Remaja: Menjadi Duta Anti Narkoba atau Duta Anti Maksiat?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti
Kasus narkoba di Indonesia selalu menjadi hot topic setiap harinya. Peredaran barang haram ini selalu bergulir bagai bom waktu yang meledak setiap saat. Mirisnya kita yang mendengar dan melihat berita narkoba seakan menjadi terbiasa karena sangking banyaknya berita pengungkapan kasus narkoba. Satu kasus diungkap, akan muncul ratusan kasus lainnya. BNN sendiri merilis data kasus narkoba di Indonesia sepanjang tahun 2022 sebanyak 851 kasus. Jumlah tersebut naik 11,1% dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 766 kasus. Sementara itu jumlah tersangka dalam kasus narkoba pada tahun 2022 berjumlah 1.350 orang. Jumlah tersebut meningkat sebesar 14,02% yang sebelumnya berjumlah 1.184 orang pada tahun 2021.
Tak cukup dengan penangkapan pelaku, BNN juga memusnahkan ribuan ton barang bukti narkoba seperti sabu seberat hampir dua ribu ton, ekstasi sebanyak 262.789 butir dan memusnahkan lahan ganja seluas 63, 9 hektar. Bahkan data terbaru menunjukkan adanya 49 jaringan peredaran narkoba baik internasional maupun nasional yaitu pada Februari 2023 lalu, BNN mengungkap jaringan narkoba internasional yang melibatkan delapan warga Iran dengan barang bukti berupa 319 kilogram sabu.
Sungguh narkoba telah menjadi malapetaka di negeri ini. Tak tanggung-tanggung narkoba juga mengintai remaja yang notabenenya mereka adalah calon pemimpin bangsa. Seperti yang terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kejaksaan Negeri nya telah mengungkapkan 45 perkara penyalahgunaan narkotika sepanjang tahun 2023. (Kaltim Tribbunews, 3/7/2023). Ini baru data di PPU, bagaimana di daerah lainnya? Tentu hasilnya pasti lebih banyak.
Bahkan Satpol PP Paser menyampaikan bahwa kondisi remaja Paser mesti diwaspadai karena tak jarang saat sedang patroli malam, Satpol PP kerap menemukan remaja yang melakukan aktivitas negatif seperti berbuat mesum, minum-minuman keras, dan tertangkap sedang mabuk lem. Aktivitas negatif yang dilakukan remaja ini meningkat ketika sedang liburan sekolah dan mirisnya, mayoritas anak-anak remaja tersebut, orang tuanya sibuk bekerja hingga tak sempat mengawasi aktivitas anaknya. Satpol PP pun akhirnya memanggil orang tuanya agar ada efek jera bagi anak-anak remaja. (Kaltimpost, 6/7/2023).
Sungguh maraknya kasus narkoba tak bisa diremehkan karena bahaya yang ditimbulkam narkoba telah mengancam masa depan generasi muda. Apa jadinya suatu bangsa jika generasinya dirusak oleh barang haram ini? Tentu kehancuran bangsa tak dapat terhindarkan. Apalagi di tengah bonus demografi yang didapat Indonesia, sudah semestinya negara memperhatikan kondisi generasi karena generasilah tonggak pemimpin peradaban.
Tentu sangat disayangkan jika banyaknya generasi yang ada, namun lingkungan yang mengelilingi mereka adalah lingkungan yang merusak masa depan mereka. Walaupun tidak menutup kemungkinan penguasa terkait telah menggalakkan berbagai strategi dalam mencegah peningkatan kasus narkoba seperti adanya duta anti narkoba, edukasi dan sosialisasi, namun mengapa berbagai upaya tersebut nampak sia-sia dan kasus narkoba selalu meningkat? Apa yang salah dari strategi tersebut? Mungkinkah kasus narkoba akan berkurang bahkan habis jika dilakukan strategi yang tepat? Bagaimana strategi tepat tersebut?
Apa yang Salah?
Maraknya kasus narkoba dan perilaku negatif lainnya di kalangan remaja seharusnya menjadi cambukan keras bagi penguasa untuk membenahi berbagai faktor penyebab narkoba beserta regulasi penyelesaiannya. Layaknya pepatah tidak ada asap jika tidak ada api, maka adanya kasus narkoba ini, tentu kasusnya tidak berdiri sendiri melainkan pasti ada satu faktor krusial  yang membuat setiap invidu berani menjadi pelaku, pengedar bahkan pemakai. Faktor krusial tersebut adalah sistem aturan sekuler kapitalistik yang menghiasi negeri ini.
Sistem sekuler adalah sebuah sistem yang mencampakkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Agama hanyalah ditempatkan di ranah privat dan sekedar berfungsi mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Padahal agama, dalam hal ini Islam, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, namun juga mengatur hubungan manusia dengan sesama dan dirinya sendiri.
Dalam Islam, narkoba dan khamr mutlak diharamkan tak peduli menghasilkan manfaat atau mudharat. Sebab pengharaman tersebutlah Islam akan menindak tegas bagi siapapun yang berani menjadi penjualnya atau pemakainya. Namun sayangnya karena sistem aturan di negara ini dipisahkan dari agama dan kental dengan kapitalistik, maka aturannya hanya berfokus menangkap pelaku, merehabilitasi korban, bahkan bisa diotak-atik sesuai kepentingan pemilik modal. Sistem aturan yang sekuler nan kapitalistik inilah yang akan menularkan kepada sistem-sistem lainnya seperti sosial, pendidikan, ekonomi dan hukum yang menjadi penyebab sulitnya narkoba diberantas.
Pertama, sistem sosial yang individualistis. Masih banyak diantara masyarakat yang bersikap cuek dan terkesan membiarkan jika terdapat remaja yang terang-terangan 'ngelem', berpacaran atau melakukan maksiat lainnya. Mereka menganggap selama remaja tersebut tidak menganggu kepentingannya maka perilaku maksiat remaja akan dibiarkan. Sikap orang tua yang cuek juga menjadi persoalan karena masih banyak diantara orang tua yang berpandangan bahwa kesuksesan mendidik anak adalah dengan memberikan kecukupan harta dan fasilitas. Padahal dalam Islam, tanda keberhasilan orang tua mendidik anak adalah dengan menjadikan anak-anaknya senantiasa bertakwa kepada Allah.
Namun jika ditelisik lebih dalam, cueknya orang tua saat ini tidak terlepas dari penyebab kedua, yaitu sistem ekonomi kapitalistik yang menyebabkan negara memprivatisasi SDA (Sumber Daya Alam) dengan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta dan asing. Akibatnya kekayaan SDA dalam negeri dimonopoli oleh oligarki yang berimbas mahalnya berbagai kebutuhan di negeri ini seperti sandang, pangan dan papan berikut sektor jasa lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan yang telah menjadi lahan bisnis bagi para pemilik modal. Alhasil ekonomi yang kapitalistik inilah menyebabkan orang tua sibuk banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tak sempat mendidik anaknya dengan pendidikan agama. Akhirnya anak tumbuh menjadi pribadi yang sekuler nan liberal bahkan tak malu menjadi trouble maker demi mendapat perhatian dari orang tuanya.
Ketiga, sistem pendidikan sekuler. Penyebab selanjutnya adalah sistem pendidikan saat ini yang kering dari dimensi ukhrawi namun kental akan dimensi duniawi. Mengapa? Karena sistem pendidikan di negara ini hanya berfokus mencetak generasi yang hanya mengejar nilai akademik namun minus moral. Mereka cerdas, tetapi disaat yang bersamaan mereka tak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang maksiat dan mana yang bukan. Identitas mereka sebagai seorang Muslim kian terkikis hingga mereka tenggelam dalam pergaulan bebas dan cenderung menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti berani mencicipi barang-barang haram demi kesenangan sesaat.
Keempat, sistem hukum yang tidak tegas. Sudah jamak diketahui bahwa sistem peradilan dan hukum di negara ini terkesan tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Hukuman-hukuman yang dibuat oleh negara untuk memberantas kasus narkoba seakan tidak bertaring ketika berhadapan dengan mafia atau kartel besar narkoba. Tak jarang juga terdengar di telinga, adanya oknum aparat penegak hukum yang justru menjadi pemilik bisnis narkoba dan tetap bebas mengendalikan bisnisnya sekalipun di dalam lapas. Pengurangan hukuman dan adanya remisi bagi pelaku narkoba juga kian menunjukkan bahwa negara belumlah maksimal dalam memberantas kasus narkoba karena dalam sistem kapitalisme suatu barang akan terus diproduksi selama barang tersebut membawa keuntungan besar tak peduli dampaknya yang merusak. Inilah yang menyebabkan narkoba semakin eksis karena nampaknya narkoba terbukti menambah devisa negara.
Setidaknya, semua faktor inilah yang menyebabkan negara selalu tak berdaya ketika menghadapi kasus narkoba. Serangkaian edukasi mengenai bahaya narkoba juga nampak masih tidak jelas karena masih banyak diantara remaja yang tidak mengetahui bahwa 'ngelem' juga merupakan aktivitas menghirup narkoba. Mereka hanya tahu bahwa 'ngelem' hanyalah alat untuk berhalusinasi sesaat hingga tak peduli akan bahaya yang mengintai terhadap kesehatan mereka.
Oleh karenanya negara mesti mencari strategi yang tepat untuk menyelesaikan kasus narkoba dan bertindak tegas kepada siapapun yang berani terlibat dalam peredaran barang haram ini demi menjaga masa depan generasi. Tak cukup rasanya hanya memanggil orang tua dan memberikan pembinaan karena selepas itu tak ada jaminan bagi remaja untuk tak mencicipi narkoba lagi.
Islam Mewujudkan Remaja Duta Anti Maksiat
Islam adalah agama yang paripurna karena seperangkat aturannya diturunkan Allah untuk mewujudkan kebaikan dan keberkahan diantara manusia. Namun jika suatu negeri justru sering mendapat bencana dan musibah bahkan generasinya mengalami kerusakan moral, maka dapat dipastikan negeri tersebut tidak menjadikan aturan Islam sebagai aturan untuk mengatur hidup mereka.
Buktinya mereka yang menjadi pemakai dan pengedar justru tidak takut akan bahaya narkoba yang dapat merusak tubuh dan balasan yang pedih dari Allah di akhirat kelak. Kesenangan dunia telah menjadi tujuan utama mereka hingga rela tenggelam dalam bisnis barang haram. Oleh karenanya Islam memiliki beberapa strategi preventif dalam mencegah timbulnya kasus narkoba yang telah marak di kalangan generasi.
Strategi preventif tersebut diantaranya, pertama, pribadi yang bertakwa. Seorang manusia yang bertakwa pasti memahami bahwa ia berasal dari Allah dan kehidupannya adalah untuk beribadah sebagaimana tujuan penciptaannya dalam Al-Qur'an yaitu "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku." (TQS Adz-Zariyat [51]: 56). Ketika setiap individu memahami dari mana ia diciptakan, tujuan hidupnya dan adanya pertanggung jawaban amal perbuatan di akhirat kelak, maka ia akan senantiasa menjalani hidupnya dengan taat kepada Allah dan menjauhi maksiat seperti halnya narkoba yang diharamkan.
Kedua, kontrol keluarga dan masyarakat. Maraknya kasus narkoba di kalangan generasi telah membuktikan rapuhnya peran keluarga dan masyarakat dalam membentengi anak dari kemaksiatan yang merusak dirinya dan masa depannya. Oleh karenanya setiap keluarga harus memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah sehingga membekali anak dengan ilmu agama adalah suatu hal yang penting dan tidak boleh disia-sia kan.
Pemahaman ilmu agama dapat membuat anak mengetahui identitas dirinya yaitu sebagai seorang Muslim yang seluruh aktivitasnya terikat dengan hukum syara'. Begitupun kontrol masyarakat yang selalu beramar makruf dan nahi mungkar. Masyarakat harus menjaga lingkungan di sekitarnya dari perilaku maksiat remaja dengan cara menegur setiap melihat remaja melakukan segala bentuk maksiat atau melaporkannya kepada yang berwenang. Jika masyarakat cenderung cuek dan abai, maka perilaku maksiat remaja akan menular ke keluarganya sendiri. Tidakkah ini lebih berbahaya?
Ketiga, sistem pendidikan yang kurikulumnya berbasis akidah Islam. Negara harus memastikan bahwa pendidikan yang berjalan di seluruh tingkatan mesti merujuk kepada Islam sebagai basis utama karena landasan akidah Islam dalam sistem pendidikan akan menjaga pemikiran generasi dari sesuatu yang merusak dan menimbulkan dosa besar seperti narkoba, khamr, pacaran, dan sebagainya. Akidah Islam menjadi penting agar terwujud generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami.
Keempat, strategi preventif selanjutnya adalah sistem ekonomi Islam. Islam mengatur bahwa kekayaan alam seperti hasil hutan, laut dan tambang tidak bisa dimiliki secara individu melainkan pengelolaannya adalah milik umum yang harus dikelola oleh Negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk jaminan fasilitas kesehatan, pendidikan, keamanan dan kebutuhan pokok lainnya dengan harga yang murah bahkan gratis. Mekanisme ekonomi Islam ini penting agar tidak ada lagi kita mendengar orang tua yang sibuk bekerja namun mengabaikan pendidikan anaknya karena kehidupan mereka telah tercukupi.
Demikianlah strategi preventif Islam dalam mencegah timbulnya kasus narkoba. Sementara strategi kuratifnya adalah negara harus memastikan tegaknya pelaksanaan hukum Islam dalam seluruh sistem di atas sekaligus memberi hukuman yang menjerakan bagi siapa pun yang berani melanggar. Hukuman dalam Islam tentu bersifat tegas dan tidak lemah seperti pemberian hukuman cambuk, penjara atau hukuman mati yang kadarnya telah ditentukan oleh khalifah dan pantang memberikan remisi hukuman bagi pelaku atau pengedar.
Oleh sebab itu jika negara mau serius menjaga rakyatnya dari segala sesuatu yang merusak dan menghilangkan nyawa, maka sudah selayaknya sistem Islam menjadi solusi utama untuk diterapkan, karena tujuan hukum Islam diturunkan Allah adalah untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, harta, kehormatan dan keamanan. Penerapan sistem Islam tentu menjamin terwujudnya pemuda yang bertakwa dan menjadi duta Islam tangguh layaknya para sahabat Nabi seperti Mushab bin Umair, Salman Al Farisi dan Muhammad Al Fatih yang hidupnya senatiasa diwakafkan untuk memperjuangkan dakwah Islam.
Dengan demikian sistem Islam harus menjadi agenda utama perjuangan umat Islam untuk mewujudkan pemuda-pemuda pemimpin peradaban yang tidak cukup menjadi duta anti narkoba namun juga menjadi duta anti maksiat bahkan menjadi duta Islam. Siapkah kita mengemban tugas mulia tersebut?
Allah Ta'ala berfirman "Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberimu kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan." (TQS Al-Anfal [8]: 8). Wallahu'alam bis shawab.
Sumber: Narasi Post 15 Agustus 2023 (https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/remaja-menjadi-duta-antinarkoba-atau-duta-antimaksiat/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H