Bu Lyn tidak hanya mengingatkan dan menghukum seperti guru-guru pada umumnya melainkan memberi teladan dalam keseharian.Â
Bu Lyn bukan guru idolaku. Bahkan aku tidak menyukai mata pelajarannya, Bahasa Indonesia karena aku merasa tidak memiliki bakat tulis menulis. Namun, entah mengapa, kalimat-kalimat beliau begitu melekat dalam benak dan pikiranku.Â
"Selesaikan tugas sekolah di sekolah. Tidak baik membawa pekerjaan ke rumah. Istri kalian pasti tidak menyukainya."Â
Kalimat macam apa itu? Bahkan saat itu kami masih belasan tahun. Belum terpikir untuk berumah tangga.Â
"Apa yang kalian lakukan hari ini, bisa menjadi kebiasaan. Menunda-nunda pekerjaan bukanlah hal yang baik."
Begitulah Bu Lyn memikirkan masa depan kami. Kalimatnya selalu membuat kami tersihir. Seratus persen bahkan seribu persen kata-kata beliau benar.
Kalimat beliau membuatku berjibaku menyelesaikan setiap tugas dari dosen tepat waktu. Bahkan, kadang aku menyelesaikan tugas sebelum waktunya. Aku melakukannya bukan tanpa alasan.Â
Aku pernah mengalami kejadian tak terduga, tinta printer ku habis padahal tugas harus dikumpulkan besok. Akhirnya aku terlambat menyerahkan tugas. Karena kecerobohanku itu, aku harus merayu dosen agar mendapatkan nilai lulus. Butuh tenaga ekstra karena tidak ada yang cuma-cuma. Namun, itu lebih baik dari pada mengulangnya.
Suatu hari, beliau mengawali hari dengan membagikan stiky note. Beliau meminta kami untuk menulis akan anggota keluarga yang paling kami sayangi, mengapa kami menyayanginya, dan perbuatan kami yang paling disukainya dan bencinya. Beberapa teman protes termasuk aku tetapi beliau keukeuh.
Bukan tanpa alasan aku menolaknya. Aku bukan dari keluarga yang harmonis. Permintaan Bu Lyn bukan hal yang mudah buatku. Selama ini, aku merasa sendirian. Namun, permintaan Bu Lyn hari itu telah menyadarkan aku, bahwa masih ada ayah dan ibu yang menyayangiku meskipun mereka tak lagi dalam satu ikatan pernikahan. Sejak saat itu aku berusaha berdamai dengan kenyataan.Â
Bu Lyn bukan guru idolaku. Beliau yang selalu masuk kelas lebih awal kemudian meminta kami merapikan meja kursi, meluruskan dengan garis batas pada lantai kelas dan meminta kami memenuhi bangku depan. Bangku yang selalu kami hindari. Begitupun ketika pulang, beliau meminta kami menata meja dan kursi sesuai garis batas yang ada.