Ketika pertama kali didirikan pada 12 September 1923, Persis sebagai organisasi formal telah resmi beroperasi. Pada saat itu, umat muslim di Indonesia (pada umumnya) masih terbayang-bayang oleh fatwa-fatwa yang tidak mendasar kepada Al-Qur'an dan Sunnah. Mereka terbawa hanyut oleh arus praktik campuran antara Islam dan pra-Islam.
Sebelum PERSIS berdiri secara resmi, telah bergaung suara agar umat Islam kembali kepada tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah. Tetapi, gaungnya suara tersebut tidak sejalan dengan pemberantasa bid'ah, taqlid, dan syirik yang tegas dalam kehidupan sehari-hari. Jikapun terdapat kelompok yang secara gamblang menyatakan hal tersebut, itu dilakukan hanya untuk memecahbelahkan persatuan diantara umat Islam.
Untuk menanggapi hal tersebut, PERSIS beranggapan bahwa selama kaum muslimin belum kembali kepada Qur'an dan Sunnah, maka selama itu pula mereka tidak mendapatkan persatuan yang hakiki, membina kekuatan, dan membangun kekuasaan. PERSIS bersandar kepada sebuah keyakinan (aqidah) bahwa tauhid tidak dapat ditegakkan jika masih terdapat syirik didalamnya, Sunnah tidak akan hidup apabila masih ada bid'ah yang mengakar, dan ruhul intiqad tidak dapat tumbuh jika diiringi dengan taqlid. Pandangan tersebut yang membuat watak perjuangan PERSIS sejak awal.
Sebagaimana tercantum didalam Qanun Asasi (Anggaran Dasar) PERSIS Bab 2 Pasal 1 Tentang Rencana Jihad Umum, bahwa PERSIS memiliki Tujuan dan Cita-cita sebagai berikut:
1. Mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan Al-Qur'an dan As-Sunnah;
2. Menghidupkan ruhul jihad dalam kalangan umat Islam;
3. Membasmi bid'ah, khurafat, takhayul, taqlid dan syrik dalam kalangan umat Islam;
4. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah Islamiyah kepada segenap lapangan masyarakat;
5. Mengadakan, memelihara, dan memakmurkan mesjid, surau, dan langgar serta tempat ibadah lainnya untuk memimpin peribadatan umat Islam Â
  menurut sunnah nabi yang sebenarnya menuju kehidupan taqwa;