Bolivar, sebagaimana dikisahkan Marques, setelah memperoleh sekian banyak kemenangan di medan tempur dan menaklukkan hati banyak wanita, menjelang akhir hayatnya, berkelana di dalam labirin kenangan masa lalu yang masih  kuat melekat di benaknya, di antara puing kekuasaannya.
Disana ia menemukan dirinya, menemukan kesadaran, menemukan kembali nuraninya yang hilang. Satu-satunya kegagalan Bolivar adalah melakukan kebaikan menyatukan negeri-negeri Amerika. Sementara keberhasilan-keberhasilannya justru berbentuk kemenangan-kemenangan perang dengan segala cara dan kekuatan yang dimilikinya.
Bolivar hanyalah sebuah analogi--untuk menggambarkan bagaimana para elit sejak lama bersedia hidup dengan perbedaan politik dan ideologi yang mereka pertahankan. Meskipun pada akhirnya bisa runtuh.Â
Kita bisa melihat faktanya saat Pilpres 2019--betapa hebatnya pertarungan dua koaliasi pimpinan elite Prabowo dan Jokowi. Tapi pada akhirnya Prabowo dan Jokowi berpikir pragmatis, dan melalui romantisme kesepakatan politk di gerbong kereta api, mereka berdamai.
Cepat atau lambat ada waktunya orang akan merenungi apa yang telah dicapainya, apa yang telah dilakukannya, karena pada dasarnya-sekecil apapun kebaikan dan kejahatan akan dibayar dengan imbalan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H