Harga produk sachetan memang murah, namun teknologi dan biaya daur ulang sampah tidak murah. Sebut saja mesin pencacah, mesin pemilah, pirolisis, hidrotermal, tungku bata hingga waste to energy. Sementara itu, biaya masuk sampah (tipping fee) ke TPA terhitung lebih murah daripada biaya mendaurulang sampah. Celah ini mustinya dibenahi pemerintah, misalnya mewajibkan perusahan melakukan extended social responsibility (ESR) bersama bank sampah, TPS3R, atau pengelola daur ulang sampah.
Desa Pangungharjo Bantul DIY punya pengelolaan sampah komunal. Mereka jadi rujukan Rumah Sakit di Jogja kala TPA Piyungan tutup. Muhammadiyah punya gerakan sedekah sampah. Jamaah mengumpulkan sampah laku jual di masjid yang hasilnya dikelola untuk dana sosial masyarakat di sekitar. Sementara itu, Daurulang.id menerima setoran sampah residu dan bekerja mendaurulang menjadi barang baru.
Inilah geliat pola sirkuler pengelolaan sampah yang harus didorong dan diapresiasi. Sudah saatnya semua stake holder bergandengan tangan agar problema sampah tertangani menyeluruh. Memilah sampah di rumah adalah langkah awal pengelolaan sampah sirkuler. Mudah, murah, dan yang penting mau. Kamu mau juga kan ? :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H