Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memulai Penanganan Sampah Sirkuler dari Rumah

5 Februari 2024   20:16 Diperbarui: 6 Februari 2024   07:29 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dok pribadi @hani_rai 

Juli 2023. Darurat, TPA Piyungan Jogja penuh, TPA tutup 45 hari ! Duh, mau dibawa ke mana sampahnya ? Tak peduli spanduk 'Dilarang buang sampah di sini', manusia terpelajar jadi buta huruf dan buta hati. Sampah liar sporadis tak terkendali. Tak jauh beda, kini TPA Sarimukti Bandung membatasi kuota sampah. TPA penuh !

El Nino 2023 punya imbas, setidaknya terjadi kebakaran di 9 TPA di Indonesia. Sisa makanan dan residu yang terperangkap plastik menghasilkan karbon dioksida, metan, amoniak, dan sulfur. Plastik yang mudah terbakar berkolaborasi dengan terik mentari dan gas metan merubah percikan api jadi ledakan dan kebakaran. Asap karsinogen pun mengudara.

Uniknya, dari bayi sampai lansia, manusia selalu menghasilkan sampah. Sebutlah popok sekali pakai, pembalut, bungkus kemasan produk  (sachet, botol, plastik, stereofoam), barang rusak, hingga alat-alat sekali pakai. Nah, makin tinggi tingkat ekonomi, makin banyak  sampahnya. Tapi, manusia tak suka sampah. Boleh dicek, tiap rumah punya kantong trash bag, sayang mayoritas isinya masih campur baur.

Ubah 'Buang' Jadi 'Kelola' Sampah

Ternyata, jargon 'Buanglah sampah di tempat sampah' ternyata punya konotasi negatif. Boleh nyampah, asal tidak di tempat saya, as long as not in my backyard. “Lha saya sudah bayar iuran sampah bulanan. Kok sampah nggak diangkut juga ?”

Nah, mayoritas sampah di Indonesia masih bersistem open dumping, landfill. Sampah hanya bergeser dari satu tempat menjadi gunungan di TPA. Padahal sampah punya energi. Sampah bisa jadi manfaat, dengan prasyarat: DIPILAH. Keprihatinan ini membuat kami ingin melakukan sesuatu. Yuk ke tempat kami, ke rumah kecil di pinggiran ibukota!

Mulai dari Hulu

Mengelola sampah musti dimulai hulu, yakni meminimalisir munculnya sampah :

Pertama, Berfikir ulang sebelum belanja (rethink) memilih barang awet berkualitas, meski mahal di awal, agar tidak cepat nyampah.

Kedua, Mengurangi konsumsi (reduce) atau mengganti dengan produk lain (replace) dan dengan kemasan pakai ulang (reuse).

Ketiga, Mengelola sampah di rumah, mulai dari memilah hingga mengolah jadi barang baru (reproduce).

Sumber penting sampah rumah adalah konsumsi. Jadi musti ada perubahan untuk ini. Ingin lebih sehat, kami ganti minuman kemasan dengan membawa/membuat minuman sendiri. Botol minum selalu tersedia. Kopi, teh, cocoa, gula aren, rosella ada. Mau bikin jus, es loli? Boleh. Ternyata, hasrat jajan minuman jadi berkurang karena di rumah sudah biasa. Hasilnya : sampah minuman kemasan berkurang.

sumber : dok pribadi @hani_rai
sumber : dok pribadi @hani_rai

Jika membeli makanan, sebisa mungkin hindari wadah stereofoam/plastik sekali pakai. Jika perlu bawa wadah sendiri. Bumbu sachet hilang dari dapur. Butuh santan kelapa ? Cukup bawa tumbler air matang ke penjual kelapa, dan akan dapat santan segar. Bekukan santan dalam cetakan. Tadaa ! Jadilah santan instan. Efektif, efisien, dan mengurangi sampah.

Kain Pengganti Plastik

Saat belanja sayur, mayoritas pembeli minta kresek. Jika 1 ibu membeli 10 jenis sayur dan buah, maka akan ada 10 kresek plastik ! Sudah tradisi, kalau tak ada kantong, pembeli protes, 'Gak modal',  katanya. Jadi saya tawarkan plastik bekas ke mbak sayur (yang sudah tercuci bersih, kering dan layak pakai). Ternyata dia mau dan senang.

Sementara itu, saya beralih menggunakan kantong kain/jaring aneka ukuran untuk membungkus cabe, bawang, wortel, dll. Sayuran ikat atau buah besar langsung masuk tas. Jadi tiap belanja, saya bawa beberapa kantong dan tas kain sekaligus. Senangnya, kantong kain tak memakan tempat, mudah dicuci, dan disimpan. Untuk pembalut, saya beralih pada pembalut kain. Tantangannya adalah harganya yang mahal (di awal) dan musim penghujan (lama kering). Inilah reduce dan replace.

Wajib Memilah Sampah

Sebelum membuang plastik (bungkus protein hewani, bungkus sambal bakso, dll) saya akan mencuci bersih dan menjemurnya terlebih dahulu. Mengapa demikian ? Karena sisa makanan tertinggal akan jadi amoniak, bau mengundang lalat, membuat sampah tidak bisa langsung diolah dan tentu menambah kerjaan tukang sortir sampah. Terus terang, mencuci dan menjemur kresek plastik ini riweh. Daripada riweh, saya lebih memilih membawa wadah. Tidak bocor, mudah dicuci, dan bisa dipakai kembali. Takapa harganya mahal di awal, yang penting awet bertahun-tahun dan food grade.

So, inilah pengelompokkan sampah di rumah kami (sesuai peruntukannya) :

- Plastik kresek bekas layak pakai (untuk mbak sayur)

- Botol plastik dan botol kaca bekas, plastik HDPE (untuk pemulung)

- Kardus coklat bagus (untuk pemulung)

- Kertas, kardus rusak, tisu (untuk kompos)

- Sampah residu  : sampah yang tidak bisa dipakai lagi, misal : kertas berlapis plastik, kemasan susu berlapis almunium, bungkus mie instan lengkap, selotape dan kemasan belanja online, stereofoam, pembalut (masuk tong sampah)

- Minyak jelantah (masuk botol)

Sumber : dok pribadi @hani_rai 
Sumber : dok pribadi @hani_rai 

Repot ya ? Awalnya repot, tapi lama-lama terbiasa. Tempat sampah kami berupa tong komposter yang bisa ditutup. Isinya adalah sampah residu yang tidak bisa ditangani di rumah. Karena sampah telah terpilah, maka tong sampah jadi bersih, tidak bau, tanpa lalat dan jarang penuh. Botol dan kardus bekas diletakkan di atas tong sampah. Tak lama, pemulung akan datang mengambil. Jadi, mereka tak perlu lagi bongkar tong sampah. Istilahnya, berbagi kemudahan untuk pemulung :).

Bau Bikin Galau

Penyebab bau sampah adalah bercampurnya sisa makanan, tulang, sayuran, intestine ikan, buah busuk, dll menjadi satu.  Itulah mengapa kami berupaya mengelola bahan organik ini meski halaman rumah tak seberapa. Kulit buah diolah jadi eco enzyme. Potongan sayur, bumbu dapur, pangkasan tanaman diolah jadi pupuk organik cair (POC) dan kompos. Sisa protein hewani masuk ke losida (lodong sisa dapur) dan biopori.

Sumber : dok pribadi @hani_rai 
Sumber : dok pribadi @hani_rai 

Pertanyaannya, apakah rumah jadi bau gara-gara mengelola sampah? Bau merupakan indikasi sampah sedang berproses, juga pertanda kalau sampah kurang unsur karbon. Solusinya dengan memasukkan bahan karbon seperti : kertas, kardus, tisu, atau daun kering. Bagus juga tanah, kompos, atau sekam. Untuk mempercepat penguraian, tambahkan mikroba pengurai dan gula. Semprot eco enzyme, InsyaAllah bau berkurang dan hilang.

Do It Yourself (DIY) Sabun 

Selesai ? Tidak. Udara kering dan panas el Nino memberi masalah baru buat kami : kulit kering dan sensitif. Dari dokter kulit, ada oleh-oleh sabun, shampo, dan lotion khusus yang tidak dijual di supermarket.

