Sosok Amin Rais  tentu sudah tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia sebagai seorang memiliki pendidikan akademis yang tinggi dan pengetahuan agama yang luas (karena salah satu tokoh dalam ormas keagamaan terbesar di Indonesia).Â
Nama Amien Rais mulai muncul di dunia perpolitikan Indonesia pada saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto walaupun bukan sebagai pemeran utama dengan kata lain pemeran figuran yang meramaikan suasana. Â
Pada saat itu ia merupakan salah satu orang yang kritis dan memilik idealis yang tinggi terhadap kebijakan--kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru. Dengan sosok yang idealis dan memumpuni diharapkan membawa perubahan-perubahan dalam perpolitikan di tanah air.Â
Amien Rais pernah dijuluki King Maker oleh sebuah majalah karena besarnya peran Amien Rais dalam penentuan jabatan Presiden pada sidang umum MPR tahun 1999 dan 2001 padahal perolehan partainya tidak sampai 10% dalam pemilu 1999. Â Namun harapan dan pandangan masyarakat terhadap Amin Rais berubah 360 derajat pada waktu Pilpres 1999. Â Â
Pada Pemilu 1999 diselenggarakan pasca reformasi, diketahui ada 48 Partai Politik yang mengikuti Pemilu pada saat itu, Â PDIP menjadi partai pemenang Pemilu dengan perolehan suara tertinggi yaitu 35.689.073 atau 33,74% dengan jumlah kursi DPR 153 kursi. Walaupun PDIP memperoleh suara terbesar namun tidak dapat menempatkan Megawati sebagai Presiden. Hal ini disebabkan karena ada faktor sentiment agama dengan membangun wacana "fatwa haram"-nya seorang wanita sebagai Presiden yang dikemundangkan oleh kalangan tokoh agama termasuk Amin Rais bahwa untuk menjadi pemimpin harus pria.Â
Dampak dari statement tersebut mengakibatkan Megawati tidak terpilih menjadi Presiden.  Untuk  itu dengan poros tengah Amin Rais mendorong Abdulrahman Wahid sebagai Presiden dengan berbagai alasan pembenaran yang ujungnya menjegal Megawati.  Tetapi apakah rancangan itu semulus pikiran Amien Rais ? Saat Poros Tengah menyerahkan amanah kepada Gus Dur, ternyata Gus Dur menerimanya tanpa syarat tidak menyerahkan kepada Amien Rais.  Â
Melihat hal ini dan tidak sesuai dengan rencananya, maka Amin Rais beserta tokoh-tokoh politik yang berseberangan dengan Abdulrahman Wahid kembali melakukan manuver politik dengan melengserkan Abdulrahman Wahid dari Presiden dan mendorong Megawati menjadi Presiden.Â
Kejadian ini merupakan masalah kelabu dalam ketatanegaraan dan perpolitikan kita dimana Presiden di jatuhkan di tengah jalan dengan berbagai interik dan manuver. Dengan diangkatnya Megawati sebagai Presiden besar harapan Amin Rais (pada waktu itu sebagai Ketua MPR/DPR) beliau menjadi Wapres. Namun mimpi tinggalah mimpi Presiden Megawati dengan pengalaman dan rasa kecewa pada waktu tidak menjadi Presiden tidak memilih Amin Rais sebagai Wapresnya.Â
Dari hal tersebut dapat kita nilai  ketidak konsistenan Amin Rais dan melakukan berbagai manuver untuk mencapai syahwat politiknya. Manuver seperti ini ingin dicoba ia lakukan terhadap pemerintahan Jokowi dengan berbagai cara dan orang yang paling getol mengkritik pemerintahan Joko Widodo.Â
Hal ini dilakukan dan dapat kita kilas balik bukan tanpa sebab sebagai bentuk ekpresi kegalauan serta kekecewaan sejak awal Pilpres 2014, dimana  Amien Rais memang lebih mendukung Prabowo Subianto menjadi Calon Presiden. Tetapi apa lacur ternyata rakyat lebih memilih Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.  Dampak dari kekecewaan dan kegalauan tersebut dicurahkan dalam bentuk kebencian yang luar biasa yang ditumpahkan dalam bentuk kata-kata yang tidak pantas sebagai seorang intelektual dan seorang tokoh agama dengan menghujat bukan terhadap kinerja tetapi justru kepada pribadi Pak Jokowi.Â
Penyerangan yang dilakukan terhadap pak Jokowi dilakukan sudah sangat massiv dan disembarangan tempat sampai memanfaatkan rumah ibadah sebagai panggung politik atau dengan kata lain layaknya sebagai aktor jalanan. Apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi dimata Amin Rais semuanya jelek dan tidak ada positifnya serta sudah sampai ke ubun-ubunnya.Â