Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Abraham Samad Menantang Jokowi, Uji Nyali di Mata Publik?

17 Januari 2015   02:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:59 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa bermaksud mengecilkan peran KPK yang dipimpin Abraham Samad, yang dengan keberaniannya yang berapi-api ketika mengumumkan tersangka baru atas BG, adalah baik di mata publik jika KPK dapat menjelaskan secara gamblang beberapa pertanyaan di atas dan segera memroses para tersangka, termasuk yang pernah ditetapkan jauh hari sebelumnya, antara lain:

  • Hadi Poernomo sejak 21 April 2014

  • Sutan Bhatoegana sejak 14 Mei 2014
  • Surya Dharma Ali sejak 22 Mei 2014

  • Jero Wacik sejak 3 September 2014

Bukankah ketika menetapkan seseorang menjadi tersangka, KPK telah memiliki 2 alat bukti yang cukup? Jangan sampai ada pertanyaan di publik, bahwa KPK hanya menetapkan tersangka, entah sampai kapan proses tindak lanjut berlangsung? Sementara KPK pimpinan Abraham Samad akan mengakhiri tugasnya pada Desember 2015 ini. Dan hal yang terpenting, jangan sampai ada tuduhan penetapan tersangka oleh KPK bermuatan politis. Mengapa?

Dengan penetapan tersangka persis satu hari jelang fit n proper test bisa saja dipersepsikan KPK sengaja 'menjegal' BG. Sebagai Presiden dengan hak prerogatif yang melekat, tidak ada kewajiban dan keharusan bagi Jokowi untuk meminta pendapat KPK dan atau PPATK, meski untuk pemilihan calon menteri pak Presiden melibatkan kedua institusi tsb. Tidak ada Undang-undang yang menyatakan hal tsb, bahkan UU pun tidak mensyaratkan calon Kapolri tidak boleh berstatus tersangka.

Jadi berdasarkan pemaparan di atas, mudah dipahami jika ada 'kecurigaan' bahwa KPK ikut memolitisasi situasi sehingga menciptakan kegaduhan politik. Jika KPK telah melakukan penyelidikan dan tengah menyidik BG, bukankah lebih elok memberitahu Presiden sebelum Komjen Budi Gunawan diajukan Jokowi ke DPR? Ketika proses sudah berjalan, tidak mungkin bagi Presiden menghentikan di tengah jalan. Dan ketika Komisi III secara aklamasi menyetujui, disusul persetujuan dan pengesahan oleh DPR, maka sebagai Presiden, Jokowi mau tidak mau harus melantik calon Kapolri yang diajukan beliau.

Sementara dengan langkah KPK menjadi dilema tersendiri bagi Jokowi karena kecenderungan yang berkembang di masyarakat bahwa KPK tidak mungkin salah dan tidak mengenal SP3 (penghentian kasus).

Pernyataan Abraham Samad bahwa kasus BG adalah tindak pidana ringan (bukan white collar crime) menjadi bukan sesuatu yang sulit untuk diselesaikan. Oleh sebab itu saya memberikan sekadar saran agar Presiden Jokowi menunda sementara pelantikan Komjen Budi Gunawan dan menunjuk pelaksana tugas (plt.) Kapolri kemudian mempersilahkan KPK menyelesaikan kasus BG dalam jangka waktu tertentu misal satu bulan seperti langkah yang pernah ditempuh oleh Mahmud MD di MK dahulu (kasus suap di MK).

Jika BG terbukti bersalah, tentu ada alasan dan dapat dimengerti anggota Dewan ketika Jokowi mengganti dengan calon Kapolri yang lain, tapi jika tidak terbukti bukankah menjadi hal yang akhirnya dapat diterima di mata publik, bahwa KPK juga bukan 'dewa kebenaran' dan arogansi kekuasaan ketika dipercaya (bagi sebagian besar orang terhadap KPK) dapat diperbaiki. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun