Mohon tunggu...
Hani Lestari
Hani Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aktif dalam dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Harmoni Budaya: Sinergi Pendidikan Multikultural dengan Tradisi Nyadran di Kaloran

4 Januari 2025   15:20 Diperbarui: 4 Januari 2025   19:13 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Nyadran Lintas Agama di Kecamatan Kaloran (Sumber: Ditjen Bimas Budha Kementerian Agama RI)

Nyadran merupakan salah satu kearifan lokal yang ada di Kecamatan Kaloran dan sejumlah daerah lainnya. Selain Temanggung, di daerah Semarang tradisi sejenis juga dikenal, namun dengan nama yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya dengan Safaran, Ruwahan, dan Rejeban. Untuk di Kaloran, istilah yang digunakan adalah Nyadran dan digelar setiap Jumat Pon pada bulan Rajab atau Safar. Sebelum prosesi Nyadran, masyarakat secara bersama-sama melakukan berseh, bersih makam, jalan, batu nisan dan lainnya semua dibersihkan. Berseh tidak hanya dilakukan di kuburan, tetapi juga dilakukan di sungai, sumber mata air, tempat sakral, dan lainnya. Setelah berseh, diadakan kenduri yaitu makan bersama di makam leluhur. Sebelum menikmati kenduri yang telah disiapkan, Nyadran ditutup dengan memanjatkan doa secara bergantian, dari tokoh Islam dan tokoh Buddha. Semua agama bersama mengikuti tradisi ini. Karena itu dinamakan tradisi Nyadran Lintas Agama.

Terdapat tiga makna utama dalam tradisi Nyadran, yaitu: spiritual, sosial, dan lingkungan atau ekologi. Secara spiritual, Nyadran menjadikan relasi bersama antara manusia dengan leluhur tetap jalan dalam ikatan kuat. Ikatan itu berupa penghormatan terhadap leluhur. Secara sosial, Nyadran menguatkan budaya gotong royong, membangun jejaring bersama, dan juga toleransi. Saat Nyadran, semua kumpul bareng lintas agama, berbaris berdampingan melepaskan identitas agama. Semua merasa menjadi bagian dari keturunan leluhur. Mereka bisa berbagi makanan tanpa memandang identitas. Makna ketiga yang terkandung dalam tradisi Nyadran berkenaan dengan lingkungan. Sebelum prosesi Nyadran, masyarakat secara bersama-sama melakukan berseh yang artinya bersih-bersih, bersih makam, jalan, batu nisan dan lainnya. Semua dibersihkan, ini mencerminkan nilai cinta terhadap kebersihan lingkungan sekitar. Nyadran menjadi ajang untuk berbaur dengan masyarakat, saling menyayangi, saling menyayangi satu sama lain. Nuansa kedamaian, humanitas dan familiar sangat kental terasa. Apabila nyadran ditingkatkan kualitas jalinan sosialnya, rasanya Indonesia ini menjadi benar-benar rukun, ayom-ayem, dan tenteram.

Dampak Positif dari Integrasi Kearifan Lokal Nyadran  dalam Pendidikan

Integrasi tradisi Nyadran dalam pendidikan multikultural memiliki berbagai dampak positif. Pertama, siswa menjadi lebih termotivasi dan terlibat dalam proses pembelajaran. Karena materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengaplikasikannya dalam konteks lokal yang mereka kenal. Hal ini memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis serta pemecahan masalah (Kharismawati, 2023). Kedua, penerapan etnopedagogi berbasis tradisi Nyadran membantu meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya toleransi dan kerukunan antarumat beragama serta menjaga kelestarian budaya lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun