Mohon tunggu...
Hanif Ibrahim
Hanif Ibrahim Mohon Tunggu... Relawan - Newbie

لا يكلف الله نفسا إلا وسعها

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Seperti Virus Corona, Inilah Kisah Wabah Mematikan yang Melanda Ummat Islam pada Abad Pertengahan Hijriyah

14 Februari 2020   22:30 Diperbarui: 14 Februari 2020   22:51 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masuk rumah majikannya Ibnu Khaldun, Hammu Al-Hihi (pembantunya yang menuliskan dikte Ibnu Khaldun) duduk di tempat biasanya dan diam, menunggu sang guru selesai menunaikan shalat2 dan selingan2nya. Hanya setelah ia memberi salam, maka orang yang shalat itu pun sadar atas kehadirannya.

Setelah itu sang guru mendekat dan duduk disampingnya, seraya membalas salamnya dan melilitkan serbannya kembali dikepalanya. Kemudian mereka berbincang2 mengenai peribadatan, setelah itu sang guru mengajaknya untuk naik ke sotoh rumahnya untuk melihat pemandangan sungai Nil dan mengingat kenangan2nya.

Di atas sotoh, tempat kedua orang itu mengambil duduk di bangku berbantal dengan lilin besar di tengah2nya, cuaca cukup kering dan hangat. Sungai Nil memantulkan langit2 di ats dengan bintang2nya yang bersinar terang dan terpencar2.

Sang guru pun mulai bercerita mengenai kenangannya, "Hal yang terus menyiksa pikiranku bak tumor mematikan adalah wabah hebat yang menimpa peradaban ditimur dan dibarat pada pertengahan tahun 800 h. wabah ini telah membinasakan bangsa bangsa, menyapu bersih warga masyarakat, serta menelan dan menghapus berbagai keindahan peradaban.

Pembangunan bumi menjadi berkurang dengan berkurangnya manusia. Akibatnya, kota2 dan tempat kerja runtuh, jalan2 dan tempat2 penting lenyap, kampung2 dan rumah2 kososng, dinasti2 dan suku2 melemah, dan seluruh penduduk berubah.

Nasib yang sama menimpa, baik Kawasan bagian timur maupun bagian barat, meskipun berbeda sesui dengan tingkat peradabannya. Seolah2 seluruh suara alam didunia menyuarakan kakta2 lesu dan muram, yang dijawab dengan cepaat. Allah adalah pewaris bumi dan seisinya.

Ketika wabah menyerang tunis aku berusia 16 tahun, sebuah usia saat persaan dan keingintahuanku begitu menggelora. Ketika wabah ini dating (dan kukira ia turut andil dalam kekalahan sultan marini, Abul Hasan, di al-Qairawan), betapa mengerikan hal2 yang kusaksikan! Wabah ini memberiku pukulan yang paling keras dan menyakitkan. Orang tuaku meninggal bersama dengan beberapa syaikh ku. Semoga Allah memberi mereka rahmat.

Menjadi ytim dalam kekerabatan dan ilmu semacam ini sangat lah berat dan membuat susah tidur. Meskipun sedang dipuncak usia muda, aku merasakan ketuaan merayap ditulang2 ku dan keputusasaan menyelimuti mata dan hatiku.Pemandangan kematian secara umum dan pembunuhan tanpa alasan itu meyakinkan bahwa orang2 yang hidup bahwa mereka pasti akan mati. Setiap hari yang mereka jalani itu berpotensi menjadi akkhir hidup mereka.

Hammu, aku melihat sesuatu yang tidak bisa dilukiskan oleh mulut.
Aku melihat kuburan2 penuh dengan mayat2, yang terlalu banyak untuk bisa dilihat oleh mata.
Aku melihat kota kosong melompong, yang hanya dihuni oleh tumpukan mayat2 kotor dan hanya didatangi oleh hantu2 manusia yang remuk dan putus asa.
Aku melihat tanda2 ketakutan menghiasi wajah2 dan tubuh2 yang berjongkok dibalik bangunan2 lengkung dan dinding2.
Aku melihat binatang2 jinak dan bahkan burung2 predator lari secepat mungkin dari orang2 yang hidup dan yang mati, dan rombongan jenazah.
Aku melihat hal2 mengerikan lain yang membakar memoriku dan membuat kelu lidah dan bahasaku.
Aku ingat bahwa, dalam ketakutan ini, aku berdoa kepada Alllah agar memberiku kekuatan utuk menghentikan kematian yang brgitu banyak tersebut dengan menunjukkan berbagai kemukjizatan dan karamah. Dalam mimpi2 ku, saat tertidur maupun terjaga, aku merasa telah diberikan karunia ini. Aku membebaskan roh2, menghilangkan penderitaan, dan menemukan obat. Tapi, ketika terbangun dan sadar, aku mendapati diriku meracau dan kembali melemah dan tidak berdaya seperti semula.

Wabah tersebut diberi nama oleh orang2 zaman itu dengan bergam nama, tetapi semuanya menunjukkan adanya akibat dan amukan yang sama: kebinasaan total, penyakit mengerikan, dan wabah yang epidemic, fatal atau hebat. Oleh karena itu, catatlah Hammu, beberapa rinciannya yang belum dapat aku bicarakan dalam tulisan2ku sebelumnya.

Allah lebiih tahu, tetapi wabah itu tamoak berasal dari negeri suku2 mongol dan khan agung. Serangkaian perang disana, sejak satu dekadeyang lalu atau lebih, telah menyebabkan adanya tumpukan2 mayat mengerikan, yang bau busuknya terbawa oleh angin sebagai wabah ke eropa, masyriq, dan maghrib. Aku hanya mengira bahwa Tunis tertulardari sicilia melalui lalu lintas perdagangan laut, dan penyebaran wabah itu ke daerah lain ditopang oleh lalu lintas darat dan arah angin.

Yang sangat meyakinkan adalah bahwa keterpurukan penduduk akibat wabah itu memberikan pukulan berat hanya dikawasan2 miskin. Bagian masyarakat yang paling lemah dann susahlah yang paling merasakan beratnya pukulan itu.

Tentu saja, alas an utamanya adalah buruknya udara, tetapi juga seperti hasil pengamatan Ibn Al-Khatib, akibat: rumah2 sempit dan bangunan berjejal2,tanpa pengaturan dan pemeliharaan yang baik karena kebodohan yang meluas dan ketidakmengertian tentang masalah2 ini dikalangan kelas miskin.

Nyawa orang2 kaya pada umumnya tidak terancam oleh penularan wabah hebat tersebut, kecuali dalam tingkat sangat minim. Itu karena mereka tinggal didlalam rumah2 mereka atau pergi ke pedalaman2 yang jauh dari orang2 yang terkena wabah.

Hanya saja, mereka juga terkena imbas buruk dari wabah, karena pendapatan mereka dari Bertani dan tanah berkurang, akibat permintaan pasar menurun dan tenaga masyarakat yang selamat menjadi mahal.

Dalam keyakinan dan mazhabku dinyatakan, "Tanpa dorongan semangat dan masyarakat yang bertempat tinggal, tidak akan ada peradaban yang sebenarnya." Betapa buruk akibat wabah terhadap rezeki, pekerjaan yang menguntungkan, pelayanan, dan sarana kehidupan secara umum dinegeri2 yang terkena wabah!

Kini, Hammu, aku harus menyebut dua sikap yang diambil para intelektual ketika mereka menghadapi wabah dan kematian:
Sikap pertama mencakup langkah2 penanganan medis mudah, yang bertujuan menurunkan demam wabah dengan menggunakan air dan cuka untuk mendinginkan lepuhan2 dibalik telinga, ketiak, dan selangkangan hingga mulai mengeluarkan darah dan cairan2 berbahaya mengering.

Ini bisa dilakukan ketika gejalanya terdapat ditubuh bagian luar.namun, jika demam itu menyerang paru2, maka tidak akan ada pengobatan yang bisa dilakukan. Dalam semua kondisi, para dokter sepakat bahwa mencegah itu lebih baik daripada mengobati.

Oleh karena itu, muslim yang pintar harus mencegah wabah sebelum terjadi atau bertindak mencegah perluasannya setelah wabah terjadi. Adapun saran2 para spesialis medis seperti meningkatkan kualitas udara dengan menggunakan asap untuk mengurangi tingkat polusi, menjaga tubuh tetap sehat dengan memakan makanan yang tepat, menjaga rumah tetap mendapat udara yang baik, dan memperbaiki cara hidup masyarakat dengan menghindarkannya dari kesembronoan, berjejal2, dan makanan yang buruk.

Sikap kedua mencakup hiburan agama, suatu sikap yang mengambil efektivitasnya dari keterbatasan pendekatan medis itu sendiri. Mengingat akibat buruk wabah ini tidak pandang bulu, dan tidak ditemukan obatnya, maka yang bisa dilakukan manusia hanyalah menghadapinya dengan penanganan yang mutlak dan mendasar yang mengambil bentuk keimanan. Untuk itulah, beragam ahli hukum islam berpendapat bahwa orang yang meninggal akibat wabah itu mati sebagai syahid dijalan Allah.

Betapa hebat sikap kedua ini sebagai dukungan spiritual dan penentraman jiwa! Betapa luar biasa dorongannya untuk membaca Al-Qur'an dan doa2, bahkan untuk memakai cincin zamrud yang bertulis beberapa asma' husna: ya tuhan yang maha hidup, sabra, bijak, dan penyayang! Hanya saja, kebijaksanaan langkah seperti ini sama sekali tidak menghilangkan atau menentang kemanjuran obat.

'Doa itu senjata utama seorang mukmin.' Tetapi Allah berfirman: katakanlah; "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui." Legislasi bagi tindakan dibidang yang berhubungan dengan bencana besar ini hanya bertujuan untuk mendukung pengembangan pengetahuan tentang wabah dalam aspek2 dunianya, bukan langitnya atau yang lain, dan  untuk menjaga meluasnya wabah itu ditengah2 masyarakat akibat dari kebodohan dan penularan. Ini semua harus dilakukan sampai masyarakat memiliki kemampuan untuk mengatasi wabah atau mengurangi efeknya." (Himmish, 2010)

Daftar Pustaka
Himmish, B. (2010). Al-'Allama. In S. Ridwan, IBNU KHALDUN: SANG MAHAGURU (p. 523). Tangerang: Lentera Hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun