Satu hari jelang fit and proper test calon Kapolri tunggal Komjen (Pol) Budi Gunawan (13 Januari 2015), publik dikejutkan dengan penetapan tersangka BG yang diumumkan langsung ketua KPK Abraham Samad, dengan didampingi pimpinan KPK lainnya Bambang Widjojanto. Menjadi pertanyaan menggelitik dalam otak saya yang tidak cerdas amat tapi dengan analisa yang bukan abal-abal. Saya berpikir-pikir mengapa penetapan tersangka harus dilakukan jelang satu hari fit and proper test yang akan dilakukan Komisi III DPR terhadap calon Kapolri tsb?
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi melakukan langkah blunder dengan menetapkan calon tunggal sebagai Kapolri dan ternyata calon tsb seperti 'dimentahkan' KPK dengan penetapan tersangka persis satu hari sebelum dilakukannya fit and proper test. Kenapa Jokowi memilih calon tunggal sementara ada 9 pilihan nama yang disodorkan Kompolnas? Tentu saja dalam hal ini Jokowi berhak memilih calon yang sesuai dengan visi dan misi beliau dalam menjalankan roda pemerintahan, sebagaimana hak prerogatif yang melekat dalam diri seorang Presiden.
Kapolri adalah pembantu presiden yang mengurus keamanan dalam negeri. DPR lah yang menyetujui dan mengesahkan jika diterima, dan menolak jika dianggap tidak memenuhi kualifikasi dalam fit and proper test, sehingga Presiden harus mengajukan calon Kapolri yang lain. Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan Kapolri diangkat dan diberhentikan presiden dengan persetujuan DPR.
Dengan demikian, Jokowi tidak akan sembarangan menetapkan pilihannya, terbukti dengan pernyataan pers Presiden yang menghormati penetapan tersangka terhadap calon yang diajukan beliau, proses tetap berlanjut. Semua tahapan telah ditempuh secara prosedural yaitu memilih Komjen Budi Gunawan dari 9 nama yang disampaikan Kompolnas. Sebagai lembaga kepolisian yang bertanggung jawab kepada Presiden dan membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, Kompolnas juga memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Jadi Kompolnas pun tidak akan sembarangan merekomendasikan calon yang rekam jejaknya meragukan dan tidak bersih.
Sehubungan dengan isu rekening gendut, Polri sebetulnya sudah menyelidiki tentang hal itu. Dan Polri tidak menemukan ketidakwajaran dalam rekening Komjen Budi Gunawan. Polri pun telah melaporkannya ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Itu terbukti dengan hasil penyelidikan Bareskrim Polri yang tidak menemukan ketidakwajaran pada rekening Budi Gunawan artinya clear sehubungan dengan isu rekening gendut yang sempat mencuat pada 2010 silam. Oleh karena itu, mudah dipahami mengapa Jokowi mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai satu-satunya calon ke DPR.
Tanggal 14 Januari 2015 Komisi III DPR sudah melakukan fit and proper test sesuai dengan tatanan dan aturan yang berlaku dan secara aklamasi menyetujui calon yang diajukan Presiden minus fraksi Partai Demokrat. Sidang paripurna DPR keesokan harinya menyetujui dan mengesahkan Komjen (Pol) Budi Gunawan menjadi Kapolri, artinya pada saat pengesahan tsb otomatis berhentilah jabatan Kapolri yang disandang Jendral Sutarman, tinggal menunggu pelantikan Presiden Jokowi terhadap Kapolri baru.
Kemudian, ada asumsi yang mengatakan bahwa Jokowi meminjam tangan KPK (nabok nyilih tangan) untuk menjerat Budi Gunawan dan sekaligus menolak halus permintaan Megawati. Bagaimana mungkin seorang Jokowi yang notabene kader PDIP berani menjebak ketua umumnya sendiri, Megawati yang memang diketahui memiliki kedekatan dengan Komjen Budi Gunawan? Berita terkait monggo dibaca. sumber gambar
Kembali ke topik, penetapan tersangka dari KPK selang sehari fit and proper test terhadap Komjen Budi Gunawan mau tidak mau menimbulkan kegaduhan politik. Mengapa KPK baru menetapkan tersangka kepada Komjen Budi Gunawan jelang satu hari akan dilakukannya fit and proper test oleh Komisi III DPR? Apakah jika tidak dicalonkan Kapolri, KPK tidak akan tergesa-gesa menetapkan status tersangka pada Komjen Budi Gunawan? Bagaimanakah dengan sejumlah perwira tinggi Polri yang bersama Budi Gunawan disebut-sebut juga memiliki rekening gendut? Apakah KPK tidak membongkar kasus mereka hanya karena mereka tidak dicalonkan sebagai Kapolri?
Saya lebih menduga pertama, ada persaingan politik di korps berbaju coklat sebagaimana pernyataan mantan Kapolri Chaerudin Ismail. Berita terkait ada di sini. Sebagaimana diketahui, penyidik KPK sebagian berasal dari kepolisian, dan tentu saja para penyidik adalah perwira yang disiapkan Kapolri Jendral (Pol) Sutarman dan mantan Kapolri sebelumnya Jendral Polisi (Purn.) Timur Pradopo. Kedua Kapolri ini memegang jabatannya pada era pemerintahan SBY. Apakah ini menunjukkan masih adanya rivalitas antara SBY versus Megawati? Saya tidak menyimpulkannya sejauh demikian, silahkan jika ada yang ingin berkomentar.
Kedua, dengan mengajukan Kapolri baru, otomatis Presiden Jokowi akan memberhentikan dengan hormat Kapolri Jendral Sutarman, yang biasanya pergantian dilakukan karena 'akan memasuki masa pensiun'. Seperti diketahui Jendral Sutarman baru akan memasuki masa pensiunnya pada Oktober 2015 nanti. Di sisi lain KPK menetapkan tersangka pada BG tanpa menjelaskan terhadap pihak mana, hanya berdasarkan sumber pelaporan masyarakat, dan ybs belum pernah diperiksa sekalipun. Ketua Presidium IPW mempertanyakan masalah ini. Berita terkait ada di link ini.
Terkait penetapan tersangka terhadap BG, saya ingin memberikan sedikit gambaran. Posisi BG adalah sebagai Karobinkar SDM Polri pada tahun 2004-2006 yang tugasnya mengatur kenaikan pangkat dan jabatan polisi, jadi bukan 'lahan basah' dan tidak berkaitan dengan kepentingan luar. Jadi jika BG dicurigai mendapat gratifikasi, dengan maksud dan tujuan apa? Artikel rekan kompasianer Pasti.golput berikut menarik untuk dibaca sebagai bahan perbandingan. Selain itu Bareskrim Polri sudah menyatakan BG bersih dan pelaporannya telah disampaikan kepada PPATK.