Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Abraham Samad Menantang Jokowi, Uji Nyali di Mata Publik?

17 Januari 2015   02:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:59 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu hari jelang fit and proper test calon Kapolri tunggal Komjen (Pol) Budi Gunawan (13 Januari 2015), publik dikejutkan dengan penetapan tersangka BG yang diumumkan langsung ketua KPK Abraham Samad, dengan didampingi pimpinan KPK lainnya Bambang Widjojanto. Menjadi pertanyaan menggelitik dalam otak saya yang tidak cerdas amat tapi dengan analisa yang bukan abal-abal. Saya berpikir-pikir mengapa penetapan tersangka harus dilakukan jelang satu hari fit and proper test yang akan dilakukan Komisi III DPR terhadap calon Kapolri tsb?

Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi melakukan langkah blunder dengan menetapkan calon tunggal sebagai Kapolri dan ternyata calon tsb seperti 'dimentahkan' KPK dengan penetapan tersangka persis satu hari sebelum dilakukannya fit and proper test. Kenapa Jokowi memilih calon tunggal sementara ada 9 pilihan nama yang disodorkan Kompolnas? Tentu saja dalam hal ini Jokowi berhak memilih calon yang sesuai dengan visi dan misi beliau dalam menjalankan roda pemerintahan, sebagaimana hak prerogatif yang melekat dalam diri seorang Presiden.

Kapolri adalah pembantu presiden yang mengurus keamanan dalam negeri. DPR lah yang menyetujui dan mengesahkan jika diterima, dan menolak jika dianggap tidak memenuhi kualifikasi dalam fit and proper test, sehingga Presiden harus mengajukan calon Kapolri yang lain. Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan Kapolri diangkat dan diberhentikan presiden dengan persetujuan DPR.

Dengan demikian, Jokowi tidak akan sembarangan menetapkan pilihannya, terbukti dengan pernyataan pers Presiden yang menghormati penetapan tersangka terhadap calon yang diajukan beliau, proses tetap berlanjut. Semua tahapan telah ditempuh secara prosedural yaitu memilih Komjen Budi Gunawan dari 9 nama yang disampaikan Kompolnas. Sebagai lembaga kepolisian yang bertanggung jawab kepada Presiden dan membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, Kompolnas juga memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Jadi Kompolnas pun tidak akan sembarangan merekomendasikan calon yang rekam jejaknya meragukan dan tidak bersih.

Sehubungan dengan isu rekening gendut, Polri sebetulnya sudah menyelidiki tentang hal itu. Dan Polri tidak menemukan ketidakwajaran dalam rekening Komjen Budi Gunawan. Polri pun telah melaporkannya ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Itu terbukti dengan hasil penyelidikan Bareskrim Polri yang tidak menemukan ketidakwajaran pada rekening Budi Gunawan artinya clear sehubungan dengan isu rekening gendut yang sempat mencuat pada 2010 silam. Oleh karena itu, mudah dipahami mengapa Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon ke DPR.

Tanggal 14 Januari 2015 Komisi III DPR sudah melakukan fit and proper test sesuai dengan tatanan dan aturan yang berlaku dan secara aklamasi menyetujui calon yang diajukan Presiden minus fraksi Partai Demokrat. Sidang paripurna DPR keesokan harinya menyetujui dan mengesahkan Komjen (Pol) Budi Gunawan menjadi Kapolri, artinya pada saat pengesahan tsb otomatis berhentilah jabatan Kapolri yang disandang Jendral Sutarman, tinggal menunggu pelantikan Presiden Jokowi terhadap Kapolri baru.

Kemudian, ada asumsi yang mengatakan bahwa Jokowi meminjam tangan KPK (nabok nyilih tangan) untuk menjerat Budi Gunawan dan sekaligus menolak halus permintaan Megawati. Bagaimana mungkin seorang Jokowi yang notabene kader PDIP berani menjebak ketua umumnya sendiri, Megawati yang memang diketahui memiliki kedekatan dengan Komjen Budi Gunawan? Berita terkait monggo dibaca. sumber gambar

Kembali ke topik, penetapan tersangka dari KPK selang sehari fit and proper test terhadap Komjen Budi Gunawan mau tidak mau menimbulkan kegaduhan politik. Mengapa KPK baru menetapkan tersangka kepada Komjen Budi Gunawan jelang satu hari akan dilakukannya fit and proper test oleh Komisi III DPR? Apakah jika tidak dicalonkan Kapolri, KPK tidak akan tergesa-gesa menetapkan status tersangka pada Komjen Budi Gunawan? Bagaimanakah dengan sejumlah perwira tinggi Polri yang bersama Budi Gunawan disebut-sebut juga memiliki rekening gendut? Apakah KPK tidak membongkar kasus mereka hanya karena mereka tidak dicalonkan sebagai Kapolri?

Saya lebih menduga pertama, ada persaingan politik di korps berbaju coklat sebagaimana pernyataan mantan Kapolri Chaerudin Ismail. Berita terkait ada di sini. Sebagaimana diketahui, penyidik KPK sebagian berasal dari kepolisian, dan tentu saja para penyidik adalah perwira yang disiapkan Kapolri Jendral (Pol) Sutarman dan mantan Kapolri sebelumnya Jendral Polisi (Purn.) Timur Pradopo. Kedua Kapolri ini memegang jabatannya pada era pemerintahan SBY. Apakah ini menunjukkan masih adanya rivalitas antara SBY versus Megawati? Saya tidak menyimpulkannya sejauh demikian, silahkan jika ada yang ingin berkomentar.

Kedua, dengan mengajukan Kapolri baru, otomatis Presiden Jokowi akan memberhentikan dengan hormat Kapolri Jendral Sutarman, yang biasanya pergantian dilakukan karena 'akan memasuki masa pensiun'. Seperti diketahui Jendral Sutarman baru akan memasuki masa pensiunnya pada Oktober 2015 nanti. Di sisi lain KPK menetapkan tersangka pada BG tanpa menjelaskan terhadap pihak mana, hanya berdasarkan sumber pelaporan masyarakat, dan ybs belum pernah diperiksa sekalipun. Ketua Presidium IPW mempertanyakan masalah ini. Berita terkait ada di link ini.

Terkait penetapan tersangka terhadap BG, saya ingin memberikan sedikit gambaran. Posisi BG adalah sebagai Karobinkar SDM Polri pada tahun 2004-2006 yang tugasnya mengatur kenaikan pangkat dan jabatan polisi, jadi bukan 'lahan basah' dan tidak berkaitan dengan kepentingan luar. Jadi jika BG dicurigai mendapat gratifikasi, dengan maksud dan tujuan apa?  Artikel rekan kompasianer Pasti.golput berikut menarik untuk dibaca sebagai bahan perbandingan. Selain itu Bareskrim Polri sudah menyatakan BG bersih dan pelaporannya telah disampaikan kepada PPATK.

Tanpa bermaksud mengecilkan peran KPK yang dipimpin Abraham Samad, yang dengan keberaniannya yang berapi-api ketika mengumumkan tersangka baru atas BG, adalah baik di mata publik jika KPK dapat menjelaskan secara gamblang beberapa pertanyaan di atas dan segera memroses para tersangka, termasuk yang pernah ditetapkan jauh hari sebelumnya, antara lain:

  • Hadi Poernomo sejak 21 April 2014

  • Sutan Bhatoegana sejak 14 Mei 2014
  • Surya Dharma Ali sejak 22 Mei 2014

  • Jero Wacik sejak 3 September 2014

Bukankah ketika menetapkan seseorang menjadi tersangka, KPK telah memiliki 2 alat bukti yang cukup? Jangan sampai ada pertanyaan di publik, bahwa KPK hanya menetapkan tersangka, entah sampai kapan proses tindak lanjut berlangsung? Sementara KPK pimpinan Abraham Samad akan mengakhiri tugasnya pada Desember 2015 ini. Dan hal yang terpenting, jangan sampai ada tuduhan penetapan tersangka oleh KPK bermuatan politis. Mengapa?

Dengan penetapan tersangka persis satu hari jelang fit n proper test bisa saja dipersepsikan KPK sengaja 'menjegal' BG. Sebagai Presiden dengan hak prerogatif yang melekat, tidak ada kewajiban dan keharusan bagi Jokowi untuk meminta pendapat KPK dan atau PPATK, meski untuk pemilihan calon menteri pak Presiden melibatkan kedua institusi tsb. Tidak ada Undang-undang yang menyatakan hal tsb, bahkan UU pun tidak mensyaratkan calon Kapolri tidak boleh berstatus tersangka.

Jadi berdasarkan pemaparan di atas, mudah dipahami jika ada 'kecurigaan' bahwa KPK ikut memolitisasi situasi sehingga menciptakan kegaduhan politik. Jika KPK telah melakukan penyelidikan dan tengah menyidik BG, bukankah lebih elok memberitahu Presiden sebelum Komjen Budi Gunawan diajukan Jokowi ke DPR? Ketika proses sudah berjalan, tidak mungkin bagi Presiden menghentikan di tengah jalan. Dan ketika Komisi III secara aklamasi menyetujui, disusul persetujuan dan pengesahan oleh DPR, maka sebagai Presiden, Jokowi mau tidak mau harus melantik calon Kapolri yang diajukan beliau.

Sementara dengan langkah KPK menjadi dilema tersendiri bagi Jokowi karena kecenderungan yang berkembang di masyarakat bahwa KPK tidak mungkin salah dan tidak mengenal SP3 (penghentian kasus).

Pernyataan Abraham Samad bahwa kasus BG adalah tindak pidana ringan (bukan white collar crime) menjadi bukan sesuatu yang sulit untuk diselesaikan. Oleh sebab itu saya memberikan sekadar saran agar Presiden Jokowi menunda sementara pelantikan Komjen Budi Gunawan dan menunjuk pelaksana tugas (plt.) Kapolri kemudian mempersilahkan KPK menyelesaikan kasus BG dalam jangka waktu tertentu misal satu bulan seperti langkah yang pernah ditempuh oleh Mahmud MD di MK dahulu (kasus suap di MK).

Jika BG terbukti bersalah, tentu ada alasan dan dapat dimengerti anggota Dewan ketika Jokowi mengganti dengan calon Kapolri yang lain, tapi jika tidak terbukti bukankah menjadi hal yang akhirnya dapat diterima di mata publik, bahwa KPK juga bukan 'dewa kebenaran' dan arogansi kekuasaan ketika dipercaya (bagi sebagian besar orang terhadap KPK) dapat diperbaiki. Semoga bermanfaat.

Selamat  malam  Indonesia

**sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun