Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hai Para Politisi dan Birokrat: Apakah Anda Cinta Indonesia?

16 November 2014   14:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:41 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar tentang adanya tiga desa di wilayah Indonesia yang santer terdengar telah bergabung dengan Malaysia membuat kaget telinga kita. Artikel kang Adjat R. Sudrajat yang diposting 2 hari yang lalu "Tiga Desa Dicaplok Malaysia Pemerintah pun Seolah Tak Berdaya" menarik untuk disimak.

Walaupun masalah semacam itu bukanlah masalah pertama yang muncul dalam hubungan antara Indonesia dan Malaysia, tetap saja berita itu menyentak, lagi-lagi berulang! Kita telah mendengar bahwa pemerintahan Jokowi-JK berniat untuk memperkuat perbatasan dan menyejahterakan penduduknya. Akan tetapi, sebelum pemerintah mulai bertindak, masalah sudah mencuat. Para menteri Jokowi-JK tidak bisa bersantai. Mereka harus bertindak cepat, bahkan mereka harus berlari seperti apa yang mereka lakukan saat Jokowi pertama kali memperkenalkan para menterinya kepada publik.

Mengapa masalah perbatasan, masalah penderitaan TKI, masalah kemiskinan, masalah kebakaran hutan, dan segudang masalah lain selama ini selalu terlambat untuk ditangani? Masalah utama adalah bahwa sebagian besar birokrat dan politisi terlalu sibuk mengurusi diri sendiri, baik dalam wujud memanfaatkan keuangan negara untuk kepentingan pribadi maupun dalam wujud berebut kekuasaan. Perhatikan bahwa masalah apa pun yang muncul di negeri ini bermuara pada sikap mementingkan diri sendiri.

Mengapa wilayah perbatasan dan daerah-daerah miskin di pedalaman seperti tidak pernah tersentuh oleh pembangunan? Mengapa masalah TKI dan masalah kebakaran hutan tidak pernah terselesaikan? Mengapa ada daerah-daerah tertentu yang seperti langganan kekurangan lisrik dan BBM? Jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah karena para birokrat, para politisi, bahkan juga para pengusaha terlalu sibuk mengurus kepentingan diri sendiri!

Setiap kali mendengar sebutan “negarawan” dikenakan pada orang-orang “penting” atau orang-orang yang merasa dirinya penting di negeri ini, hati saya mendidih! Saya berontak! Saya ingin berteriak, “Mereka tidak pantas disebut sebagai negarawan!” Negarawan adalah seorang yang lebih mementingkan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi! Para pejuang yang mengorbankan nyawa atau yang kehilangan anggota badan demi membela negara adalah negarawan sejati.

Mereka yang berjuang mati-matian seperti Bung Karno dan Bung Hatta— dan tetap miskin—adalah negarawan sejati.

Mereka yang berjuang membangun daerah-daerah miskin—termasuk para guru yang rela meninggalkan kota besar untuk membangun daerah terpencil—adalah pejuang sejati.

Mereka yang berpendidikan tinggi—dan bisa mendapatkan gaji tinggi di luar negeri—tetapi memilih untuk kembali dan membangun Indonesia adalah negarawan sejati.

Hai para politisi! Kalian selalu mengatakan bahwa kalian berjuang untuk rakyat, tetapi rakyat dengan terang benderang melihat bahwa kalian berjuang untuk kepentingan diri sendiri! Cara kalian berebut kekuasaan di DPR menunjukkan bahwa banyak di antara kalian yang haus kekuasaan! Fakta bahwa begitu banyak politisi dan birokrat yang harus berurusan dengan KPK menunjukkan bahwa sebagian di antara kalian terlalu sibuk mencari keuntungan pribadi! Kesibukan kalian mengurus kepentingan pribadi membuat rakyat yang bermasalah tetap bermasalah! Kalian tidak bertanggung jawab! Kalian harus bertobat atau kalian akan menjadi orang yang dilupakan dalam sejarah karena hidup kalian tidak berguna bagi bangsa dan negara!

Sejak Jokowi muncul sebagai walikota Solo, Ahok muncul sebagai bupati Belitung Timur, Tri Rismaharini muncul sebagai walikota Surabaya, dan kemudian muncul pula pemimpin-pemimpin lain di berbagai tempat di Indonesia yang mengabaikan kepentingan diri sendiri dan memperjuangkan kepentingan orang lain, rakyat Indonesia mulai memiliki pengharapan. Sayangnya, sebagian (besar) politisi—serta sebagian (kecil) pengamat dan akademisi—justru berusaha meruntuhkan semangat mereka yang sungguh-sungguh berjuang membangun Indonesia. Saya menantang kalian untuk bertanya kepada diri sendiri, “Apakah saya mencintai Indonesia?”, “Apakah saya sungguh-sungguh berjuang untuk kepentingan rakyat?”, “Apakah saya bukan seorang munafik yang hanya ingin memuliakan diri sendiri?”

Hai para politisi, hentikanlah kebiasaan asal mengeritik. Dukunglah mereka yang berjuang untuk membangun Indonesia! Pakailah kata-kata yang bersifat membangun dan membangitkan semangat juang! Berikanlah ide-ide yang bersifat konstruktif.

Hai para birokrat, ingatlah bahwa kalian adalah pelayan masyarakat! Pikirkanlah kepentingan orang banyak! Berikan yang terbaik untuk rakyat Indonesia! Hai para usahawan, pikirkanlah kepentingan rakyat! Pikirkanlah kepentingan para karyawan! Jangan bersukacita di atas penderitaan orang lain. Dukunglah kepentingan para petani, para nelayan, para buruh, dan orang-orang miskin di negeri ini.

Dalam waktu dekat ini, rencana penting pemerintah adalah menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi. Mengapa kebijakan semacam ini sulit? Karena kita kurang mencintai Indonesia! Bila orang kaya—khususnya para pengusaha—rela mengurangi keuntungan dan para pekerja (buruh) tidak menuntut kenaikan gaji secara berlebihan, maka kenaikan harga barang bisa ditekan agar tidak terlalu besar.

Mengapa harga-harga sudah naik sebelum harga BBM dinaikkan? Karena para pengusaha kurang mencintai Indonesia! Ada pengkhianat-pengkhianat bangsa di antara mereka yang berkuasa untuk mengendalikan harga dengan kekayaan mereka! Mengapa rakyat tidak bersedia mengetatkan ikat pinggang demi kepentingan bersama? Karena para politisi, mahasiswa, dan LSM tidak bersedia bergandengan tangan untuk hidup lebih sederhana dan tidak memakai pengaruh mereka untuk memotivasi rakyat untuk tabah demi mencapai sesuatu yang lebih baik.

Bila kita semua mengurangi bepergian atau berusaha memanfaatkan angkutan umum, dan infrastruktur jalan raya diperbaiki, konsumsi BBM akan menurun dan kenaikan harga BBM bisa ditekan sesedikit mungkin. Bila kita mencintai Indonesia, kita harus mengoreksi diri. Memperbanyak demo hanya membuat produktivitas berkurang dan keadaan semakin sulit. Mari kita bersama-sama membangun negara, bukan meruntuhkan negara!

Selamat pagi Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun