Yang sangat meyakinkan adalah bahwa keterpurukan penduduk akibat wabah itu memberikan pukulan berat hanya dikawasan2 miskin. Bagian masyarakat yang paling lemah dann susahlah yang paling merasakan beratnya pukulan itu.
Tentu saja, alas an utamanya adalah buruknya udara, tetapi juga seperti hasil pengamatan Ibn Al-Khatib, akibat: rumah2 sempit dan bangunan berjejal2,tanpa pengaturan dan pemeliharaan yang baik karena kebodohan yang meluas dan ketidakmengertian tentang masalah2 ini dikalangan kelas miskin.
Nyawa orang2 kaya pada umumnya tidak terancam oleh penularan wabah hebat tersebut, kecuali dalam tingkat sangat minim. Itu karena mereka tinggal didlalam rumah2 mereka atau pergi ke pedalaman2 yang jauh dari orang2 yang terkena wabah.
Hanya saja, mereka juga terkena imbas buruk dari wabah, karena pendapatan mereka dari Bertani dan tanah berkurang, akibat permintaan pasar menurun dan tenaga masyarakat yang selamat menjadi mahal.
Dalam keyakinan dan mazhabku dinyatakan, "Tanpa dorongan semangat dan masyarakat yang bertempat tinggal, tidak akan ada peradaban yang sebenarnya." Betapa buruk akibat wabah terhadap rezeki, pekerjaan yang menguntungkan, pelayanan, dan sarana kehidupan secara umum dinegeri2 yang terkena wabah!
Kini, Hammu, aku harus menyebut dua sikap yang diambil para intelektual ketika mereka menghadapi wabah dan kematian:
Sikap pertama mencakup langkah2 penanganan medis mudah, yang bertujuan menurunkan demam wabah dengan menggunakan air dan cuka untuk mendinginkan lepuhan2 dibalik telinga, ketiak, dan selangkangan hingga mulai mengeluarkan darah dan cairan2 berbahaya mengering.
Ini bisa dilakukan ketika gejalanya terdapat ditubuh bagian luar.namun, jika demam itu menyerang paru2, maka tidak akan ada pengobatan yang bisa dilakukan. Dalam semua kondisi, para dokter sepakat bahwa mencegah itu lebih baik daripada mengobati.
Oleh karena itu, muslim yang pintar harus mencegah wabah sebelum terjadi atau bertindak mencegah perluasannya setelah wabah terjadi. Adapun saran2 para spesialis medis seperti meningkatkan kualitas udara dengan menggunakan asap untuk mengurangi tingkat polusi, menjaga tubuh tetap sehat dengan memakan makanan yang tepat, menjaga rumah tetap mendapat udara yang baik, dan memperbaiki cara hidup masyarakat dengan menghindarkannya dari kesembronoan, berjejal2, dan makanan yang buruk.
Sikap kedua mencakup hiburan agama, suatu sikap yang mengambil efektivitasnya dari keterbatasan pendekatan medis itu sendiri. Mengingat akibat buruk wabah ini tidak pandang bulu, dan tidak ditemukan obatnya, maka yang bisa dilakukan manusia hanyalah menghadapinya dengan penanganan yang mutlak dan mendasar yang mengambil bentuk keimanan. Untuk itulah, beragam ahli hukum islam berpendapat bahwa orang yang meninggal akibat wabah itu mati sebagai syahid dijalan Allah.
Betapa hebat sikap kedua ini sebagai dukungan spiritual dan penentraman jiwa! Betapa luar biasa dorongannya untuk membaca Al-Qur'an dan doa2, bahkan untuk memakai cincin zamrud yang bertulis beberapa asma' husna: ya tuhan yang maha hidup, sabra, bijak, dan penyayang! Hanya saja, kebijaksanaan langkah seperti ini sama sekali tidak menghilangkan atau menentang kemanjuran obat.
'Doa itu senjata utama seorang mukmin.' Tetapi Allah berfirman: katakanlah; "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui." Legislasi bagi tindakan dibidang yang berhubungan dengan bencana besar ini hanya bertujuan untuk mendukung pengembangan pengetahuan tentang wabah dalam aspek2 dunianya, bukan langitnya atau yang lain, dan untuk menjaga meluasnya wabah itu ditengah2 masyarakat akibat dari kebodohan dan penularan. Ini semua harus dilakukan sampai masyarakat memiliki kemampuan untuk mengatasi wabah atau mengurangi efeknya." (Himmish, 2010)