Pertanyaannya, apa komposisi sabun, sampo, lotion pabrikan yang membuat kulit jadi sensitif ? Apakah residu produk ini ramah lingkungan? Apakah kami akan selalu bergantung pada sabun resep dokter ? Setelah browsing sana sini, sampailah saya pada satu tekad : membuat sabun sendiri !

Sebelumnya, saya sering membuat eco enzyme (EE). Eco enzyme adalah proses fermentasi anaerob bahan organik (saya : kulit buah) selama 3 bulan yang menghasilkan larutan enzim ramah lingkungan. Proporsinya 3 (bahan organik) : 1 (gula) : 10 (air). Fyi, EE bermanfaat sebagai disinfektan, campuran sabun lantai, obat luka, penjernih udara dan air, penghilang bau, dll. Karena manfaat itulah eco enzyme menjadi bahan dasar sebagian besar produk Do It Yourself (DIY) kami.

Projek dimulai ! Dengan menambahkan lerak (soap nut) pada proses fermentasi, jadilah sabun cuci EE lerak. Saya lakukan fermentasi ke 2 (F2) aromatik dengan menambahkan daun jeruk, rosemary, nilam, sereh. Hasilnya : EE wangi ! Sayangnya proses pembuatan EE tidak sebentar dan tidak semua jenis kain menghasilkan aroma after taste yang nyaman.

Maka bertemulah saya dengan soda, asam sitrat, dan sabun minyak kelapa. Tiga bahan ini jadi deterjen andalan. Sabun batangan minyak kelapa (coconut soap) cukup mudah dibuat. Hasil cucian : bersih, aroma netral, dan ramah lingkungan. Projek berlanjut dengan membuat sabun mandi cair & batang serta sabun cuci piring. Walhasil saya hanya belanja pewangi pakaian pabrikan untuk menghindari aroma apek di musim hujan.

Sumber : dok pribadi @hani_rai
Sumber : dok pribadi @hani_rai

Tak lagi belanja sabun, kini saya punya teman baru : minyak kelapa, zaitun, minyak bunga matahari, dan essensial oil. Ada juga gliserin, baking soda, soda api, soda ash, asam sitrat, KOH, dan MESS. Tergantung resep, bisa tambahkan madu, santan, aloe vera, atau garam yang selalu tersedia.

Saya jadi paham mengapa sabun homemade lebih mahal daripada sabun pabrikan. Karena bahan bakunya berkualitas dan prosesnya butuh usaha. Ternyata membuat produk Do it Yourself  (DIY) itu membuat bahagia. Saya tahu komponen di dalamnya sehingga ramah di badan dan ramah lingkungan. Sampah kemasan sabun pabrikan pun berkurang.

Tangggung Jawab Perusahaan dan Pemerintah

Selain upaya sadar dari rumah, saya kira pemerintah harus menegakkan UU no 18 tahun 2008 yang mengatur persampahan. Di pasal 15 tertera : Perusahaan wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Harga produk sachetan memang murah, namun teknologi dan biaya daur ulang sampah tidak murah. Sebut saja mesin pencacah, mesin pemilah, pirolisis, hidrotermal, tungku bata hingga waste to energy. Sementara itu, biaya masuk sampah (tipping fee) ke TPA terhitung lebih murah daripada biaya mendaurulang sampah. Celah ini mustinya dibenahi pemerintah, misalnya mewajibkan perusahan melakukan extended social responsibility (ESR) bersama bank sampah, TPS3R, atau pengelola daur ulang sampah.

Desa Pangungharjo Bantul DIY punya pengelolaan sampah komunal. Mereka jadi rujukan Rumah Sakit di Jogja kala TPA Piyungan tutup. Muhammadiyah punya gerakan sedekah sampah. Jamaah mengumpulkan sampah laku jual di masjid yang hasilnya dikelola untuk dana sosial masyarakat di sekitar. Sementara itu, Daurulang.id menerima setoran sampah residu dan bekerja mendaurulang menjadi barang baru.

Inilah geliat pola sirkuler pengelolaan sampah yang harus didorong dan diapresiasi. Sudah saatnya semua stake holder bergandengan tangan agar problema sampah tertangani menyeluruh. Memilah sampah di rumah adalah langkah awal pengelolaan sampah sirkuler. Mudah, murah, dan yang penting mau. Kamu mau juga kan ? :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun