Mohon tunggu...
Hanik Mardiyah
Hanik Mardiyah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah cara mudah untuk berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Antara Jakarta-Surabaya (2)

4 Desember 2023   08:31 Diperbarui: 4 Desember 2023   08:39 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

        Apakah efek dari lama ngejomblo? Bolehkah aku menjadi penjaga putri Bu Lyn? Duuh... bertemu Bu Lyn aja belum. Bisa-bisanya otakku slengean. 

       Kami turun di stasiun Gubeng. Masih terlalu pagi untuk mencari angkutan umum. Kuajak Alisha sarapan di salah satu stan di sekitar stasiun. Dia menolak saat aku membayar makanannya. 

       "Mbak, gak pa pa lagi kalau yang bayar Mas nya," pemilik warung menengahi perdebatan kami. 

       "Sabar, Mas. Cewek independen emang begitu," aku tersenyum melirik Alisha yang sedikit cemberut. 

      "Jangan cemberut. Ntar, cantiknya dipatok ayam," bisikku pelan. 

        Alisha tidak menanggapi perkataanku. Ia ngeloyor menuju halte. Aku mengejar langkahnya. 

***

       Ini adalah pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah Bu Lyn. Kurang lebih enam tahun tidak bertemu. Beliau tampak lebih tua namun netranya  tak berubah, teduh dan menenangkan.

       "Masih mengajar di SMK Mandiri, Bu?" tanyaku setelah kami duduk di ruang tamu sederhana dengan beberapa foto tertata rapi di dinding warna biru pastel. Beliau masih setia dengan warna biru.

      "Alhamdulilah, masih. Kok, bisa kenal Alisha?" tanya Bu Lyn. 

     "Tadi di kereta tidak sengaja, Bu. Selamat untuk buku solo, Bu Lyn," ucapku. 

      "Terima kasih. Sudah baca?" tanya Bu Lyn. 

      "Belum, Bu. Baru tahu tadi pas buku Alisha terjatuh," jawabku sambil tersenyum malu. 

      "Ohh, jadi gara-gara buku?" tanya Bu Lyn.

      "Iya, Bu." jawabku malu. Obrolan kami mengalir begitu saja, mengenang masa-masa sekolah. 

      "Terima kasih, Bu. Bimbingan ibu telah membuat saya sampai pada keberhasilan saya saat ini. Kalimat-kalimat ibu yang menohok begitu riil dalam kehidupan nyata," ucapku sungguh. Bu Lyn mengusap pelupuk matanya sama halnya denganku. Andai diizinkan ingin aku memeluknya sebagai ibu.

     "Waduuuhhh. Mas Aryo bikin ibu nangis yaa!" Tiba-tiba Alisha datang dengan wajah segar dan gamis yang berbeda. Ia duduk di sebelah Bu Lyn. Wangi aromatic memanjakan hidungku. Kuberikan senyum tertampan ku pada Alisha. Sesaat aku merasa menjadi murid kurang ajar. 

      "Maaf ya. Alisha itu iseng banget. Tadi di kereta nggak diisengin kan?" tanya Bu Lyn. 

     "Nggak, Bu. Malah senang ada temannya. Rame," ucapku. 

     "Emang pasar, rame," sahut Alisha. 

      "Alisha," tegur Bu Lyn. 

      "Ibu tahu nggak, ternyata Alisha magang di tempat Mas Aryo kerja loh," ucap Alisha. 

      "Terus kenapa?" tanya Bu Lyn. 

     "Yaa, nggak pa pa. Jadi merasa aman saja," ucap Alisha polos. 

     "Jangan bilang, kamu suka sama Mas Aryo," kata Bu Lyn mengagetkanku. 

     "Emang boleh, Bu?" tanya Alisha antusias.

     "Sekolah dulu yang bener." Tiba-tiba seorang cowok muncul dari depan. Alisha melengos tak suka. Cowok seumuranku itu meraih tangan Bu Lyn dan mencium punggung tangan yang mulai keriput kemudian berlalu meninggalkan kami.

      Aku merasa telah menemukan potong puzzle kehidupanku. Lama tinggal di Jakarta, enggan pulang karena ibu telah tiada. Bu Lyn, apa aku boleh menjadi bagian dari keluarga Bu Lyn? Batinku bertanya. 

      "Ibu dan ayah, apa kabar, Ar? Ibu sampai lupa menanyakannya." tanya Bu Lyn. Pertanyaan Bu Lyn mengurai lamunanku. 

      "Ibu meninggal dua tahun lalu. Kalau ayah, sudah tak berkabar sejak lulus sekolah," jawabku. 

       "Maaf. Ibu tidak tahu. Sudah ziarah ke makam ibu?" tanya Bu Lyn. 

       "Belum, Bu. Mungkin setelah ini" jawabku.

       " Kalau gak keberatan, biar akak Alisha yang antarkan. Kalau ndak ada tempat menginap, kamu bisa menginap di sini." Tawaran Bu Lyn menghangatkan hatiku. 

         Bu Lyn bukan guru idolaku tapi guru inspirasi dalam hidupku. Terpanjat doa, Bu Lyn bisa menjadi ibuku. Ku lirik Alisha, gadis penuh kejutan yang telah memberi warna pada hidupku yang gersang seperti ibunya yang telah membuatku sadar bahwa aku tak sendirian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun