- Botol plastik dan botol kaca bekas, plastik HDPE (untuk pemulung)
- Kardus coklat bagus (untuk pemulung)
- Kertas, kardus rusak, tisu (untuk kompos)
- Sampah residu  : sampah yang tidak bisa dipakai lagi, misal : kertas berlapis plastik, kemasan susu berlapis almunium, bungkus mie instan lengkap, selotape dan kemasan belanja online, stereofoam, pembalut (masuk tong sampah)
- Minyak jelantah (masuk botol)
Repot ya ? Awalnya repot, tapi lama-lama terbiasa. Tempat sampah kami berupa tong komposter yang bisa ditutup. Isinya adalah sampah residu yang tidak bisa ditangani di rumah. Karena sampah telah terpilah, maka tong sampah jadi bersih, tidak bau, tanpa lalat dan jarang penuh. Botol dan kardus bekas diletakkan di atas tong sampah. Tak lama, pemulung akan datang mengambil. Jadi, mereka tak perlu lagi bongkar tong sampah. Istilahnya, berbagi kemudahan untuk pemulung :).
Bau Bikin Galau
Penyebab bau sampah adalah bercampurnya sisa makanan, tulang, sayuran, intestine ikan, buah busuk, dll menjadi satu.  Itulah mengapa kami berupaya mengelola bahan organik ini meski halaman rumah tak seberapa. Kulit buah diolah jadi eco enzyme. Potongan sayur, bumbu dapur, pangkasan tanaman diolah jadi pupuk organik cair (POC) dan kompos. Sisa protein hewani masuk ke losida (lodong sisa dapur) dan biopori.
Pertanyaannya, apakah rumah jadi bau gara-gara mengelola sampah? Bau merupakan indikasi sampah sedang berproses, juga pertanda kalau sampah kurang unsur karbon. Solusinya dengan memasukkan bahan karbon seperti : kertas, kardus, tisu, atau daun kering. Bagus juga tanah, kompos, atau sekam. Untuk mempercepat penguraian, tambahkan mikroba pengurai dan gula. Semprot eco enzyme, InsyaAllah bau berkurang dan hilang.