Dari penjelasan di atas, tulisan ini akan menjelaskan tentang pengaruh teori ekologi Bronfenbrenner terhadap pendidikan karakter bangsa. Dengan memahami pengaruh teori ekologi Bronfenbrenner terhadap pendidikan karakter bangsa kemudian mengimplementasikannya dalam subsistem keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar maka diharapkan karakter baik akan terbentuk dan tertanam kuat dalam masing-masing individu.
B. PEMBAHASAN
Pengertian dan Konsep Pendidikan Karakter
Karakter merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari (Samani dan Haryanto, 2011: 83). Karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai prilaku manusia yang universal dan meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya. (Fathurrahman, 2011: 18). Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang dan merupakan nilai-nilai prilaku manusia yang universal dan meliputi seluruh aktivitas manusia. Nilai-nilai prilaku manusia dapat dicerminkan dari prilaku yang mendasari seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sehingga nilai-nilai karakter ini dapat diterapkan melalui pendidikan dan dari konsep karakter ini muncul yang namanya konsep pendidikan karakter.Â
Pendidikan karakter diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya. (Zubaedi, 2011: 26). Pendidikan karakter ini dilakukan untuk membangun dan mengembangkan karakter peserta didik yang bijak dalam bersikap sehingga menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi sesama manusia dan juga bermanfaat bagi alam.
Teori Ekologi Perkembangan
Urie Bronfenbrenner merupakan pencetus dari teori ekologi perkembangan yaitu ahli psikologi dari Cornell University Amerika Serikat (Bronfenbrenner, 1986: 6). Teori ekologi perkembangan sendiri dipengaruhi oleh lingkungan dapat memberikan dampak perilaku pada individu. Artinya hubungan atau interaksi yang terjadi antarindividu dapat memberikan perilaku individu tersebut. Lingkungan sekitar individu dapat memberikan gambaran dan mengklarifikasi dampak dari interaksi antarindividu. Interaksi individu tersebut dapat dilihat pada subsistem dalam teori ekologi.
Prinsip dasar dari teori ekologi perkembangan adalah anak-anak memiliki prilaku dominan yang dipengaruhi oleh banyak konteks pengaturan kehidupan antara lain keluarga, teman sebaya, sekolah, sosial budaya, kepercayaan, dan ekonomi (Bronfenbrenner & Morris, 1998: 234). Hal ini dijelaskan melalui interaksi langsung dan menjadikan dampak perilaku pada anak yang dipengaruhi oleh sistem pada teori ekologi perkembangan. Sistem pada teori ini dibedakan menjadi beberapa subsistem, antara lain: mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem.
Mikrosistem merupakan lingkungan yang paling dekat dengan pribadi peserta didik yaitu  keluarga, guru, individu, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan tempat tinggal, dan hal-hal lain yang sehari-hari ditemui oleh peserta didik. Dalam mikrosistem inilah terjadi interaksi yang paling langsung dengan agen-agen sosial tersebut. Individu tidak dipandang sebagai penerima pengalaman yang pasif dalam setting ini, tetapi individu ikut aktif membangun setting pada mikrosistem ini.
Mesosistem mencakup interaksi di antara mikrosistem dimana masalah yang terjadi dalam sebuah mikrosistem akan berpengaruh pada kondisi mikrosistem yang lain. Misalnya hubungan antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya, serta hubungan keluarga dengan tetangga.
Eksosistem adalah sistem sosial yang lebih besar dimana anak tidak terlibat interaksi secara langsung. Akan tetapi dapat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Sebagai contoh, jam kerja orang tua bertambah yang menyebabkan peserta didik kehilangan interaksi dengan orang tuanya sehingga kurangnya keterlibatan orang tua dalam pola asuh tersebut akan mempengaruhi perkembangan anak.