Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syeh Daud-Naza dan Kolaborasi Jazz-Rapai Pasee

13 November 2023   22:17 Diperbarui: 24 November 2023   21:53 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 suasana pekan kebudayaan  aceh dari udara-sumber gambar harian aceh indonesia

[Catatan dari malam penutupan Pekan Kebudayaan Aceh ke-8 2023]

nabila taqyyah di panggung PKA 8 2023(sumber gambar habadaily)
nabila taqyyah di panggung PKA 8 2023(sumber gambar habadaily)

Panggung besar itu dibuka dengan kolaborasi musik perkusi dan jazz, jika biasanya pemain gitar, drum jadi magis penarik, tapi kali ini sosok Syeh Daud (88 tahun) justru membuat penonton terpesona. 

Seorang penonton yang duduk lesehan di sebelah saya berteriak, "nyan ban!" yang artinya "begitulah seharusnya!". Menurutnya seharusnya merekalah yang patut mendapatkan panggung dalam gempita perayaan pekan kebudayaan.

Mereka semestinya di beri ruang,  memamerkan kebolehannya--bayangkan saja, Syeh Daud telah mulai memainkan rapainya sejak usia 16 tahun--berpuluh tahun lalu ia memberikan tenaga dan waktunya untuk berkesenian. Ia telah mengajarkan kepada generasi di kampungnya kecintaannya pada alat musik perkusi itu tanpa kenal lelah.

Bahkan kini ketika didaulat tampil berkolaborasi dengan para musisi jazz dibawah sorotan lampu-lampu panggung, ia terlihat energik dan gagah. Setiap kali tangannya memukul rapai, suaranya bergema keras menyentak jantung kita.

 suasana pekan kebudayaan  aceh dari udara-sumber gambar harian aceh indonesia
 suasana pekan kebudayaan  aceh dari udara-sumber gambar harian aceh indonesia

Syeh Daud dan Syeh NAza (sumber gambar kompas.id)
Syeh Daud dan Syeh NAza (sumber gambar kompas.id)

Dua pemain rapai pasee, Nasruddin (69) dan Teuku Muhammad Daud (88), keduanya adalah tokoh yang melestarikan kesenian rapai pasee. Semakin tua, tetapi kecintaan terhadap rapai pasee tidak pernah luntur. Tidak ingin kesenian tradisional di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, itu punah, hingga usia senja keduanya masih kuat menabuh rapai.

Dua sahabat gaek itu adalah maestro pemain rapai pasee. Syekh Daud dan Syekh Naza, begitu Muhammad Daud dan dan Nasruddin, biasa dipanggil, sejak remaja telah menjadi pemain rapai pasee. Syekh adalah gelar untuk pemimpin kelompok rapai. Mereka sering bertemu di panggung pertunjukan, sebagai kawan, kadang pula sebagai lawan.

Setelah delapan hari berlangsung, Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 yang dipusatkan di Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh sejak 4-12 November 2023 resmi usai dan sukses.  Event kebudayaan empat tahunan ini, melibatkan sebanyak 4.829 seniman dan budayawan, serta 1.109 tenaga kreatif asal Tanah Rencong. 

PKA kali ini mengusung maskot "Meriam Lada Sicupak menyimbolkan kisah kegigihan, ketabahan, kesabaran, kemampuan beradaptasi, keberanian, kecakapan berdiplomasi, keikhlasan, dan kesetiaan pada tujuan dan berprasangka baik pada usaha yang baik, yang kesemuanya diharapkan dapat melekat pada kepribadian masyarakat Aceh sekarang dan seterusnya. 

Sehingga berbuah manis dengan dihadiahkannya meriam oleh Kerajaan Turki. Meriam inilah yang kemudian sangat besar peranannya dalam melawan gangguan Portugis.

SEBAIKNYA KALIAN TAU!

Pekan Kebudayaan Aceh; adalah even budaya empat tahunan yang terbesar di Aceh, dimulai pertama kali digelar tahun 1958. PKA Ke-2 dan PKA Ke-3 digelar pada 1972 dan 1988. Namun, pada saat konflik melanda Aceh, PKA tidak digelar secara rutin. PKA Ke-4 baru digelar pada tahun 2004. .


maskot PKA meriam lada sicupak (sumber gambar PKA dinkes aceh)
maskot PKA meriam lada sicupak (sumber gambar PKA dinkes aceh)

para penari berselfi menjelang tampil-sumber gambar fb official PKA 7
para penari berselfi menjelang tampil-sumber gambar fb official PKA 7

PKA ke 8 2023 (sumber gambar official PKA 8)
PKA ke 8 2023 (sumber gambar official PKA 8)

Beri Mereka Jalan

Memang sudah seharusnya mereka mendapatkan ruang itu, seperti kata penonton yang duduk di sebelah saya saat malam penutupan Pekan Kebudayaan Aceh ke 8 kemarin malam. 

Tata panggungnya cukup karena dengan penari yang meski tak kolosal tap mewakili sebuah kemeriahan. Ditimpali kehadiran Nabila Taqyyah yang didaulat menyanyikan lagu Aceh dan lebih dari 8 lagu lainnya di ujung acara penutupan yang cukup memukau.

Syeh Daud mewakili sebuah keprihatinan kita tentang penghargaan seni dan aktualisasi diri yang masih kurang kita perhatikan. 

Seringkali pada saat kita menghadirkan pekan atau perayaan kebudayaan, kita lebih tertarik untuk menghadirkan seni yang telah menjasdi idola massa, seni yang populer, meskipun kita tahu, tanpa melalui acara pekean kebudayaan pun seni itu sudah memiliki peminatnya.

penari saman dari bener meriah (sumber gambar PKA  info bandaaceh)
penari saman dari bener meriah (sumber gambar PKA  info bandaaceh)
Sedangkan seni-seni tua, tradisional yang memang jadul sering terabaiakan dan perlahan bahkan hilang di telah waktu. Pekan kebudayaan seharusnya menjadi kesempatan kita memamerkan, menghadirkan kembali seni-seni lawas. 

Paling tidak sebagaipenghargaan bagi para seniman tua. Syukur-syukur jika dimaksudakan agar bisa dikenali lagi oleh generasi masa kini dan dilestarikan keberadaannya.

Harapan kita tentu saja begitu, meskipun harus bersaing dengan skalaprioritas penyelenggara pekan kebudayaan yang kadang-kadang lebih memilih keramaian daripada berkesenian.

Melestarikan budaya masih kalah pamor dengan popularitas yang ingin dihadirkan dari seni budaya massa yang heboh. Padahal setiap daerah menyimpan atau menyisakan seni-seni tradisi yang kini makin ditinggalkan. Tentu saja karena semakin beragam seni baru yang bermunculan. 

Beruntung kali ini PKA 8 menghadirkan Syeh Daud untuk mengobati kerinduan akan seniman tua, dan tentu saja bukan hanya Syeh Daud yang kita harapkan bisa hadir di pekan kebudayaan paling bergengsi di Aceh itu. Empat tahun mendatang kita berharap dalam PKA ke 9 akan banyak hadir seniman senior lainnya, dan seni-seni tua yang sudah ditinggalkan  bisa kita nikmati, nostalgianya.

Saya bisa melihat wajah-wajah tirus, para seniman tua itu terlihat begitu gembira ketika didaulat maju ke panggung besar di bawah sorotan lampu-lampu. Setiap kali zoom kamera menampilkan wajahnya terlihat kegembiraan luar biasa. Membuat kita terharu .

 penari aceh dalam acara PKA 8( sumber gambar tempo)
 penari aceh dalam acara PKA 8( sumber gambar tempo)

Agenda Rutin Dalam Ruang Budaya

Seharusnya para seniman sepuh itu menjadi mentor-mentor dalam ruang seni budaya kita, berikan mereka kesempatan menunjukkan bagaimana seni tradisi yang hakiki, bukan hasil modifikasi belaka.  

Tidak itu saja, pemberian kesempatan berekspresi itu juga menjadi bentuk penghargaan kita pada dedikasi mereka,menghargai jerih payah mereka menjaga dan melestarikan budaya kita di balik kerja tanpa pamrih mereka.

Seharusnya mereka tidak lagi menjadi pekerja-pekerja keras yang hidupnya terlnta-lunta--di masa tuanya aktualisasi diri yang mereka harapkan harus bisa dipenuhi oleh para pemerhati seni budaya kita.

Dalam PKA kali ini, meskipun porsinya masih sangat kecil, namun apresiasi para musisi daerah dan nasional yang hadir di ruang budaya itu harus kita acungi jempol. Mereka mungkin semakin menyadari betapa pentingya tradisi tua dijaga dan dilestarikan dari sisa-sisa talenta yang ada.

Kita teringat bagaimana kekuatiran dan keprihatinan ketika Trobador PM Toh, seorang pemain sandiwara tunggal saat meninggal dunia--saat itu kita berpikir, seni itu akan mati bersama kepergiannya. 

Namun beruntung muncul talenta Muda Balia yang menyambung tradisi itu. Begitu juga dengan banyak seni tutur yang jika tidak dilanjutkan oleh para generasi selanjutnya akan hilang perlahan di makan waktu.

Penelusuran jejak berkesenian para senian tua dan karyanya harus terus dilakukan, diangkat kembali ke panggung budaya. Salah satunya adalah dengan mengagendakannya secara serius dan rutin dalam setiap kesempatan panggung dan acara budaya.

Sehingga Taman Budaya yang kita miliki tidak hanya menjadi skedar ruang formalitas pertunjukkan, tapi juga ruang pelestari budaya. Semoga PKA di tahun berikutnya akan lebih mengakomodir kehadiran mereka.

refernsi:1, 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun