Mohon tunggu...
Pratama
Pratama Mohon Tunggu... Bankir - Economist

I'm just observing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jumat Sore

1 Februari 2022   15:57 Diperbarui: 1 Februari 2022   16:01 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun Anisa bukanlah anak muda kebanyakan. Cita-citanya gigih ingin menyelamatkan orang, agar tidak lagi ada orang yang mengalami nasib seperti adiknya. Setiap malam ia belajar dengan tekun, meski ia tahu belajar saja tidak cukup. Dengan segala yang serba terbatas, bagaimana mungkin anak kampung yang tinggal di pedalaman kebun nanas ini bisa masuk sekolah kedokteran?

"Aku akan tinggal bersama nenek. Nenek bilang dia punya kenalan guru agar aku bisa masuk SMA favorit di Surabaya. Kalau aku bisa masuk SMA yang bagus, kemungkinan aku bisa masuk sekolah kedokteran di Jawa makin besar". Lanjut Anisa dengan ekspresi hampa.

Rupanya sekitar sebulan lalu keluarga Anisa di Jawa menelpon. Menawarkan bantuan agar Anisa bisa melanjutkan sekolah di Surabaya, paling tidak sampai SMA, sembari mencari informasi beasiswa untuk melanjutkan sekolah kedokteran.

"Akan lebih mudah aku mendapat informasi jika aku tinggal disana man. Disini semuanya serba sulit"

Lukman diam tak berkata. Rasanya seperti dj vu. Rasanya sudah lama sekali mereka berdua duduk di tepian rel kereta ini sambil bercerita soal impian. 

Saat itu Lukman hanya tersenyum mendengarkan, Anisa yang begitu gigihnya bercita-cita ingin menjadi dokter, bagaimana rencananya untuk sekolah kedokteran di Jawa dengan beasiswa agar tidak merepotkan keluarga. Beruntung Anisa punya sedikit harapan dari neneknya yang menawarkan kesempatan melanjutkan sekolah di tempat yang lebih baik.

Sedangkan Lukman? Ia hanyalah pemuda biasa nirmimpi. Masa depannya sudah digoreskan lama sekali di langit: menjadi petani, sebagaimana ayahnya, kakaknya, pamannya, kakeknya, kerabatnya dan anak-anaknya kelak.

Tahukah kawan, kalau lingkaran setan itu punya wujud dia akan berwujud kemiskinan dan kebodohan. Sekali manusia masuk ke dalam akan sulit sekali melepaskan diri. 

Hanya mereka yang punya tekad baja dan sepercik keberuntunganlah yang bisa memerdekakan dirinya, dan keturunan-keturunan setelahnya, dari lingkaran abadi setan itu.

Ironisnya di sisi yang lain, mereka yang berada di lingkaran kemakmuran akan sulit juga melepaskan diri. Meski sebebal dan sebodoh apapun mereka yang berada dalam lingkaran kemakmuran, akan selalu ada yang menjaga mereka tetap berada dalam kemakmuran itu. Hidup memang seunik itu.

Langit semakin memerah, berganti warna menjadi lembayung kebiruan. Serak burung gagak mulai ramai pertanda matahari berpamit dengan rembulan. Dari jauh, sayup-sayup azan magrib berkumandang, mengingatkan hamba Tuhan untuk menutup hari dengan menghadap Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun