Pidato persuasif Anies Baswedan menjelang kampanye Pemilu tahun 2024 ini menggunakan prinsip retorika menurut Aristoteles, kita perlu melihat bagaimana unsur-unsur ethos,pathos, dan logos diterapkan dalam pidato ini, serta bagaimana dia berargumen dalam upaya mencapai persuasi.
1. Ethos (Karakter Pembicara)
Ethos adalah aspek retorika yang berkaitan dengan kredibilitas pembicara. Anies Baswedan membangun ethos-nya sebagai seorang calon presiden yang memiliki pengalaman dalam pemerintahan, serta sebagai tokoh yang menghormati proses demokrasi dan pemilu yang adil. Dia menekankan pentingnya menjaga integritas dalam pemilu dan menyoroti komitmennya terhadap pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017.
Kredibilitas Anies diperkuat oleh penghormatannya kepada para pimpinan partai, aparat penegak hukum, serta komitmennya untuk menjaga integritas proses pemilu. Ini menunjukkan bahwa Anies berupaya memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang dapat dipercaya oleh rakyat dan institusi terkait.
2. Pathos (Emosi Audiens)
Pathos mengacu pada bagaimana pembicara menarik emosi audiens. Dalam pidato ini, Anies menyentuh emosi audiens dengan membahas isu-isu seperti kecurangan dalam pemilu, penurunan kepercayaan publik, dan pentingnya menjaga demokrasi. Dia membangkitkan rasa cemas dengan menunjukkan bahwa pemilu kali ini banyak diperbincangkan terkait potensi ketidakjujuran dan kecurangan, yang dapat merusak demokrasi.
Selain itu, dia juga mengapresiasi komitmen aparat penegak hukum untuk menjaga integritas pemilu, yang dapat membangkitkan perasaan aman dan optimisme di kalangan audiens. Namun, elemen pathos dalam pidato ini bisa lebih kuat jika disampaikan dengan bahasa yang lebih emosional atau menggunakan kisah-kisah nyata yang menyentuh audiens secara pribadi.
3. Logos (Logika dan Argumen)
Logos adalah aspek yang berfokus pada logika dan argumen rasional dalam pidato. Dalam pidato ini, Anies menggunakan logos dengan menekankan pentingnya proses pemilu yang jujur dan adil untuk memastikan pemerintahan yang sah dan dihormati, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ia menyampaikan bahwa tujuan pemilu bukan hanya untuk menentukan siapa yang menang, tetapi juga untuk menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi di mata rakyat.
Dia juga menggunakan argumen tentang bagaimana pelaksanaan pemilu yang adil merupakan kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi, serta pentingnya disiplin dari pihak aparat untuk mencegah penyimpangan di lapangan. Argumen ini logis dan relevan dengan situasi politik yang sedang berlangsung, namun bisa lebih diperkuat dengan data atau contoh konkret dari pemilu sebelumnya.
Teori dialektika yang disampaikan oleh Leslie Baxter dan Barbara Montgomery. Anies tidak secara langsung terlibat dalam dialog dengan lawan bicara atau audiens, tetapi dia menyampaikan argumennya dengan cara yang memungkinkan adanya ruang bagi audiens untuk memahami dan menerima logika yang dia tawarkan. Ia memberikan pemikiran yang dapat menstimulasi perdebatan tentang kejujuran dalam pemilu dan pentingnya menjaga kepercayaan publik. Pendekatannya bersifat deliberatif, yaitu mengajak audiens berpikir tentang masa depan negara, khususnya tentang legitimasi pemerintahan yang akan datang.
Secara keseluruhan, pidato ini cukup persuasif untuk disampaikan kepada khalayak, terutama dalam konteks pemilu yang akan datang. Anies Baswedan telah membangun ethos yang baik sebagai tokoh yang berkomitmen pada integritas dan kejujuran dalam pemilu. Pathos atau daya tarik emosionalnya cukup efektif, meskipun dapat lebih diperdalam dengan penggunaan bahasa yang lebih emosional. Logos dalam pidatonya juga kuat, karena ia mempresentasikan argumen logis tentang pentingnya pemilu yang adil untuk menjaga legitimasi pemerintah dan kepercayaan publik.
Namun, untuk lebih meningkatkan efektivitas pidatonya, Anies dapat menambahkan contoh nyata atau data yang mendukung argumennya tentang kecurangan pemilu dan dampak buruknya terhadap demokrasi. Selain itu, penggunaan kisah yang lebih personal atau pengalaman nyata dari rakyat bisa membuat emosionalitas pidatonya lebih kuat, sehingga lebih menyentuh hati audiens. Pidato ini memiliki dasar yang kuat dari segi retorika dan berpotensi mencapai efek persuasif yang diinginkan jika disampaikan dengan gaya yang lebih dinamis dan emosional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H