Sehat jiwa, sehat raga, sehat finansial. Ketiga hal ini sangat penting dijaga dan diatur selama ramadan. Selama puasa, kita menahan lapar dan dahaga, membangun empati dan egaliter dengan semua. Kaya, middle class, miskin, sama-sama lapar. Â Demikian pula menahan nafsu. Nafsu belanja, nafsu ingin membalas lapar usai buka puasa, juga nafsu lain. Lalu bagaimana cara mengelola nafsu duniawi ini ?
Tahan ! Makan Secukupnya Saja
Meskipun frekuensi makan dalam sehari berkurang, namun biaya konsumsi bisa jadi melonjak. Di hari biasa, kita makan 3 kali sehari plus ngemil. Di kala puasa, hanya sahur dan berbuka puasa. Namun kok pengeluaran konsumsi tetap besar?
Ya, karena lapar membuat hasrat makan menggebu. Pernahkah sobat belanja takjil, kebanyakan dan tak habis termakan ? Nah ini lobang pertama, jajan berlebihan, perut kekenyangan, tambah kelelahan. Dan parahnya, kita beli adalah makanan tinggi gula, perasa, pewarna buatan, dan micin.
Duh... Ingat, sedang berpuasa! Lebih baik makan secukupnya saja namun gizi tetap terjaga. Rasulullah saja hanya berbuka dengan kurma, kok kita makannya Fomo (fear of missing out). Malu ah.
Jebakan Kedua : Berbuka Puasa Bersama
Berbuka puasa bersama ini bersama itu, teman di sini teman di situ. Nah ini juga musti diwaspadai sebagai jebakan pengeluaran. Kalau bisa, tidak semua musti diikuti. Kita pilih saja mau ikut acara buka puasa yang mana. Sesuaikan dengan urgensi dan kedekatan hubungan. Dan tentu saja, menyesuaikan budget.
Yeah. Mengendalikan nafsu lapar itu tidak hanya saat berpuasa di siang hari. Mengendalikan nafsu juga perlu dilakukan kala berbuka puasa hingga setelahnya. Kalaupun ada keinginan  untuk makan ini itu, ingatlah bahwa kapasitas lambung kita terbatas. Kebanyakan makan hanya membuat perut kekenyangan dan sangat tidak nyaman kala sholat tarawih.
Maka jadikan ramadan ini sebagai kesempatan melatih makan seperlunya, bukan makan sebanyak-banyaknya. Apalagi kalau sholat magrib, isya, dan tarawihnya malah terlewat gara-gara terlena buka puasa bersama di mana-mana. Wah cilaka ini!
Hampers dan Hadiah Lebaran
Ingin memberikan sesuatu kepada teman, relasi, keluarga ? Mengirim takjil, mengirim hampers, atau memberi hadiah sebagai penguat silaturahmi ? Saling bertukar hadiah itu sungguh menyenangkan. Senang bagi yang memberi, juga senang bagi penerima. Tambah senang bagi vendor penyedia.
Namun berhati-hatilah dengan jebakan batman bernama hadiah atau hampers. Kalau keuangan kita memang lega, tentu tak masalah dengan harga dan jumlah. Inginnya memberi yang terbaik. Karena kita juga senang kalau dapat kiriman hampers.
Tapi, kalau keuangan sedang tidak lega, maka hampers musti menyesuaikan kondisi keuangan. Jangan karena gengsi membuat kita mencari-cari, nanti bakal kelimpungan sendiri. Yang penting, berikan dulu pada orang yang memang memerlukan dan banyak membantu, misalnya tukang sampah, petugas keamanan, atau ART ya.
Beban Orang Kota Mudik Lebaran
Apakah tanda kesuksesan itu ? Mobil, perhiasan, pakaian, penampilan, jabatan, dan bagi-bagi uang? Apalagi jadi bahan omongan dan kebanggan orang tua.
Hmm... Tak tahu dari mana asalnya, namun tradisi lebaran itu  juga memberi uang dan hadiah. Memang kita harus berhitung. Untuk berangkat dan pulang mudik, mungkin cukup diongkos. Namun apakah uang angpau, oleh-oleh, bingkisan, dll untuk keluarga di kampung halaman sudah terhitung?Â
Jangan sampai demi operasional lebaran, uang habis dan musti pakai paylater atau berhutang ya.
PO Family Set
Sudah berseliweran iklan po family set sebelum bulan ramadan. Brand ternama dan brand baru mengeluarkan produk baju koko, jilbab, mukena, dress, celana, tas, hingga kaos kaki semuanya ada. Lihat harganya... ehm ratusan ribu.
Mmm tapi tunggu, Â Apakah lebaran harus pakai seragam ? Apakah harga dan merknya musti itu dan segitu ? Apakah harus ada baju baru lebaran ?
Coba ditengok lagi baju-baju di lemari. Apakah ada baju bagus yang jarang terpakai ? Bisa jadi ada banyak baju di lemari yang hanya tersimpan. Gunakanlah dia. Berhati hatilah dengan iklan menggiurkan baju family set ekslusif lebaran. Sekali lagi, kalau keuangan tidak baik-baik, tidak perlu memaksakan diri ya.
Finansial Sehat Bulan Ramadan
Mari kita ingat kembali untuk apa kita berpuasa. Apa saja rukun puasa. Bagaimana kita berlatih mengendalikan nafsu, bagaimana kita meraih ketakwaan pada Allah. Hampers, angpau, baju baru, tidak ada dalam daftar kewajiban. Fomo atas barang-barang itu hanya bunga-bunga puasa. Kalau ada monggo, asal jangan melunturkan hakekat berpuasa.
Inilah alarm kita untuk menjaga kesehatan finansial di bulan suci ini. Jangan besar pasak daripada tiang. Jangan terbuai pay later dan kartu kredit. Itu sesungguhnya hutang, sodara-sodara !
Yang perlu kita Fomo (fear of missing out) kan adalah kualitas ibadah dan ketakwaan kita.
Mari, kembalikan status ramadanmu : Â Sudah setulus apa dirimu di hadapan Tuhan ? Apakah sholatmu, tadarusmu, sedekahmu, semua ibadahmu sudah cukup menjadi bekal kala Dia memanggilmu nanti? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H