Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sistem E-Parking, Kebijakan yang Perlu Dievaluasi!

8 April 2015   17:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:22 2617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_409000" align="aligncenter" width="560" caption="Sistem e-parking | tribunnews.com"][/caption]

Sejak September 2014 Pemprov DKI Jakarta melakukan e-Parking (parkir meter) untuk menambah pendapatan dari parkir on street (parkir pada badan jalan) yang selama ini diindikasi mengalami kebocoran pemasukan dari target yang diharapkan. Tahap uji pertama disinyalir sukses berlangsung di daerah Sabang (Jl. Haji Agus Salim – Jakarta Pusat) yang terkenal dengan gudang kulinernya.

Beberapa minggu lalu saya memarkir kendaraan saya di daerah Kelapa Gading. Ternyata Pemprov DKI Jakarta baru saja memberlakukan e-Parking tahap kedua (sejak 25 Maret 2015) di sepanjang jalur on street tersebut dengan tarif yang sama seperti di daerah Sabang yaitu Rp. 5.000,- perjam. Biasanya tarif parkir di sepanjang pinggir jalan Kelapa Gading – yang dipenuhi ruko dengan beragam usaha semisal perbankan, kuliner, apotik, service center provider, salon kecantikan, dll - dikenakan hanya Rp. 2.000,- untuk mobil dan Rp. 1.000,- untuk motor, meski terkadang saya memberikan Rp. 3000,- kepada juru parkir mengingat tarif parkir normatif pada on street kira-kira sejumlah demikian.

Dengan adanya peraturan parkir baru maka saya diarahkan juru parkir untuk membayar di mesin parkir meter terdekat dengan lokasi parkir kendaraan. Dalam setiap beberapa puluh meter tersedia mesin parkir yang dikendalikan power supply berbaterai kering. Jumlah seluruhnya ada 90 unit parkir meter yang beroperasi di sepanjang jalur Jakarta Utara tsb. Ini dia link berita terkait. Untunglah saya memiliki kartu flazz sehingga bisa melakukan pembayaran elektronik. Namun jika tidak punya, jangan kuatir karena juru parkir sudah dilengkapi dengan persediaan kartu pembayaran elektronik tsb, yang tentunya harus ditebus dengan sejumlah biaya tambahan. Olala... ternyata tukang parkir di sana masih agak bingung sehingga ketika membantu saya, dia salah tekan dan uang saya terpotong Rp 8.000,- yaitu biaya untuk parkir bus/truk sementara saya memarkir kendaraan berupa mobil. Dalam mesin parkir meter tersebut ada 3 pilihan jenis kendaraan dengan tombol warna kuning dari urutan paling kiri untuk motor, berikutnya mobil dan terakhir bus/truk. Berikut penjelasan singkat cara pakai parkir meter.

[caption id="" align="aligncenter" width="405" caption="Mesin parking meter menggunakan e-payment | Foto: Pribadi"]

Mesin parking meter menggunakan e-payment | Foto: Pribadi
Mesin parking meter menggunakan e-payment | Foto: Pribadi
[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Kesalahan juru parkir saat menggunakan parking meter | Foto: Pribadi"]

Kesalahan juru parkir saat menggunakan parking meter | Foto: Pribadi
Kesalahan juru parkir saat menggunakan parking meter | Foto: Pribadi
[/caption]

Peristiwa itu membuat saya terlibat pembicaraan panjang lebar dengan sang juru parkir yang membuat kami berdua sama-sama kaget. Di satu sisi, saya kaget karena ternyata bahwa sebagian (besar) pengendara mobil keberatan membayar dengan sistem e-Parking dan banyak pengendara yang memaki-maki petugas parkir ketika sang petugas parkir meminta pengendara mobil/motor membayar dengan sistem e-Parking. Saya sendiri sempat menyaksikan seorang pengendara mobil yang cukup mewah menolak pembayaran dengan sistem e-Parking dan marah-marah kepada juru parkir dengan nada keras. Alasannya, dia hanya parkir sebentar sehingga dia merasa terlalu mahal jika harus membayar biaya parkir Rp 5.000,-

Di sisi lain, sang tukang parkir kaget ketika mendengar saya mengatakan bahwa Pak Ahok menjanjikan honor dua kali UMR bagi tukang parkir. Kenyataannya, dia hanya mendapat honor sebatas UMR! Jauh dibawah pendapatan sebelumnya yang diperoleh juru parkir tersebut. Pasalnya, ternyata bahwa parkir on-street itu dikelola oleh perusahaan swasta, yaitu PT Mata Biru. Nama perusahaan tersebut tertera pada baju seragam yang dikenakan sang juru parkir berikut topi yang dikenakan.

Dalam hati saya bertanya-tanya, “Bagaimana Pak Ahok dapat mengecek bahwa tukang parkir di DKI benar-benar dibayar dengan standar UMR?” Pertanyaan selanjutnya adalah, “Apakah Pak Ahok sudah memperhatikan masak-masak akibat yang timbul dari kebijakan tersebut?”

Saya setuju dengan dasar pemikiran Pak Ahok bahwa ongkos parkir yang dibebankan kepada para pemilik kendaraan bermotor tidak seharusnya masuk ke kantong para penguasa jalanan, melainkan seharusnya menjadi sumber keuangan pemerintah daerah, dan selanjutnya dipakai untuk membangun infrastruktur jalan dan berbagai keperluan lainnya. Namun, pelaksanaannya harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat, yaitu kepentingan pemilik kendaraan, kepentingan juru parkir, dan kepentingan pemilik usaha. Perlu diketahui, sarana transportasi publik semisal bus TransJakarta belum menjangkau lokasi dimaksud.

Dari sisi pemilik kendaraan, bila sang pemilik hanya perlu parkir sebentar, misalnya untuk mengambil uang di ATM atau membeli roti atau jika membeli obat di apotik, dia tentu berpikir dua kali bila harus membayar Rp 5.000,- untuk mengambil uang dalam jumlah sedikit atau membeli roti dalam jumlah sedikit, demikian juga dengan obat yang dibeli. Alternatifnya, dia akan mengumpulkan (menumpuk) keperluannya sehingga sekali parkir dapat memenuhi berbagai kebutuhan, dan tempat untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti itu adalah di supermarket besar atau mal. Bila hal ini berkembang menjadi kebiasaan masyarakat, usaha kecil akan mati dan yang bisa berkembang adalah usaha besar dan menengah. Perkembangan terakhir yang saya amati, parkir on street tersebut mulai berkurang sementara parkir disekitar mal terdekat menumpuk. Sebagai masyarakat awam, tentu tidak berlebihan jika mereka akhirnya memilih memarkir kendaraannya di mal yang terasa lebih aman dan murah ketimbang parkir on street.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun