Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Senandung Ramadan bersama Nasida Ria dan Siulis-Hadad Alwi

26 Maret 2024   19:12 Diperbarui: 26 Maret 2024   19:13 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pendengar radio, ramadhan ini saya merindukan lagu-lagu religi. Sayangnya di stasiun radio yang saya dengar, tak ada lagu religi yang diputar.  Jadi saya buka Spotify. Tuliskan judul/nama penyanyinya, dan muncullah yang saya cari.

Legenda Qasidah Nasida Ria
Grup musik religi yang kondang pada masa kecil saya adalah Nasida Ria. Grup kasidah ini lahir di Semarang tahun 1975 atas pembinaan H Mudrikah Zain. Seluruh personilnya perempuan yang mahir membawakan alat musik.

Saya takjub melihat video klip Nasida Ria di TVRI (Duh ketahuan deh, saya angkatan tahun berapa). Mereka bernyanyi berseragam, mengenakan kerudung sambil memainkan rebana, gitar, bass, biola, suling, dan keyboard.

Personil Nasida Ria minimal menguasai 3 alat musik dan vokal. Benak saya kala itu berkata, 'Hebat, perempuan bisa bermain musik'. Dalam pikiran saya, pemain  musik identik dengan laki-laki, seperti Guns n Roses, Metalica, atau Judas Priest, yang sering  didengar kakak di rumah.

Awalnya Nasida Ria menyanyikan lagu berbahasa Arab bernuansa gambus Timur Tengah, namun belum banyak diterima khalayak. Setelah mendapat masukan KH Ahmad Buchori Masruri, lagu Nasida Ria berubah menjadi berbahasa Indonesia.

Nasida Ria berasal dari kata Nasid dan Ria, yang diartikan dengan bernyanyi berdakwah dengan gembira. Maka lirik lagunya bukan hanya soal agama namun menyentuh masalah sosial. Lagu-lagu Nasida Ria yang kondang di antaranya : Jilbab Putih, Kota Santri, Rumahku Surgaku, Surga di Telapak Kaki Ibu dan Perdamaian.

Setelah saya dengarkan lebih lanjut, ternyata lirik-lirik Nasida Ria itu sangat kontekstual hingga masa kini. Coba simak lirik lagu Perdamaian berikut :

Banyak yang cinta damai
Tapi perang makin ramai
Banyak gedung kau dirikan
Namun juga kauhancurkan
Bingung bingung ku memikirnya
Perdamaian perdamaian perdamaian perdamaian

Lagu ini pernah dicover band Gigi dengan aransemen baru. Adapun lagu Kota Santri pernah dinyanyikan ulang Krisdayanti. Selain manggung di dalam negri, Nasida Ria pernah diundang ke Malaysia, Hongkong, dan Jerman. Sebuah pencapaian yang hebat bagi grup musik religi di zaman itu.

Lagu Anak Masjid Salman ITB
Ingatan saya melayang lagi. Menuju masa kecil saat saya sering beraktivitas di masjid. Kala itu, salah satu kakak saya kuliah di Bandung.  Beliau pulang ke Jogja sambil membawakan kaset lagu anak dari Masjid Salman ITB.

Lupa lupa ingat, saya coba mencari lagu itu dan menemukannya di channel yutub @Sarwiji Majid. Judulnya 'Belajar Pakai Jilbab.' Lagu yang dinyanyikan anak-anak ini terasa riang. Dulu, saya mendengarkan lagu ini sambil membayangkan kisah anak yang (mungkin seusia saya) sedang mematut diri di depan cermin, mencoba-coba pakai jilbab. Lucu...

Coba simak liriknya :
Mama mama mama cobalah ke sini
Adik pakai jilbab pakai jilbab lucu
Miring sana miring sini dia bergaya
Makin lucu makin cantik kaya mama
Mama aku jadi ingin pakai jilbab juga

Saat itu, memakai jilbab bisa dikatakan sebagai sesuatu yang aneh. Maka lagu ini merupakan terobosan jitu yang disampaikan dengan ringan dan riang. Dan masih teringat di kepala saya hingga kini.

Belajar Mengaji di Masjid
Namanya Masjid Al Falaah. Dulu selepas setor mengaji, saya bersama teman-teman berlarian di pematang sawah (kini kampus AMPTA) di depan masjid dan bertemu ular. Kami akan putar balik terbirit-birit sambil berteriak-teriak.

Tiap menjelang berbuka - adzan magrib, kakak- kakak laki-laki akan menyalakan semacam meriam dengan karbit yang bikin jantungan. Kami anak-anak akan berlarian sambil menutup telinga.

Masjid ini dulu dibangun oleh manajemen Hotel Ambarrukmo untuk tempat sholat. Kini hotel tersebut telah berganti menjadi Ambarrukmo Plaza (Amplaz), mall yang cukup besar di Jogja.

Di bulan ramadhan, setelah adzan ashar, Ibunda mengingatkan untuk berangkat mengaji. Karena teman-teman dekat rumah tak ada yang mengaji ke masjid, saya jadi super malas. Saya selalu mencari alasan untuk tidak berangkat.

Momok yang paling menakutkan kala mengaji di masjid adalah pelajaran Ilmu Tajwid (ilmu yang membahas kaidah membaca Al Quran). Mulai dari idhar, ikhfa, idghom, dst. Bagaimana cara membaca huruf nun mati bertemu dengan huruf hijaiyah lain ? Berapa harokat panjangnya mad thobi'i ?

Wah saya benar-benar pusing. Apalagi ilmu yang didapat langsung dipraktekkan saat membaca ayat Al Quran yang disimak Ustadz. Ustadz yang mengajar kami mengaji kala itu adalah mahasiswa IAIN (kini UIN) Sunan Kalijaga yang menjadi takmir Masjid Al Falaah.

Seiring waktu, Ilmu Tajwid pelan-pelan bisa dipahami. Saya jadi tahu apa maksud dari hukum bacaan ikhfa, idhar, idghom, dll dan bagaimana cara membacanya. Dan saya tidak takut lagi mengaji, berangkat sendiri ke masjid.

Yang membuat saya senang adalah buka puasa bersama setelah mengaji. Minuman disajikan menggunakan gelas. Minumnya teh hangat, tapi sering kali masih kepanasan. Kami santri pun nyruput sedikit demi sedikit. Lalu ada kue takjil yang selalu kami habiskan di tempat.

Seringnya, baru beberapa saat kita berbuka, Bapak Imam Masjid sudah datang sambil tersenyum. Datang pula seorang ibu jamaah paling rajin yang rumahnya depan masjid. Kalau mereka berdua sudah datang, tandanya kami musti buru-buru mempercepat makan kue. Segera mengambil air wudhu dan mengerjakan sholat maghrib berjamaah.

Selesai sholat magrib, saya akan pulang ke rumah untuk makan, dan berangkat lagi untuk sholat isya-tarawih. Wah ternyata dulu saya sangat sibuk dan bersemangat sekali ke masjid ya.

Cinta Rasul, Album Berbahasa Arab yang Everlasting
Masa berganti. Sekitar SMA dan awal kuliah, lagu religi yang menemani saya adalah lagu-lagu Sulis dan Hadad Alwi, dari album Cinta Rasul. Setelah sholat ashar, takmir masjid akan menyalakan kaset Cinta Rasul. Itu tanda kita musti siap-siap berangkat mengaji. Kali ini bukan sebagai santri, namun sebagai teman belajar santri.

Saya tidak hafal judul lagunya. Namun saya hafal urutan lagu-lagu itu. Ada lagu Ya thoyyibah, Ya rabbibil musthofa, Ahmad ya habibi, Ummi, dll. Kini saya buka spotify, dan menemukan Sulis dan Hadad Alwi di album Cinta Rasul. Saya pun membayangkan gaya menyanyi Sulis dkk yang menengadahkan tangannya ke atas.

