"Bukan. Tapi sama mbak Karin.". Jawabnya enteng. "Saya baru kali ini dekat dengan perempuan. Baru mbak aja yang  bikin saya kayak gini.". Jawabnya lagi.
Sebenarnya diantara Andi dan teman-temannya yang  sering Karin lihat nongkrong, Memang  Raka yang paling menonjol, Raka paling tampan di antara yang lain. Raka juga kadang pernah dilihatnya bermain gitar menyanyikan lagu kesukaannya. Dan ia baru tahu, ternyata Raka belajar serius untuk itu.Â
Sejak itu Karin membiarkan Raka mempunyai perasaan dengannya. Pertemuan-pertemuan rahasia pun mulai mereka rencanakan saat hari libur Karin. dari yang biasa dilakukan di bioskop atay sesekali luar kota, sejak Raka bekerja mulai beralih di tempat kost Raka yang kebetulan jauh dari tempat tingal mereka. Â
"Aku dan Vira putus..". Suara Raka pelan. Memecah lamunan.
Karin merubah posisi tubuhnya menghadap Raka. Menatap pria yang usianya enam tahun lebih muda darinya. Ia tersenyum tipis. "Kok bisa?". Tanya Karin berusaha menyembunyikan perasaan senangnya.Â
Tidak dapat dipungkiri, sejak dua tahun yang lalu saat Raka mengatakan akan membuka hati untuk perempuan lain ia merasa cemburu.Â
"Mau  sampai kapan kita begini, aku juga kan pengin menikah..". Alasannya saat mengutarakan ingin memiliki kekasih yang  lebih real, yang bisa ia kenalkan pada orang tua dan teman-temannya. Yang  bisa ia nikahi.Â
"Ya udah, kalau gitu kita sudahi saja hubungan ini". Ujar karin saat itu. ia merasa cemburu saat Raka berniat menduakannya dengan wanita lain.
"Nggak mau. Aku mau tetap kita seperti ini. Kamu aja bisa dengan Mas Dian, masa aku gak boleh..". Kata Raka saat itu. "Kamu nggak kasihan sama aku..". Pinta Raka memelas. "Setiap hari harus menahan rasa cemburu melihatmu dengan Mas Dian". Sambungnya lagi.
"Risiko mencintai wanita bersuami memang  seperti itu 'kan..".Â
Entah hanya alasan Raka saja atau ia memang sudah bosan dengannya, yang jelas sejak Raka memiliki kekasih, intensitas pertemuannya dengan Karin bisa dihitung satu bulan bisa dua atau tiga kali saja.