Bukan anak Jakarta namanya kalau belum pernah ke Kota Tua. Kalimat familiar yang sering terdengar di telinga masyarakat ibu kota. Siapa sih yang tidak tahu Kota Tua? Tempat yang terletak di Jakarta Barat ini memiliki segudang sejarah dan juga menjadi saksi atas perjuangan Indonesia melawan penjajah.
Dilansir dari laman Wisatakotatua.com, dikatakan bahwa dahulu pada tahun 1526 - 1527 Kota Tua dikenal sebagai Kota Jayakarta yang dinamai oleh Fatahillah, pemimpin tentara Demak setelah berhasil menyerang dan merebut Pelabuhan Sunda Kelapa dari Kerajaan Sunda.
Kemudian pada tahun 1619, Jayakarta diserang oleh VOC dibawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen dan diganti menjadi Kota Batavia pada tahun 1620. Penggantian nama kota menjadi Batavia merupakan sebuah bentuk penghormatan atas kaum Batavieren, leluhur bangsa Belanda.
Pada tahun 1635, Kota Batavia dibangun di atas rutuhan Kota Jayakarta dan dirancang dengan gaya Eropa dengan dipengaruhi sentuhan gaya Indies (gaya Hindia Belanda). Tahun 1650 pembangunan selesai dan Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda.
Batavia kemudian berubah menjadi Jakarta selama pendudukan Jepang pada tahun 1942 dan nama tersebut menetap hingga saat ini sebagai ibu kota Indonesia.
Saat ini Kota Tua dijadikan sebagai situs warisan dan juga sebagai tempat destinasi wisata. Terdapat banyak sekali bangunan ikonik bersejarah di Kota Tua, di antaranya ada seperti di bawah ini.
Museum FatahillahÂ
Museum Fatahillah juga dikenal debagai Museum Sejarah Jakarta. Gedung ini dibangun pada tahun 1707- 1710 atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan digunakan sebagai Batavia Stadhuis (Balai Kota). Koleksi Museum terdiri dari 6500 item mulai dari prasejarah hingga kolonial. Museum ini memiliki penjara di mana orang Belanda menahan Pangeran Diponegoro, Pahlawan Nasional Indonesia.
Stasiun Kereta Api Kota
Dilansir dari laman heritage.kai.id, Stasiun Kereta Api Kota yang juga dikenal sebagai Stasiun Beos, singkatan dari Bataviasche Ooster Spoorweg (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), merupakan stasiun kereta api terbesar yang ada di Indonesia. Dengan sentuhan gaya barat dan kombinasi gaya tradisional, stasiun ini pertama kali dibangun sekitar tahun 1870. Pada tahun 1926 stasiun ini ditutup untuk renovasi. 19 Agustus 1929 stasiun selesai di renovasi dan secara resmi digunakan pada tanggal 8 Oktober 1929. Stasiun Kereta Api Kota hingga saat ini masih beroperasi dengan baik dan digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Museum Wayang
Gedung Museum Wayang awalnya adalah sebuah gereja yang dibangun di masa kekuasaan VOC, tahun 1640, dengan nama Oude Hollandsche Kerk dan menjadi Nieuwe Hollandsche Kerk setelah renovasi di 1733. Gempa bumi di 1808 menghancurkan bangunan gereja ini dan bangunan baru berupa gedung perusahaan Geo Wehry didirikan di tahun 1912 sampai tahun 1939. Kemudian gedung dibeli oleh Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan dan dijadikan museum, Oud Bataviasche Museum. Pada tahun 1962, gedung diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang lalu menyerahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta. Tanggal 13 Agustus 1975 gedung diresmikan sebagai Museum Wayang.
Museum Bank Indonesia
Awalnya, gedung yang dibangun pada tahun 1828 ini digunakan sebagai bank sentral Hindia Belanda yang disebut De Javasche Bank. Pada tahun 1625, di tempat ini pernah dibangun sebuah gereja sederhana untuk umat Protestan. Kemudian pada tahun 1628, gereja ini dibongkar karena digunakan untuk tempat meriam besar ketika puluhan ribu tentara Sultan Agung menyerang Batavia untuk pertama kali. Museum ini menceritakan sejarah perkembangan sistem perbankan Indonesia dalam media audiovisual dari waktu ke waktu, dan memperlihatkan semua mata uang dan sistem perdagangan di Indonesia.
Kantor Pos
Gedung Kantor Pos yang dinamai Posten Telegraaf Kantoor sudah berdiri sejak abad ke-18, lebih tepatnya pada tahun 1746. Dilansir dari laman Jakarta-tourism.go.id, dikatakan bahwa kantor pos diletakkan tepat di depan Balai Kota Pemerintahan Hindia Belanda dan dekat dengan Stasiun Kereta Api karena dahulu Kantor Pos memegang peranan penting sehingga arus informasi harus diterima dengan cepat. Seiring berjalannya waktu dan akibat perkembangan teknologi yang pesat, Kantor pos sudah jarang dipakai dan dijadikan sebagai galeri seni kontemporer.
Cafe Batavia
Kafe ini juga termasuk bangunan bersejarah. Berdiri sejak tahun 1850, kafe ini dulunya merupakan tempat tinggal seorang pejabat pemerintahan Belanda yang bekerja di Balai Kota Pemerintahan Hindia Belanda (Museum Fatahillah). Pada tahun 1993, bangunan tersebut dibeli oleh Garaham James, warga negara asal Australia, dan menjadikan bangunan tersebut menjadi restoran. Restoran ini kemudian diganti menjadi kafe pada tahun 1997.
Yang mencuri atensi dari Kota Tua selain sejarahnya adalah bangunan-bangunannya yang meski sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun masih tetap kokoh berdiri dengan estetik, indah, megah dan nuansa Belanda yang kental serta sangat terawat hingga saat ini.
Namun selain semua yang telah disebutkan di atas, ternyata ada hal unik lain yang terdapat Kota Tua.
Jika kalian berkunjung kesana, kalian tidak hanya dipertemukan oleh bangunan-bangunan tua saja tetapi kalian juga akan bertemu dengan sejumlah orang yang mengenakan kostum berbagai pahlawan di Indonesia seperti Laksamana Maeda, Ahmad Yani, dan Pangeran Diponegoro. Tidak hanya bernuansa Indonesia, terkadang ada  juga yang mengenakan kostum Noni dan Tentara Belanda.
Mereka dijuluki Manusia Patung. Manusia patung ini ternyata memiliki komunitasnya tersendiri, yaitu Komunitas Seni Karakter Kota Tua (KSKKT).
Manusia Patung yang kalian temukan di Kota Tua ini tidak seperti manusia patung di tempat lain.
Dari hasil wawancara yang pernah saya lakukan bersama salah seorang Manusia Patung bernama Pak Eko, beliau menuturkan bahwa Manusia Patung di Kota Tua mengganti kostumnya tiap satu tahun sekali. Tema yang diambilnya pun tetap dan harus dalam nuansa sejarah dan kepahlawanan, senada dengan citra Kota Tua sebagai tempat bersejarah di Jakarta.
Ketika memilih kostum yang akan digunakan, mereka tidak semerta-merta hanya mengenakan kostumnya saja. Pak Eko mengatakan bahwa setiap memilih kostum yang akan dikenakan, mereka yang menjadi manusia patung akan melakukan riset terlebih dahulu untuk mengetahui lebih dalam mengenai karakter yang dibawakan.
Selain itu, hal tersebut mereka lakukan  agar  dapat menjelasankan ketika ada turis atau pengunjung yang bertanya mengenai sejarah dari karakter yang diperankan atau sejarah dari Kota Tuanya sendiri.
"Kalau mau ganti karakter, biasanya saya riset dulu, beliau (orang yang akan digunakan karakternya) ini siapa dan bagaimana sejarahnya. Jadi sekalian belajar sejarah dan kalau ada wisatawan yang bertanya saya bisa menjawab," Ujar Pak Eko.
Untuk kostum dan properti yang digunakan ketika tampil, para patung manusia ini menyiapkan semuanya sendiri, dan barang yang digunakan pun milik pribadi.
Saat ini terdapat sekitar 40 anggota dari Komunitas Seni Karakter Kota Tua. Pak Eko sendiri menambahkan bahwasanya selain untuk mencari nafkah, menjadi manusia patung juga merupakan salah satu wujud untuk melestarikan seni dan sejarah yang ada.
Nah, sekarang kalian sudah tahu kan fakta-fakta seputar Kota Tua Jakarta? Oh iya, selain sejarahnya yang menarik, Kota Tua sendiri merupakan tempat yang sangat instagramable, loh! Cocok untuk kamu yang suka foto-foto terus upload di akun sosial media. Jadi tunggu apa lagi? Yuk, datang ke Kota Tua!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H