengan memasukkan variabel politik, dan obyektifitas profesional bukanlah hal yang mudah. Sebab itu harus ada yang ditunda prioritas, industri kreatif dalam hal ini gagal seleksi sebagai prioritas utama.

Kedua, dalam masa menunggu Jokowi kerap mengatakan "kita harus fokus kepada industri andalan, tidak bisa semua kita prioritaskan" (parafase).  Disitu saya menangkap bahwa kelautan dan pangan akan menjadi fokus kerja utama kabinet kerja.  Industri kreatif harus mengalah dulu.

***

Terlepas menjadi kementerian atau "cuma" Badan, istilah ekonomi kreatif atau industri kreatif kerap tercampur aduk.  Ekonomis dan sosiolog Richard Florida dari Rotman School of Management at the University of Toronto mengindentifikasi apa yang dia sebut dengan CREATIVE CLASS dalam masyrakat modern.  "Kasta" Creative Class ini menjadi kunci pendorong utama pertumbuhan dan pengembangan ekonomi di era paska industri.

Creative Class sendiri terdiri dari knowledge worker dari SEMUA industri mulai dari keuangan, banking, tambang, dsb dan juga profesional yang khusus bekerja di INDUSTRI KREATIF yang dikategorikan dalam periklanan, artistek, seni dan budaya, desain, fashion, games, musik, publishing, teknologi, kuliner, TV Film (bisa ditambah atau dikurang berdasar masing-masing negara)

Dari definisi terlihat bahwa, ekonomi kreatif adalah sebuah akibat dari gelombang perubahan dalam masyarakat terutama didorang karena pengaruh dunia digital.  Inovasi dan kreatifitas, critical thinking, dan complex thinking dikenali dalam apa yang disebut 21st Learning Skill atau pembelajaran abad ke-21 (cek P21.org).

Jadi industri kreatif adalah bagian dari ekonomi kreatif.  Ekonomi kreatif sendiri harus di lihat dari sudut pandang menyiapan SDM unggul melalui pendidikan yang menjawab kebutuhan jaman (masuk departemen pendidikan), dan departemen perindustrian harus bisa melihat bahwa Industri Kreatif harus diberi fasilitas dengan industri-industri yang lain.

Ekonomi kreatif juga bisa didorong dengan memasukkan staf-staf think-thank creative dalam setiap departemen yang ada.  Inovasi dan kreatifitas dibutuhkan dalam mencari energi terbarukan, migas, olahraga, wanita, dsb. Semua departemen harus melengkapi diri dengan professional creative class yang dikatakan Florida, apabila tidak maka solusi-solusi yang diberikan hanyalah bersifat pakem dan bahkan politis.

***

Baik Jokowi apalagi Prabowo munkin belum begitu memahami kekuatan industri kreatif yang sebenarnya. Baru dalam proses tertarik.  Lebih tepatnya baru dalam tahap konsumen atau end user.  Sebab itu memaksakan menjadi kementerian tanpa konsep yang jelas, justru akan jadi blunder juga.  Jadi strategi fokus ke Maritim dan Pangan sudah tepat karena itu kekuatan sebenarnya Indonesia.  Head to Head industri kreatif dengan Asing dan Aseng bakal bisa jadi "oseng-oseng" (makanan jawa :)) tanpa persiapan infrastruktur dan strategi yang tepat.

Lalu apa yang bisa dikerjakan BEK-nya Jokowi?

Back-bone dari ekonomi kreatif adalah pendidikan digital.  Kerja sama antara Menkominfo, Mendikbud dan Mendikristek dibuthkan untuk melahirkan pekerja-pekerja kreatif untuk masa 10 tahun kedepan.  Pekerja-pekerja inilah yang akan menjadi motor ekonomi kreatif Indonesia Baru.

Sembari itu, industri kreatif yang sudah ada (benih-benih) harus di naungi Menteri Perindustrian bekerja sama dengan Menteri Perdagangan dan Menteri bagian hukum perlindungan hak cipta dan paten.  Koneksi-koneksi lintas departemen inilah yang harus difasilitasi Badan Ekonomi Kreatif Jokowi.

Aksioma lama ini benar "if we always do what we always did, we will always get what we always got" Kabinet Kerja Jokowi tidak akan mampu memuaskan 240 juta penduduk Indonesia, tapi 240 juta penduduk Indonesia akan bisa merasakan kesungguhan bekerja kabinet ini apabila tidak takut untuk membuat terobosan-terobosan kreatif dalam kebuntuan birokrasi yang sudah dikenali dan diprediksi selama ini.

Dan Sementara reformasi birokrasi terus digulirkan, kita semua menanti "kreatifitas kabinet kerja Jokowi" dalam memberikan solusi-solusi rakyat yang sangat kompleks bahkan cenderung semrawut.

Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun