Mohon tunggu...
Abdullah Hanif
Abdullah Hanif Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer | Novelis

Membaca, lalu berbagi

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Novel "Rindu" Karya Tere Liye

8 Juni 2023   15:32 Diperbarui: 8 Juni 2023   15:39 2046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo pembaca yang mengagumkan! Pada kesempatan kali ini, saya akan menyampaikan hasil resensi Novel yang berjudul "Rindu", karya Novelis nomor 1 Indonesia, Tere Liye! Selamat menyimak...

Identitas Buku

1. Judul Buku                          : Rindu

2. Penulis                                  : Tere Liye

3. Jumlah Halaman               : 520 halaman

4. Ukuran Buku                      : 13,5 x 20 cm

5. Penerbit                               : Sabakgrip

6. Kategori                               : Novel Fiksi

7. Tahun Terbit                       : 2014

8. Harga Novel                        : Rp 89.000 (Harga Normal P. Jawa)

Sinopsis Buku

Buku ini menceritakan tentang perjalanan haji masyarakat Indonesia, pada tahun 1938 Masehi atau 1357 Hijriah, menggunakan kapal besar bernama Blitar Holland.

Pada masa itu, pergi haji menggunakan Kapal Laut memang menjadi hal yang lumrah, dimana para penumpang akan melakukan perjalanan berbulan-bulan, hingga kembali lagi ke Indonesia (Hindia Belanda)

Tentu saja pada tahun 1938, Indonesia masih dikuasai oleh pasukan kolonial Belanda. Hal ini pun menjadi salah satu konflik dalam cerita Novel ini.

Tepatnya pada 1 Desember 1938, Kapal Blitar Holland pertama kali mengangkut penumpang di Pelabuhan Makassar, untuk keberangkatan haji saat itu.

Perjalanan pun dimulai, dimana kapal berkali-kali berlabuh di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Pelabuhan Surabaya, Madura, Semarang, Batavia (Jakarta), Lampung, Bengkulu, Padang dan Banda Aceh, untuk menjemput Jama'ah haji Indonesia lainnya.

Pelabuhan Banda Aceh adalah Pelabuhan terakhir bagi Kapal Blitar Holland, sebelum meninggalkan Indonesia, menuju ke Kolombo, Sri Lanka, hingga nantinya sampai di Pelabuhan Jeddah, Arab Saudi.

Tiap berlabuh di sebuah Pelabuhan, terdapat cerita menarik tersendiri. Misalnya, tatkala para penumpang Kapal turun di Pelabuhan Surabaya, untuk membeli kebutuhan selama perjalanan. Di sana, terjadi "huru hara" akibat pejuang kemerdekaan Indonesia, yang melemparkan granat ke pos Kolonial Militer Belanda.

Kejadian ini mengakibatkan dua penumpang sempat hilang, serta banyak orang-orang sekitar yang luka-luka karena panik.  

Selain itu, kapal Blitar Holland juga beberapa kali mengalami kerusakan mesin, yang mengakibatkan Kapal sempat terombang ambing di Laut lepas.

Kemudian, adanya pembajakan Kapal oleh perompak bersenjata lengkap, tatkala Kapal dalam perjalanan di Samudera Luas, serta adanya jama'ah haji yang meninggal dunia dalam perjalanan dan jasadnya harus ditenggelamkan.

Namun, dari semua itu, konflik yang tidak kalah menarik adalah terkait dengan permasalahan yang dialami oleh para tokoh dalam perjalanan ini.

Masing-masing dari mereka memiliki pertanyaan besar yang terpendam dalam dirinya, dan mereka berusaha untuk menemukan jawaban tersebut selama dalam perjalanan.

Misalnya saja tokoh bernama Daeng Andipati, seorang pedagang dari Makassar yang kaya raya, namun memiliki hubungan historis yang sangat tidak harmonis dengan Ayahnya, sampai ia sulit untuk memaafkan kesalahan Ayahnya tersebut.

Kemudian, tokoh bernama Tuan Ahmad Karaeng atau biasa dipanggil Gurutta, seorang ulama besar dari Sulawesi yang selalu mampu menjawab pertanyaan jama'ah haji dan memberikan banyak solusi atas kehidupan mereka. Namun, dibalik itu, tersimpan sebuah pertanyaan besar pada diri sang Ulama, yang justru tak bisa dijawabnya, terkait dengan perjuangan kemerdekaan.

Bonda Ope, seorang Wanita yang ditunjuk oleh Gurutta agar menjadi guru mengaji anak-anak selama perjalanan  haji. Dimana, ternyata ia memiliki rahasia masa lalu, yang membuatnya senantiasa menyendiri, tak mau berkumpul dengan jama'ah haji yang lain.

Lalu ada Ambo Uleng, seorang pemuda Desa yang melamar pekerjaan sebagai Kelasi Kapal pada hari H keberangkatan. Dimana, ia tidak memiliki tujuan dalam perjalanan ini, ia hanya ingin pergi meninggalkan rasa sakit akibat cinta bertepuk sebelah tangan.

Selama perjalanan haji dan pertemuan mereka dengan banyak konflik serta tokoh, perlahan mereka menemukan jawaban atas pertanyaan dan kegundahan yang selama ini mereka pendam.

Selain itu, buku ini juga menggambarkan suasana perjalanan haji tahun 1938 dengan sangat apik dan detail, begitu pun dengan suasana kapal dan setiap kota yang didatangi.

Unsur Intrinsik Novel

1. Tema                     : Religi, Aksi, Cinta

2. Tokoh                    :

  • Daeng Andipati (Pedagang sukses dari Makassar)
  • Anna & Elsa (Anak Perempuan Daeng Andipati)
  • Ibu Anna & Elsa
  • Nenek Anna & Elsa
  • Tuan Ahmad Karaeng/Gurutta (Ulama Besar dari Sulawesi)
  • Kapten Philips (Kapten Kapal Blitar Holland)
  • Ambo Uleng (Kelasi Kapal dari kalangan Pribumi)
  • Ruben si Boatswain (Pegawai kapal dari Belanda/kawan satu kamar Ambo)
  • Sergeant Lucas (Sersan Militer Belanda)
  • Bonda Upe (Guru mengaji anak-anak selama di Kapal)
  • Ijah (Asisten Rumah Tangga Keluarga Daeng Andipati)
  • Dokter Kapal
  • Mbah Kakung Slamet (Pasangan tua romantis)
  • Mbak Putri Slamet (Pasangan tua romantis)
  • Bapak Soerjaningrat (Guru Sekolah anak-anak selama perjalanan haji)
  • Bapak Mangoenkoesoemo (Guru Sekolah anak-anak selama perjalanan haji)
  • Chef Lars (Pemimpin Divisi dalam urusan makan para penumpang/ Mantan Militer Belanda)
  • Gori Penjagal (Mantan tukang pukul yang memiliki dendam pada Daeng Andipati)

3.  Latar Tempat      : Makassar, Surabaya, Madura, Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh, Kolombo, dan Jeddah.

4. Latar Waktu        : 1938 M

5. Alur                        : Maju

6. Sudut pandang  : Orang Ketiga

7. Gaya Bahasa       : Baku

Unsur Ekstrinsik Buku

1. Latar Belakang Penulis

Siapa yang tidak kenal Tere Liye? Bang Darwis atau Tere Liye adalah penulis Novel paling produktif di Indonesia saat ini. Beberapa tahun belakangan, Tere Liye selalu menerbitkan Novel terbaru. Tidak hanya satu novel, Tere Liye mampu menerbitkan tiga sampai empat novel dalam waktu satu tahun. Itulah alasan, mengapa kamu akan selalu menemukan buku Tere Liye di banyak sudut dalam toko buku favoritmu.

Sampai artikel resensi ini dibuat, Tere Liye telah menerbitkan sekitar 64 buku. Baik buku Novel series, novel non series, serial anak nusantara, kumpulan cerpen, kumpulan kutipan, buku puisi, sampai buku anak bergambar. Namun kebanyakan bukunya adalah Novel.

Beberapa karya Tere Liye juga telah diangkat ke layar lebar/ film. Sebut saja Film Hafalan Shalat Delisa, Bidadari-Bidadari Surga, Moga Bunda Disayang Allah dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Beberapa penghargaan juga pernah diraihnya, salah satunya dalam IKAPI Award pada tahun 2016.

2. Nilai Sosial

Dari beberapa Novel karya Tere Liye yang telah saya selesaikan, saya dapati bahwa Tere Liye selalu menyisipkan nilai-nilai religious dan kekeluargaan dalam setiap tulisannya, termasuk tentunya di dalam Novel "Rindu" ini, yang menceritakan tentang sebuah perjalanan haji pada masa pra kemerdekaan.

Kelebihan Buku

1. Buku ini sangat berhasil menggambarkan suasana kota, kapal, bentuk kendaraan, sampai pakaian yang dikenakan oleh orang-orang pada tahun 1938. Hal ini akan memuaskan imajinasi pembaca ketika membayangkan bagaimana kehidupan pada saat itu.

2. Konflik yang disampaikan dalam buku ini sangat variatif, mulai dari masalah masing-masing individu para penumpang kapal, masalah penjajahan Belanda yang masih terjadi pada masa itu, masalah rusak dan matinya mesin kapal dalam perjalanan haji, sampai adanya perompak jahat yang membajak kapal dengan senjata lengkap. Banyaknya konflik dalam Novel ini, membuat pembaca akan terus penasaran untuk mengetahui bagaimana akhirnya para Tokoh dapat menyelesaikan konflik tersebut.

3. Seperti biasanya, di bagian akhir buku, Tere Liye kembali mengedukasi para pembaca dalam memerangi pembajakan buku yang telah merugikan banyak pihak.

4. Tere Liye mampu menggambarkan situasi pertarungan hanya dalam bentuk tulisan, khususnya ketika para penumpang harus bertemput dengan para Perompak Kapal. (tanpa ilustrasi).

Kekurangan Buku

1. Tidak adanya daftar isi di dalam buku. Hal ini menyulitkan sebagian pembaca dalam mencari halaman.

2. Adanya cerita yang berulang-ulang. Misalnya, aktivitas Sekolah anak-anak di dalam Kapal dan aktivitas makan para penumpang di setiap jam makan. Kedua hal ini terus diceritakan halaman demi halaman, dengan aktivitas yang sama saja. Namun, pengulangan ini dapat dimaklumi, karena memang latar tempatnya kebanyakan hanya di dalam Kapal. Artinya aktivitas yang bisa dilakukan oleh para tokoh pun terbatas.

SEMOGA BERMANFAAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun