Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mari jo ka Likupang : Experiencing Bio Diversity dalam Pariwisata Berkelanjutan

22 Februari 2022   13:15 Diperbarui: 22 Februari 2022   13:16 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuda laut pygmy di Sahaung, Bangka, Minahasa (sumber : kanal youtube TLC Southeast Asia)

Garis Wallace, penanda fauna Wallacea (sumber : Majalah National Geographic Indonesia)
Garis Wallace, penanda fauna Wallacea (sumber : Majalah National Geographic Indonesia)

Nun jauh sebelum itu, di masa Eosen (65-40 juta tahun yang lalu), bumi bergolak, lempeng benua bergeser. Pada masa Plistosen ( 4-2 juta tahun yang lalu),  lempeng Eurasia (Sundaland), Indo Austalia, dan Pasifik bertumbukan. 

Tiga lempeng benua  ini bertemu, membawa karakteristik dan keanekaragaman hayati masing-masing. Inilah cikal bakal pulau Sulawesi. Berdasar studi, titik pertemuan lempeng benua tersebut berada di Danau Matano, sebuah danau purba di Malili, Sulawesi Tengah.

Histori atas geo biodiversity ini jadi modal dan tantangan Likupang NorthSulawesi. Betapa pentingnya spirit kelestarian dan konservasi dalam sanubari pariwisata. Kalau alam hancur, pariwisata gugur.

Pariwisata New Normal

Di era kenormalan baru, tren pariwisata berubah. Orang cenderung berwisata dalam kelompok kecil, minat khusus, tidak berkerumun, di alam terbuka, dan menikmati lokalitas. Penerapan prokes CHSE- kebersihan, kesehatan, keamanan dan kelestarian lingkungan menjadi prasyarat. Yes, kita yakin, berwisata new normal bisa membuat bahagia dan jauh dari corona.  

Berwisata era new normal (sumber : chse.kemenparekraf.go.id)
Berwisata era new normal (sumber : chse.kemenparekraf.go.id)

Untuk menjalankan sustainable tourism development, pemberdayaan masyarakat lokal adalah yang utama. Mengapa ? karena masyarakatlah yang hidup bersama alam, merawat, menggunakan, dan melestarikan. Dalam kolaborasi penta helix, masyarakat tidak berjuang sendirian. Masyarakat berkolaborasi dengan akademisi, pemerintah, swasta, hingga media.

Entitas desa wisata – pokdarwis – masyarakat – komunitas lokal, perlu berjalan bersama akademisi/pusat  penelitian/lembaga konservasi/taman nasional setempat. Dengan pembinaan dari lembaga kompeten, komunitas penggerak akan menjadi bagian dari aktor konservasi dan pelestari yang tangguh. Merekalah garda depan community based-tourism yang akan menjaga daerahnya dari potensi negatif merusak lingkungan dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun