Mohon tunggu...
Hannaput
Hannaput Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apa Salah dan Dosa Pak Jokowi Sehingga Amien Rais Membenci dan Menghujat sampai ke Ubun-ubun?

13 Juni 2018   12:20 Diperbarui: 13 Juni 2018   12:35 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
manado.tribunnews.com

Sosok Amin Rais  tentu sudah tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia sebagai seorang memiliki pendidikan akademis yang tinggi dan pengetahuan agama yang luas (karena salah satu tokoh dalam ormas keagamaan terbesar di Indonesia). 

Nama Amien Rais mulai muncul di dunia perpolitikan Indonesia pada saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto walaupun bukan sebagai pemeran utama dengan kata lain pemeran figuran yang meramaikan suasana.  

Pada saat itu ia merupakan salah satu orang yang kritis dan memilik idealis yang tinggi terhadap kebijakan--kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru. Dengan sosok yang idealis dan memumpuni diharapkan membawa perubahan-perubahan dalam perpolitikan di tanah air. 

Amien Rais pernah dijuluki King Maker oleh sebuah majalah karena besarnya peran Amien Rais dalam penentuan jabatan Presiden pada sidang umum MPR tahun 1999 dan 2001 padahal perolehan partainya tidak sampai 10% dalam pemilu 1999.  Namun harapan dan pandangan masyarakat terhadap Amin Rais berubah 360 derajat pada waktu Pilpres 1999.   

Pada Pemilu 1999 diselenggarakan pasca reformasi, diketahui ada 48 Partai Politik yang mengikuti Pemilu pada saat itu,  PDIP menjadi partai pemenang Pemilu dengan perolehan suara tertinggi yaitu 35.689.073 atau 33,74% dengan jumlah kursi DPR 153 kursi. Walaupun PDIP memperoleh suara terbesar namun tidak dapat menempatkan Megawati sebagai Presiden. Hal ini disebabkan karena ada faktor sentiment agama dengan membangun wacana "fatwa haram"-nya seorang wanita sebagai Presiden yang dikemundangkan oleh kalangan tokoh agama termasuk Amin Rais bahwa untuk menjadi pemimpin harus pria. 

Dampak dari statement tersebut mengakibatkan Megawati tidak terpilih menjadi Presiden.  Untuk  itu dengan poros tengah Amin Rais mendorong Abdulrahman Wahid sebagai Presiden dengan berbagai alasan pembenaran yang ujungnya menjegal Megawati.  Tetapi apakah rancangan itu semulus pikiran Amien Rais ? Saat Poros Tengah menyerahkan amanah kepada Gus Dur, ternyata Gus Dur menerimanya tanpa syarat tidak menyerahkan kepada Amien Rais.   

Melihat hal ini dan tidak sesuai dengan rencananya, maka Amin Rais beserta tokoh-tokoh politik yang berseberangan dengan Abdulrahman Wahid kembali melakukan manuver politik dengan melengserkan Abdulrahman Wahid dari Presiden dan mendorong Megawati menjadi Presiden. 

Kejadian ini merupakan masalah kelabu dalam ketatanegaraan dan perpolitikan kita dimana Presiden di jatuhkan di tengah jalan dengan berbagai interik dan manuver. Dengan diangkatnya Megawati sebagai Presiden besar harapan Amin Rais (pada waktu itu sebagai Ketua MPR/DPR) beliau menjadi Wapres. Namun mimpi tinggalah mimpi Presiden Megawati dengan pengalaman dan rasa kecewa pada waktu tidak menjadi Presiden tidak memilih Amin Rais sebagai Wapresnya. 

Dari hal tersebut dapat kita nilai  ketidak konsistenan Amin Rais dan melakukan berbagai manuver untuk mencapai syahwat politiknya. Manuver seperti ini ingin dicoba ia lakukan terhadap pemerintahan Jokowi dengan berbagai cara dan orang yang paling getol mengkritik pemerintahan Joko Widodo. 

Hal ini dilakukan dan dapat kita kilas balik bukan tanpa sebab sebagai bentuk ekpresi kegalauan serta kekecewaan sejak awal Pilpres 2014, dimana  Amien Rais memang lebih mendukung Prabowo Subianto menjadi Calon Presiden. Tetapi apa lacur ternyata rakyat lebih memilih Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.  Dampak dari kekecewaan dan kegalauan tersebut dicurahkan dalam bentuk kebencian yang luar biasa yang ditumpahkan dalam bentuk kata-kata yang tidak pantas sebagai seorang intelektual dan seorang tokoh agama dengan menghujat bukan terhadap kinerja tetapi justru kepada pribadi Pak Jokowi. 

Penyerangan yang dilakukan terhadap pak Jokowi dilakukan sudah sangat massiv dan disembarangan tempat sampai memanfaatkan rumah ibadah sebagai panggung politik atau dengan kata lain layaknya sebagai aktor jalanan. Apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi dimata Amin Rais semuanya jelek dan tidak ada positifnya serta sudah sampai ke ubun-ubunnya. 

Yang menjadi pertanyaan kenapa hal ini bisa terjadi, padahal Pak Jokowi tidak pernah konflik dan bersinggunggan dengan Amin Rais sehingga menjadi suatu yang aneh jika Amin Rais terus menyerang dan menghujat Pak Jokowi. Mulai dari pengibulan sertifikat tanah, sampai yang terakhir yang cukup mengehebokan adalah pernyataannya tentang adanya partai Allah dan partai setan. 

PAN, PKS, dan Gerindra ia anggap sebagai partai Allah yang harus berjuang bersama umat Islam untuk menumbangkan Jokowi, ia tidak secara jelas menyebut partai apa yang ia maksud sebagai partai setan. 

Kejadian ini tentu sangat ironi bagi dunia perpolitikan Indonesia, dunia politik sudah tidak lagi mengedepankan nilai-nilai dan norma dalam menyerang lawan. Apa yang disampaikan Amin Rais kalau boleh dikatakan adalah musibah besar dan memyebabkan kegaduhan-kegaduhan ditengah masyarakat. Banyak dari masyarakat menduga apa yang yang dilakukan oleh Amin Rais dan menjadi pertanyaan dengan sepak terjangnya yang menyita perhatian publik, misalnya tiba-tiba mengusung nama lain sebagai capres. 

Namun semua ini terjawab dari statement Amin Rais yang menginginkan maju sebagai Presiden. Kalau niatnya Amin Rais maju sebagai Presiden tidak perlu melakukan hal-hal yang naf dengan menyerang Bapak Jokowi, apa tidak ada cara yang lebih santun dan beretika. Kalau niat awalnya maju menjadi Capres  harus  kita dukung 1000 % dan membuat rakyat banyak pilihan. Cuman harus diingat Pidato Prabowo Subianto dalam suatu pertemuan untuk maju sebagai Presiden tidak cukup dengan gelar Profesor, pintar, intelek, pendukung yang banyak  tapi juga harus memiliki peluru yang banyak alias fulus. 

Di Indonesia banyak orang ahli, pintar, cakap dan lain-lain namun hanya segelintir orang yang memiliki fulus sehingga menjadi faktor kendala untuk maju sebagai Capres. Dengan majunya Amin Rais sebagai Capres maka kita harus berfikir positif dan berasumsi bahwa beliau sudah memiliki segala tinggal waktu yang menentukan apakah rakyat memilihnya. Apabila kenyataannya pahit maka beliau harus legowo dan jangan sampai terjadi impoten akal sehat dan intelektualnya. read (^#!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun