PKA kali ini mengusung maskot "Meriam Lada Sicupak” menyimbolkan kisah kegigihan, ketabahan, kesabaran, kemampuan beradaptasi, keberanian, kecakapan berdiplomasi, keikhlasan, dan kesetiaan pada tujuan dan berprasangka baik pada usaha yang baik, yang kesemuanya diharapkan dapat melekat pada kepribadian masyarakat Aceh sekarang dan seterusnya.
Sehingga berbuah manis dengan dihadiahkannya meriam oleh Kerajaan Turki. Meriam inilah yang kemudian sangat besar peranannya dalam melawan gangguan Portugis.
SEBAIKNYA KALIAN TAU!
Pekan Kebudayaan Aceh; adalah even budaya empat tahunan yang terbesar di Aceh, dimulai pertama kali digelar tahun 1958. PKA Ke-2 dan PKA Ke-3 digelar pada 1972 dan 1988. Namun, pada saat konflik melanda Aceh, PKA tidak digelar secara rutin. PKA Ke-4 baru digelar pada tahun 2004. .
Beri Mereka Jalan
Memang sudah seharusnya mereka mendapatkan ruang itu, seperti kata penonton yang duduk di sebelah saya saat malam penutupan Pekan Kebudayaan Aceh ke 8 kemarin malam.
Tata panggungnya cukup karena dengan penari yang meski tak kolosal tap mewakili sebuah kemeriahan. Ditimpali kehadiran Nabila Taqyyah yang didaulat menyanyikan lagu Aceh dan lebih dari 8 lagu lainnya di ujung acara penutupan yang cukup memukau.
Syeh Daud mewakili sebuah keprihatinan kita tentang penghargaan seni dan aktualisasi diri yang masih kurang kita perhatikan.
Seringkali pada saat kita menghadirkan pekan atau perayaan kebudayaan, kita lebih tertarik untuk menghadirkan seni yang telah menjasdi idola massa, seni yang populer, meskipun kita tahu, tanpa melalui acara pekean kebudayaan pun seni itu sudah memiliki peminatnya.
Sedangkan seni-seni tua, tradisional yang memang jadul sering terabaiakan dan perlahan bahkan hilang di telah waktu. Pekan kebudayaan seharusnya menjadi kesempatan kita memamerkan, menghadirkan kembali seni-seni lawas.
Paling tidak sebagaipenghargaan bagi para seniman tua. Syukur-syukur jika dimaksudakan agar bisa dikenali lagi oleh generasi masa kini dan dilestarikan keberadaannya.
Harapan kita tentu saja begitu, meskipun harus bersaing dengan skalaprioritas penyelenggara pekan kebudayaan yang kadang-kadang lebih memilih keramaian daripada berkesenian.
Melestarikan budaya masih kalah pamor dengan popularitas yang ingin dihadirkan dari seni budaya massa yang heboh. Padahal setiap daerah menyimpan atau menyisakan seni-seni tradisi yang kini makin ditinggalkan. Tentu saja karena semakin beragam seni baru yang bermunculan.