Mayoritas lagu-lagu Sulis - Hadad Alwi berbahasa Arab. Namun tidak seperti Nasida Ria, lagu berbahasa Arab ini bisa diterima masyarakat. Bahkan saya yakin, semua Taman Pendidikan Al Quran di masa itu pernah menyetel lagu Hadad Alwi. Para santri dan Ustadz/ahnnya pasti hafal.

Terus terang saya tidak begitu paham arti liriknya. Kalaupun tahu, paling hanya beberapa kata pujian yang memang sering diucapkan.
Meskipun di album setelahnya, lagu Cinta Rasul dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia, namun entah mengapa lagu Cinta Rasul berbahasa Arab  kadung lekat ke bawah sadar. Mungkin hampir sama rasanya kala mendengar lagu Maher Zain dalam Bahasa Inggris, ke Bahasa Indonesia, ke Bahasa Perancis, dan lain-lain.

Lagu - lagu Cinta Rasul kemudian diaransemen ulang oleh Dwiki Dharmawan bersama Victoria Philharmonic Orchestra & Sydney Concert Orchestra. Hasilnya adalah album sholawat orkestra yang sangat indah, agung, dan klasik. Album ini bertitel Love For The Messenger With Orchestra yang rilis pada tahun 2002. Sebuah karya shalawat orkestra pertama di Indonesia.


Sumber : Spotify
Sumber : Spotify
Sungguh, lagu-lagu Cinta Rasul membawa ingatan saya menjadi remaja masjid, bersama teman-teman yang ngekos di sekitar atau mereka yang jadi takmir di Masjid Al Falaah. Dari Medan, Bengkulu, Bangka, Bintan, Lampung, Kupang, Aceh, Kebumen, Sragen, Demak, dll. Mereka berkuliah di beberapa kampus ternama di Jogja. Tak ketinggalan akamsi (anak kampung sini) yang aktif bergabung sebagai Remaja Masjid Al Falaah (RISALAAH).

Kami dengan semangat 45 menjadi panitia qurban, panitia ramadhan dan Idul Fitri, takbiran keliling, bazaar, mengajar di TPA, yasinan keliling, panitia lomba antar masjid, dll. Wah menyenangkan. Masa hidup yang begitu simpel dan tidak rumit. Dan syukurlah pertemanan kami masih tersambung meski kini tersebar di penjuru negri.

Ummi ummi ummi ummiii
Lagu yang muncul selanjutnya di daftar spotify adalah lagu Ummi. Lagu Hadad Alwi dan Sulis yang somehow mengingatkan saya pada almarhumah Ibunda yang semasa sehatnya sangat rajin ke masjid.

Sedikit cerita, tiap ramadhan dulu, aktivitas kami banyak diisi di masjid. Selepas tarawih, Bapak akan berbincang dengan khatib/penceramah sholat tarawih dan mengaji. Ibu mengaji bersama ibu-ibu. Saya pun jadi agak malas segera pulang setelah tarawih.

Lha bagaimana, Bapak dan Ibu masih di masjid. Kakak-kakak satu per satu hidup mandiri. Saat masih sekolah, tak jarang saya membawa buku pelajaran supaya bisa belajar di masjid selepas sholat tarawih. Meskipun jujur, saya sering ketiduran dalam balutan mukena menunggu ibu-ibu selesai tadarus.


Sumber : Serambinews.com/Idris Ismail
Sumber : Serambinews.com/Idris Ismail

Setelah Bapak meninggal, Ibu masih melanjutkan aktivitas membimbing ibu-ibu  mengaji. Bisa dipastikan jika saat ini Bapak dan Ibu masih hidup, malam ramadhan kami akan banyak di masjid.

Ummi Ummi yaa lahnan a'syaqohu
wanasyidan dauman ansyuduhu
Fikulli makanin adzkuruhu
wa-azhollu azhollu uroddiduhu

Ummi ummi..

Ah jadi kangen Ibu dan Bapak.
Al Fatihah untuk mereka berdua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun