Mohon tunggu...
Hannifa Nur Kemala
Hannifa Nur Kemala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Hi there i'm a 3rd year student majoring in International Relations who's still wondering about how everything works. Ask me to cook anything except baking;)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diplomasi Koersif dalam Kacamata Amerika Serikat, Efektifkah?

2 Desember 2021   08:30 Diperbarui: 2 Desember 2021   08:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menggunakan strategi diplomasi koersif, tindakan persuasi harus diseimbangin dengan ancaman kredibel ketika musuh tidak patuh. Negara lawan dengan kekuatan militer yang lebih lemah akan dengan sangat mudah terpengaruh oleh apa yang sedang dipertaruhkan dan bersikeras meolak untuk mundur. Contohnya adalah ancaman yang diberikan oleh mantan Presiden Amerika Serikat yaitu Barack Obama yang memilih penggunaan senjata kimia kepada warga sipil Suriah jika mereka menentang rezim yang telah diberikan. Namun hal tersebut gagal dilakukan karena Suriah terus “melewati garis batas” tanpa menghiraukan ancaman yang telah diberikan oleh Barack Obama. Hal tersebut jelas merusak kredibilitas suatu negara karena dianggap tidak mampu untu memenuhi janji militer yang telah dibuat olehnya.

Salah satu risiko lainnya dari strategi diplomasi koersif adalah sulitnya utuk memperkirakan kemungkinan respon yang akan diberikan oleh musuh. Robert Art mengatakan bahwa “kesalahan akan dengan sangat mudah dihasilkan jika dibuat dalam situasi yang tidak dapat diperkirakan…. Seseorang yang melakukan pemaksaan cenderung untuk menganggap remeh targetnya sehingga tanpa terduga harus mengerahkan kekuatan lebih besar yang jauh dari perkiraan, hingga sampai memasuki ranah perang.” Oleh karena itu, pemilihan strategi diplomasi koersif tidak dapat mencegah situasi yang dapat menjadi lebih buruk. (Yingqin, 2021)

            Sebelum memilih penggunaan diplomasi koersif, sangat penting untuk menghitung kemungkinan respons yang akan diberikan oleh musuh. Karena jika melenceng dari perkiraan, akan timbul perang penuh yang justru dapat memperburuk keadaan, tidak hanya bagi kedua negara yang sedang berperang, namun dalam eskalasi yang lebih besar. Dengan demikian, para pemimpin yang memegang peran penting dalam keamanan nasional harus dapat memahami dua hal penting, yaitu peran dan persaingan. Persyaratan perang sudah seharusnya dipaham dengan baik seiring dengan makin canggihnya teknologi yang ada. Negara seperti Amerika Serikat harus mengetahui bagaimana memanfaatkan asset militer yang ada dengan sebaik-baiknya untuk dapat membuat musuh tunduk. Namun demi menjaga kepentingan nasionalnya, AS perlu untuk menyelesaikan tantangan yang ada tanpa harus menggunakan kekerasan yang jelas akan sangat memberikan dampak yang signifikan. (War, 2020) 

Sebuah negara yang ingin sukses dalam menaklukan musuhnya harus mengimplementasikan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh dunia internasional agar dapat sejalan dengan kepentingan nasionalnya. Dengan demikian, menjadi seorang pemimpin dan menjalankan kepemimpinan secara internasional merupakan suatu pekerjaan yang perlu untuk sepenuhnya dipertaruhkan. Karena dalam menjalankan tugasnya, seorang oemimpin harus mampu menetapkan aturan yang benar-benar matang untuk negaranya, meyakinkan actor-aktor untuk mengikuti kebijakannya, serta mendorong tingkat kepatuhan kepada aturan yang ada.

            Secara singkat, pemilihan penggunaan strategi diplomasi koersif yang dilakukan oleh AS dirasa memberikan hasil yang bertentangan dengan apa yang ditujukan. Misalnya, serangan rudal di Suriah pada tahun 2018 yang diperuntukan agar Suriah berhenti untuk menggunakan senjata Kimia menjadi jawaban bahwa tidak semua negara yang dianggap “lebih lemah” hanya akan menuruti serangan dari musuh. (George, n.d.) Karena mereka yakin kredibilitas yang dimilikinya juga layak untuk dipertaruhkan.

Selain itu, penggunaan diplomasi koersif terhadap Korea Utara juga merupakan jawaban akan sulitnya untuk mengubah perilaku musuh ketika “asset” mereka yang dianggap paling penting sedang dipertaruhkan. Penggunaan strategi diplomasi koersif juga akan berhasil jika ancaman yang diberikan dianggap kredibel dan negara yang mekuncurkan strtegi tersebut dianggap siap untuk berperang.

Terakhir, diplomasi jenis ini dianggap sangat berisiko karena bergantung pada motivasi yang sedang dijalankan oleh musuh, jika salah perhitungan maka akan berujung pada situasi yang lebih buruk yaitu perang penuh seperti yang terjadi pada invasi Irak tahun 2003. Oleh karena itu, kekuatan militer, ekonomi, serta social-politik merupakan alat terpenting dalam menghadapi persaingan-persaingan yang ada. Kekuatan social-politik telah dianggap sebagai alat di mana kepemimpinan seseorang dalam dunia internasional suatu negara dapat membawanya ke dua arah yang berbeda, entah kemakmuran atau kesengsaraan.

            Keberhasilan dari suatu strategi akan bergantung pada komuniksi yang efektif antara pihak-pihak yang terlibat. Diplomasi koersif akan berhasil jika terjadi koordinasi antara kata-kata dan tindakan yang dilakukan. Ancaman yang diberikan harus kredibel dan sesuai dengan kapasitas masing-masing negara karena ancaman memainkan peran utama khususnya dalam strategi diplomasi koersif.

Kuatnya ancaman atau bujukan yang diberikan tergantung pada apa yang sedang diperjuangkannya serta seberapa kuat musuh dalam menjalani kepatuhan. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan dari diplomasi ini seringkali bergantung pada keseimbangan motivasi yang dimiliki oleh para pihak. Apakah ancaman yang dilakukan menyangkut motivasi untuk pencapaian tuntutannya? Umumnya, semakin besar ancaman maka akan semakin besar juga  perlindungan lawan.

Daftar Pustaka

George, A. (n.d.). The General Theory and Logic of Coercive Diplomacy. Retrieved from beyonditractability: https://www.beyondintractability.org/artsum/george-thegeneral

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun