Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengawal Netralitas ASN Dalam Pilpres Hingga Aturan Larangan Pose

28 November 2023   10:26 Diperbarui: 9 Desember 2023   08:50 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika media sosial-medsos juga dijadikan ajang kampanye gratisan yang dianggap efektif, maka aturan main berkampanye di "ruang digital" itupun juga makin ribet.

Saya kaget bahwa pemilu ternyata bisa berdampak bagaimana seharusnya seorang ASN berpose. Jadi kalau selfi sekalipun ASN harus hati-hati, jangan sampai nanti disangka memihak. 

Kisah ini mengingatkan saya dengan seorang teman yang bekerja di sebuah bank bonafid yang mengaku dilarang jajan sembarangan, bukan soal kesehatan atau nggak higienis, apalagi ditempat yang tidak elit. Apa pasalnya?, karena ternyata semua itu ada kaitannya dengan kredibilitas alias gengsi bank-nya biar tak jatuh.

Langsung terbayang jika ada teller-nya kepergok sama nasabah elite bank, sedang membeli siomay kuah di angkringan pedagang kaki lima, lalu dengan si nasabah merasa sudah salah milih bank karena tellernya saja jajannya tak elite, maka dikuatirkan ia akan menarik seluruh tabungannya. 

Saya tanya apa sampai segitunya?. Lantas saya menggodanya, kalau memang sedang kepingin jajan angkringan, atau istri sedang ngidam, terpaksa harus sembunyi-sembunyi pesan siomay-nya atau kalo perlu pesan lewat aplikasi online, meskipun si pedagang tidak terdaftar dalam vendor jajanan online.

 aturan poses dan netralitas ASN  sumber gambar sindonews
 aturan poses dan netralitas ASN  sumber gambar sindonews

ASN Netral, birokrasi kuat dan mandiri sumber gambar RRI-Antara
ASN Netral, birokrasi kuat dan mandiri sumber gambar RRI-Antara

Mengendalikan Pemilu

Agaknya para pemain pemilu juga makin sulit dikendalikan, karena makin banyak gayanya. Coba perhatikan saat pemilihan nomor urut. Nomor urut satu--ada yang pake jempol, ada yang pakai jari telunjuk, yang nomor dua ada yang jarinya membentuk V "victory", yang satunya sarangheyo-bentuk jari ala Korea, dan yang nomor tiga ada yang tiga jari telunjuk, tengah dan jari manis, ada yang metal. 

Dengan bermacam variasi, pada akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai harus menetapkan aturan khusus, penggunaan pose jari dan pose foto agar tak terindikasi sedang main-main dengan pilihannya.

pose terlarang bagi ASN selama pemilu sumber gambar kalteng online.com
pose terlarang bagi ASN selama pemilu sumber gambar kalteng online.com

Teman saya bilang, bagaimana kalau tak sengaja, karena orang difoto sering reflek meletakkan dua jari di dagu, atau membuat tanda "top" jempol atau membuat tanda V "victory" tanpa harus dikomando. 

Atau bahkan memakai simbol "sarangheo" yang simbol jarinya digunakan Gibran saat pemilihan nomor urut paslon?. Bagaimana menjelaskan kesalahan yang disengaja atau tak disengaja. Apalagi para pendukung militansi-nya?.

Meskipun menurut candaan orang, aturan memang dibuat untuk dilanggar--makanya selalu dilengkapi dengan pasal atau klausul tentang hukuman. 

Maka akan lebih baik dibuat aturan agar yang melakukan kesalahan langsung bisa dijerat dengan pasal sesuai aturan. Kalau tak diatur,  jelas saja semua paslon mungkin akan semakin ngawur bertindak.

Pasalnya media sosial-medsos telah menjadi ruang kampanye yang aktif dan masif. Jauh dari era saat kampanye masih memakai spanduk yang dibuat dengan cat. 

Seperti yang pernah penulis lakukan saat masih menjadi mahasiswa, ketika akan membuat seminar. Orderan tak bisa mendadak, harus dipesan jauh-jauh hari.

Kini setiap detik bisa menjadi waktu kampanye, tak terkecuali--pagi-siang-sore-malam-hingga tengah malam, tanpa perlu spanduk. Setiap ruang media sosial bisa menjadi ruang pamer paslon. persis seperti jargon para pedagang online--Kampanye tak pernah tidur!.

SKB Atur Pose dan Foto ASN

Input sumber gambar nasionao tempo.co
Input sumber gambar nasionao tempo.co

Menurut SKB yang mengatur pose dan foto para ASN, saat berfoto tidak boleh menunjukkan simbol atau atribut partai. Berikut sepuluh pose jari tangan yang dilarang bagi ASN:

- Pose dengan mengangkat jempol.

- Pose dengan mengangkat telunjuk (menunjukkan angka satu).

- Pose dengan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf ‘V’ atau ‘peace’ (menunjukkan angka dua).

- Pose dengan menempelkan jempol dan telunjuk membentuk simbol hati ala Korea Selatan atau saranghaeyo.

- Pose dengan mengangkat jempol dan telunjuk membentuk pistol.

- Pose dengan mengangkat jempol dan kelingking, seperti membentuk simbol telepon.

- Pose dengan mengangkat jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis (menunjukkan angka tiga).

- Pose dengan mengangkat empat jari.

- Pose dengan mengangkat jari jempol, telunjuk, dan kelingking membentuk salam metal.

- Pose membentuk simbol ‘ok’ dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari manis, dan kelingking diangkat.

Selain pose jari, ASN juga dilarang mengunggah foto bersama calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), calon gubernur atau wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon wali kota/wakil wali kota, dan calon anggota DPR atau DPD atau DPRD di media sosial.

Bahkan ASN juga harus makin hati-hati untuk sekedar like, subscribe dan membagikan, berkomentar, dan menyukai postingan kampanye politik, yang kemudian menunjukkan atau memperagakan keberpihakan kepada parpol atau calon.

Jadi apakah pose ASN dengan jari dilarang total?, ternyata ASN masih diperbolehkan berpose menggunakan jari. Adapun pose yang dimaksud adalah mengepalkan tangan sebagai tanda semangat atau menangkupkan kedua tangan membentuk simbol hati.

Dan jika melanggar maka, menurut PP No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, ASN yang terbukti foto dengan pose jari atau melanggar ketentuan berkaitan dengan netralitas lainnya terancam dihukum disiplin berat.

Meliputi penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

Apabila ada ASN yang terbukti melanggar ketentuan netralitas itu, ia dapat terjerat sanksi moral tertutup dan hukuman disiplin berat. Instansi tempat ASN pelanggar bekerja berhak memutuskan sanksi secara tertutup atau terbatas. 

Hal itu sesuai dengan Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS).

referensi 1,2 ,3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun