Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Nasib Nelayan, Punya Laut tapi Tak Punya Kuasa

12 November 2023   02:02 Diperbarui: 21 November 2023   01:37 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Nelayan Tuna dari Desa Kauhis, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe. (Foto: Stenly Pontolawokang/National Geographic Indonesia via grid.id)

Sedangkan menurut Bank Dunia, ekonomi biru adalah pemanfaatan sumber daya laut berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut. Ekonomi biru bahkan juga mencakup sektor perikanan, energi terbarukan, pariwisata, transportasi air, pengelolaan limbah, dan mitigasi perubahan iklim. 

Apalagi dengan adanya kebijakan Dekonsentrasi dimana para nelayan bisa meningkatkan pendapatannya dan mendapatkan hak-haknya lebih luas. Dekonsentrasi dipahami sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.

Salah satunya adalah adanya izin kewenangan izin tangkap ikan di atas 12 mil  dan izin ekplorasi serta ekploitasi migas lepas pantai . Keuntungan tersebut sekaligus bisa menjadi bumerang dan ancaman, meskipun ini sebuah peluang besar untuk membuat para nelayan lebih maju.  

Namun masalahnya justru berada pada kondisi para nelayan yang daya saingnya lemah, sumber daya minim atas kedaulatan penguasaan wilayah perairan mereka. Sehingga mereka kesulitan untuk bisa merebut peluang jika tidak ada dukungan tambahan fasilitas untuk melawan para pesaingnya.

Harus ada kemampuan mengolah hasil laut yang lebih baik, tidak hanya mengandalkan komoditi ikan segar sebagai mata jualan utama, tapi juga proses pengolahan produksi, termasuk nirlimbah (zero waste) alias minim atau tanpa sampah.

Sehingga akan butuh pelatihan pengolahan ikan, akses modal lebih mudah untuk perikanan tangkap, dan penguatan aturan atau regulasi ekspor-impor agar pelaku usaha perikanan bisa menjadi "tuan" di negerinya sendiri.  

Prioritas harus diberikan untuk penguatan konsumsi domestik, penguatan sistem logistik, agar ongkos produksi lebih murah dan daya saing perikanan meningkat.

Masih banyak pekerjaan rumah dengan titik lemah disana-sini yang butuh penanganan lebih baik dan berkelanjutan.

Utamanya penguatan industrialisasi perikanan pengelolaan hulu-hilir perikanan secara berkelanjutan, mulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi hingga pemasaran. Ini untuk mendorong perikanan rakyat lebih berdaya saing dan berdaulat. 

Jika kebijakan itu tidak diikuti dengan penguatan para nelayan, maka sebagaimana dikuatirkan Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGI), Riza Damanik, "ekonomi biru secara konseptual hanya dimaksudkan merombak pengelolaan ikan menjadi lebih efisien dan efektif, tetapai tidak mengoreksi tata penguasaan pengelolaan perikanan kita."

Titik lemah masih berkutat pada besarnya angka kemiskinan nelayan dan pembudidaya, dimana 95 persen dari 2,7 juta keluarga nelayan merupakan nelayan kecil dan tradisional, yang menggantungkan mata pencahariannya hanya dari hasil tangkapan tradisional, karena tidak memiliki daya saing dan kedaulatan sebagai "pengelola" lautan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun