Darurat Pelecehan Seksual, Negara Bisa Apa?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Salah satu tanda sehatnya masyarakat dibuktikan dengan interaksi pergaulan mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral. Namun jika interaksi pergaulan mereka sering diwarnai dengan perilaku amoral seperti asusila, perundungan, pelecehan seksual dan interaksi-interaksi lainnya yang dilarang agama, maka dapat dikatakan hubungan interaksi seperti ini menggambarkan masyarakat yang sakit.
Seperti yang baru-baru saja terjadi untuk yang ke sekian kalinya, seorang wanita berusia 20 tahun yang menjadi korban pelecehan seksual. Kali ini pelecehan seksual tersebut terjadi saat wanita tersebut menjalani pemeriksaan kesehatan di sebuah klinik di Kota Balikpapan. Berita ini viral setelah video korban dan teman-temannya yang sedang memintai pertanggungjawaban dokter tersebut beredar di sosial media.
Dalam video tersebut, terlihat seorang wanita menangis sambil memintai penjelasan dokter tersebut yang dituding mengarah kepada tindakan pelecehan. Teman-teman korban pun juga turut memintai penjelasan. Namun dokter yang kemudian diketahui berinisial FT tersebut berkilah dan membantah tudingan tersebut karena menurutnya pemeriksaan yang dilakukan sudah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur).
Berdasarkan informasi yang dikutip Korankaltim.com, wanita yang diduga mengalami pelecehan seksual tersebut pada awalnya sedang menjalani Medical Check-Up (MCU). Korban yang saat itu mengenakan pakaian kerja, dilakukan pemeriksaan awal berupa pengukuran tekanan darah dan lainnya. Namun pada pemeriksaan selanjutnya, dokter FT kemudian meminta korban menanggalkan sebagian pakaiannya dengan alasan akan dilakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop.
Anehnya, korban tak hanya diminta menanggalkan pakaian luar namun juga diminta menanggalkan pakaian dalam termasuk bra yang dipakai korban.
Saat pemeriksaan menggunakan stetoskop itu berlangsung, oknum dokter tersebut kedapatan melakukan pelecehan dengan menyentuh bagian-bagian vital korban seperti payudara dan bagian perut yang dekat dengan area kelaminnya.
Namun oknum dokter tersebut tidak diterima dituduh melakukan pelecehan seksual kepada korban. Melalui kuasa hukumnya, ia menyatakan bahwa MCU yang dilakukan sudah sesuai prosedur. Atas kejadian ini keluarga dokter FT mengalami tekanan sosial dan psikologis yang berat di sosial media, sementara anaknya mengalami perundungan di sekolah.
Laporan korban terhadap tindakan pelecehan seksual ini kemudian ditanggapi oleh Kanit PPA Satreskrim Polresta Balikpapan, IPDA Futuhatul Laduniyah. Perkara pelecehan seksual ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian dan telah melakukan pemeriksaan kepada korban dan oknum dokter tersebut. (https://korankaltim.com/read/balikpapan/73652/ramai-soal-dugaan-pelecehan-oknum-dokter-di-balikpapan-kuasa-hukum-sebut-tuduhan-tak-berdasar)
Darurat Pelecehan Seksual
Sudahlah darurat narkoba, darurat perundungan, sekarang ditambah lagi darurat pelecehan seksual. Sungguh hal ini bukanlah prestasi yang membanggakan namun memalukan. Dimana peran negara dalam menjaga generasi dari perbuatan rusak seperti ini? Ratusan ribu kasus pelecehan seksual telah tercatat dan meningkat jumlahnya di setiap tahunnya. Bagaimana yang tidak tercatat? Tentu jauh lebih banyak lagi.
Pemerintah dan lembaga negara memang sudah resah akan fenomena suburnya pelecehan seksual hari ini. Ditambah lagi adanya ribuan permintaan dispensasi nikah dini oleh remaja karena MBA (Married by Accident). Semua itu menunjukkan sakitnya pola pergaulan antar masyarakat hari ini. Namun sayang keresahan pemerintah tersebut belum dilandasi spirit agama (Islam) sehingga solusi yang dihadirkan hanyalah solusi pragmatis yang hanya berfokus menuntaskan akibat bukan akar dari masalah.
Padahal jika kita mau jeli, akar masalah dari suburnya pelecehan seksual adalah sistem kehidupan hari ini yang beraroma sekuler nan liberal. Tidak adanya batasan dalam pergaulan, membuat sebagian besar masyarakat bebas melampiaskan naluri kasih sayangnya dengan perbuatan amoral dan menyimpang kepada siapapun yang ditemui. Termasuk dokter yang seharusnya bekerja sesuai dengan prosedur dan batasan agama, justru terjerumus dalam perbuatan amoral pelecehan seksual.
Konten-konten beraroma pornografi dan tempat-tempat maksiat yang menjadi pemicu munculnya pelecehan seksual seakan dilegalkan oleh negara dengan dalih membawa keuntungan yang besar. Inilah corak negara kapitalis sekuler. Cuan lebih diutamakan, tak peduli dampaknya yang merusak akal masyarakat dan bertentangan dengan agama. Berbagai regulasi yang diatur untuk mencegah suburnya pelecehan seksual juga nampak tak bergigi. Pada akhirnya kasus pelecehan seksual justru berkembang menjadi kekerasan hingga pembunuhan korban. Ingatkah kita dengan berita remaja perempuan usia belasan tahun yang dibunuh lalu diperkosa? Mirisnya, pelakunya masih berusia di bawah umur.
Lantas, Pantaskah kita menyebut negara gagal dalam melindungi rakyatnya? bagaimana seharusnya negara menyelesaikan permasalahan pelecehan seksual sehingga terwujud pola pergaulan yang sehat antar masyarakat? Karena tidak cukup rasanya hanya speak-up ketika mengalami pelecehan seksual. Butuh solusi yang memberikan perlindungan menyeluruh sehingga setiap perempuan merasakan keamanan di manapun dan kapanpun.
Islam Memberikan Keamanan
Pola pergaulan dalam masyarakat Islam adalah pola yang sehat karena diwarnai dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar, saling tolong menolong dalam ketaatan kepada Allah dan persaudaraan. Bukan seperti masyarakat dalam negara sekuler hari ini yang bercorak seksual. Dalam menuntaskan pelecehan seksual, Islam memiliki beberapa mekanisme, diantaranya:
Pertama, adanya perintah untuk setiap Muslim bertakwa, menjaga pandangan dan kemaluan, menutup aurat, tidak berkhalwat dan ikhtilat (bertemunya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat yang dilarang syariat). Semua perintah ini bisa ditemukan dalam Al-Qur'an dan Hadis yang telah menyampaikan secara terang-terangan.
Kedua, bertemunya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat hanya diperbolehkan dalam empat hal, yaitu pada bidang pendidikan, kesehatan, muamalah dan ibadah. Namun pertemuan ini tetap diatur syariat dan harus menjaga batasan-batasan bagi setiap diri yang telah dikemukakan pada mekanisme pertama. Memang dalam bidang kesehatan, Islam memperbolehkan aurat manusia terlihat, namun aurat yang diperlihatkan hanya sebatas yang diperlukan dan karakter dokter juga yang harus mempunyai sifat amanah dalam memeriksa pasien.
Ketiga, negara harus menerapkan regulasi-regulasi yang bergigi seperti regulasi Islam dalam menjaga akal generasi. Negara harus berani memblokir seluruh konten pornografi, menutup tempat-tempat yang mengundang kemaksiatan, melarang pacaran dan ikhtilat, dan memerintahkan rakyatnya untuk menutup aurat. Semua ini urgen dilakukan agar tidak muncul rangsangan-rangsangan yang membuat masyarakat terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Keempat, jika masih ada rakyat yang berani melanggar regulasi-regulasi Islam yang telah diterapkan negara, negara berhak menghukum dengan hukum yang jera dan menjerakan seperti cambuk bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah.
Alhasil, syariah Islam adalah jalan satu-satunya untuk memberikan keamanan dan kebaikan bagi seluruh umat manusia.
Dengan penerapan Islam secara kaffah, tidak akan ditemui lagi perbuatan-perbuatan amoral seperti pelecehan seksual dan ragam kasus hina lainnya yang mewarnai pola hubungan masyarakat hari ini. Wahai umat Islam, bangunlah. Pelajarilah agamamu dan dakwahkan. Wallahu 'alam bis shawab.
Sumber: Kata Media 22 September 2024 (https://katamedia.id/darurat-pelecehan-seksual-negara-bisa-apa/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H