Mohon tunggu...
Hanifati Alifa
Hanifati Alifa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga

Gemar menulis | mengutarakan isi hati dan pikiran mengenai isu kekinian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Konflik Laut China Selatan: Implikasi dan Tantangan bagi Indonesia

29 Mei 2024   22:28 Diperbarui: 30 Mei 2024   06:16 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi potensi Kab. Natuna (natunakab.go.id) 

Selain itu, sumber daya perikanan laut di Natuna Utara bisa mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun. Namun demikian, perbedaan dasar klaim antara China dan Indonesia inilah yang berdampak pada aktivitas perikanan nelayan Natuna. Adapun aktivitas perikanan yang dimaksud adalah: pertama, penangkap ikan secara illegal (unreported unregulated fishing). Kedua, pengawalan kapal nelayan China oleh kapal penjaga pantai China atau China Coast Guard (CCG) dalam mengambil ikan. 

Ketiga, pengambilan ikan dengan cara yang dilarang dalam hukum laut internasional yang merusak ekologi laut, maupun manuver China Coast Guard yang membahayakan nelayan lokal di ZEE Indonesia. Dampak terhadap masyarakat nelayan Natuna, aksi kapal China membayangi untuk mengintimidasi nelayan Indonesia di wilayah Natuna. Nelayan Indonesia di wilayah Natuna mendapat aksi pengejaran, pengusiran hingga dengan sengaja menabrak kapal Nelayan Indonesia dengan kapal China Coast Guard. 

Melansir dari media CNN Indonesia, nelayan Natuna tidak hanya berhadapan dengan resiko gelombang tinggi, namun juga ancaman dari kapal asing. Adapun kapal asing tersebut berasal dari Vietnam hingga China yang mengawal kapal nelayan asal negara masing-masing. Para nelayan Natuna ini memperoleh gertakan hingga diusir oleh petugas kapal agar pergi dari area penangkapan ikan.  

Berbeda dengan masa dahulu, nelayan Natuna mudah memperoleh tangkapan ikan meski melaut tak jauh. Kini, para nelayan Natuna harus melaut jauh hingga ke titik perbatasan, ke laut dalam demi mendapatkan ikan. Selama sepekan melaut misalnya, para nelayan tersebut akan membawa pulang sebesar 400 Kg berbagai jenis ikan. Dari hasil tangkapan tersebut nelayan akan memperoleh Rp. 3.000.000 hingga Rp. 4.000.000 dan dipotong dengan biaya pengeluaran. Jika harga ikan murah di pasaran, maka pendapatan pun menurun. 

Hak berdaulat memberikan hak kepada negara pantai untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam. Laut Natuna merupakan wilayah ZEE sehingga Indonesia punya hak untuk menangkap ikan di wilayah laut tersebut. Namun demikian, para nelayan Natuna mengaku masih bingung dengan batas wilayah zona penangkapan ikan. Mereka mengharapkan pemerintah hadir di Natuna, serta meminta perlindungan dari persaingan kapal nelayan dan kapal Coast Guard asing. Selain itu, para nelayan tersebut juga mengungkapkan harapan pada pemerintah agar mengadakan kegiatan pelatihan dan pemberdayaan. 

Berpijak dari kenyataan lapangan tersebut, maka Pemerintah Daerah Natuna dan Pemerintah Pusat dapat meningkatkan kapasitas dan keterampilan nelayan Natuna. Terlebih keterampilan dan pelatihan juga bermanfaat ketika nelayan tidak dapat melaut karena kondisi cuaca buruk. Salah satu alternatif kegiatan serta mata pencaharian bagi masyarakat lokal adalah potensi wisata bahari-konservasi. Dengan demikian, para nelayan dapat terjun langsung sebagai pelaku pariwisata. Wisata bahari berkaitan dengan aktivitas yang memanfaatkan potensi alam bahari. 

Beberapa aktivitas tersebut antara lain olahraga air speed boat, diving, snorkling dll.  Kegiatan adat budaya yang dikemas sebagai event misalnya ritual sedekah laut, lomba dayung perahu. Selain itu bisa juga berbentuk ekonomi edukasi seperti kunjungan ke pelelangan ikan, melihat proses penarikan jaring laut dst. Para nelayan dapat terlibat sebagai pemandu wisata (guide), pelaku sewa perahu, penyedia homestay hingga penyedia aktivitas olahraga air. 

 

Penutup 

Presiden Joko Widodo, sejak awal visi kepemimpinannya menekankan pembangunan yang adil dan merata di seluruh Indonesia. Terlebih pembangunan Indonesia dari pinggiran, termasuk daerah perbatasan. Artinya, pembangunan di Natuna menjadi suatu keharusan dan prioritas utama bagi Pemerintah Indonesia. 

Seturut hal itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut bahwa Kabupaten Natuna merupakan daerah perbatasan yang memiliki berbagai potensi strategis. Hal itu disampaikan saat Mendagri bertindak sebagai Inspektur Upacara Peringatan HUT Ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia tahun lalu di Pantai Piwang, Natuna. 

Meskipun berada di wilayah peta sengketa, masyarakat Natuna adalah bagian dari Kepulauan Riau, Indonesia. Meskipun Indonesia bukan negara terlibat konflik Laut China Selatan, namun Indonesia memiliki kepentingan yakni keamanan dan keutuhan wilayah, stabilitas kawasan, dan ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun