Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Semrawutnya Proyek IKN, Padat Penduduk hingga Krisis Air Bersih?

27 Juli 2024   20:46 Diperbarui: 27 Juli 2024   20:46 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semrawutnya Proyek IKN: Padat Penduduk hingga Krisis Air Bersih?

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

"Dulu air gratis bisa langsung dari sungai atau sumur. Sekarang dari embung, jadi harus bayar jasa angkutnya. Sampai jadi bisnis baru di Pemaluan karena makin banyak warga beli air. Perlu sekali soalnya." Keluh Elis (37), Warga Pemaluan yang tinggal yang dekat dengan sungai Pemaluan, Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, mengalami kesulitan air bersih yang biasa ia dapat dari sungai Pemaluan.

Elis juga menceritakan kenangannya dahulu ketika sungai Pemaluan menjadi sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang air bersihnya diambil dari sumur gali. Bisa dikatakan hampir semua rumah di Pemaluan memiliki sumur gali yang diambil dari sungai Pemaluan. Salah seorang warga lainnya yang bernama Suhada (40) menceritakan, bahwa puluhan tahun, ia yang berprofesi sebagai petani tersebut menggantungkan hidup dan kebutuhan keluarganya dari sungai Pemaluan. Mulai dari kebutuhan sehari-hari, hingga tambahan penghasilan dari hasil tangkapan ikan dan udang sungai.

Namun kini, Suhada hanya bisa pasrah karena sungai Pemaluan telah mengalami kualitas penurunan air sejak proyek IKN (Ibu Kota Negara) mulai dikerjakan pada awal tahun 2022 lalu. Semenjak itu, air sungai menjadi berwarna kuning kecoklatan dan terlihat dangkal akibat banyaknya endapan lumpur di sekitar sungai. Padahal dulunya, banyak warga Pemaluan yang memanfaatkan sungai itu untuk kebutuhan sehari-hari ataupun mck (mandi cuci kakus). Sekarang, sungai Pemaluan itu hanya bisa dilihat tanpa bisa dimanfaatkan seperti dulu.

Akibatnya, warga Pemaluan pun terpaksa membeli air bersih ke pedagang air tandon yang memanfaatkan embung di sekitar perkampungan. Tentunya harga air bersih tersebut cukup mahal yaitu berkisar Rp 65 ribu sampai Rp 85 ribu per tandon ukuran 1200 liter. Sedihnya, air bagi warga Pemaluan bukan hanya mahal, namun juga sulit. Mereka harus berebut dengan permintaan perusahaan-perusahaan yang ada di IKN. Kebanyakan pedagang air lebih memilih mendistribusikan air ke proyek IKN karena dibeli dengan harga lebih mahal. Anehnya, pasokan air ke proyek IKN bersumber dari embung milik warga.

Permintaan air bersih semakin hari semakin meningkat seiring dikebutnya proyek IKN, ditambah lagi belum adanya PDAM untuk warga. Rata-rata proyek IKN membutuhkan air 7000 liter per harinya. Yang menyakitkan, kondisi krisis air bersih bagi warga sekitar akibat proyek IKN ini, tidak ditanggapi serius oleh pihak terkait seperti Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Asnawati Safitri yang ketika ditanya, ia meminta masalah tersebut dikonfirmasi ke Balai Wilayah Sungai (BWS).

BWS pun mengatakan bahwa nantinya akan dibangun bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sepaku yang diharapkan mampu menjangkau seluruh kawasan IKN dari PPU hingga Pemaluan. Namun belum pasti kapan bendungan itu dibangun dan sudah beroperasi. Warga sekitar tentu tidak bisa berharap banyak.

Dampak lainnya dari proyek IKN yang terkesan dikerjakan dengan terburu-buru ini adalah lonjakan penduduk di daerah dekat dengan wilayah IKN yaitu Balikpapan. Akibatnya, Balikpapan juga mengalami krisis air bersih. Sebelum ada IKN saja, Balikpapan sudah sering mengalami krisis air.

Kini dengan adanya proyek IKN dan jumlah penduduk yang meningkat, air bersih di Balikpapan pun terus mengalami krisis. Untuk mengatasi hal ini, Pemkot Balikpapan pun berencana melakukan desalinasi air payau di kawasan Balikpapan Barat. Desalinasi adalah proses mengubah air asin menjadi air minum dengan menghilangkan garam dan padatan lainnya dari air laut atau air payau.

Namun tentu saja biaya untuk mendesalinasi ini terbilang cukup mahal. Untuk pabrik desalinasi standar saja, biaya pembangunannya bisa memakan sekitar 300 juta dolar AS hingga 2,9 miliar dollar as atau setara dengan Rp 4,4 triliun-43,1 triliun. Pertanyannya, apakah pemerintah mau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk kesejahteraan rakyat?

Belum lagi dampak lingkungan dari desalinasi ini cukup membahayakan. Air garam yang dilepaskan mengubah salinitas dan menurunkan jumlah oksigen dalam air di lokasi pembuangan hingga bisa membunuh hewan yang tidak terbiasa dengan kadar garam yang lebih tinggi. Selain itu proses ini menghasilkan bahan kimia yang berbahaya seperti klorin, karbon dioksida, asam klorida, dan anti-skalen.

Semrawut?

Purwadi Purwoharsojo, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, angkat bicara mengenai minimnya ketersediaan air bersih di sekitar wilayah IKN. Menurut Purwadi pembangunan IKN yang tampak megah dan diiringi dengan anggaran besar, namun di saat yang bersamaan ada rakyat Balikpapan dan Pemaluan yang sangat berdekatan dengan daerah IKN justru harus berjuang setengah mati demi mendapatkan air bersih. Sudahlah mati-matian berjuang, warga pun harus membeli dengan harga cukup mahal ditengah kebutuhan pokok lainnya yang juga serba mahal.

Purwadi pun mengingatkan, pejabat publik mendapatkan gaji dari pajak rakyat. Sudah seharusnya membantu masyarakat dengan berbagai cara. Mereka seharusnya menjadi pelayan rakyat. Bukan justru malah ingin dilayani rakyat. Pernyataan Purwadi memang benar adanya. Fenomena banyaknya warga yang kesulitan dalam mengakses air bersih tidak hanya terjadi Provinsi Kaltim melainkan juga terjadi di daerah yang tergolong daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).

Sedangkan air adalah kebutuhan primer bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hajatnya. Jika tak ada air, kehidupan justru mengalami kekeringan bahkan mati. Hal seperti ini tentu kita hindari. Sungguh sayang di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme hari ini, kebutuhan primer seperti air malah dikapitalisasi oleh negara. Negara menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta yang tentunya asasnya adalah mencari keuntungan. Oleh karenanya, mengapa hari ini makin menjamurnya perusahaan-perusahaan air minum yang mengkapitalisasi sumber-sumber air.

Sungguh nampak tak ada empatinya negara ini terhadap kondisi rakyatnya. Alih-alih proyek IKN untuk menyejahterakan rakyat, justru keberadaannya membawa banyak dampak yang merugikan kehidupan. Mengapa pemerintah tidak menyelesaikan masalah-masalah besar di negeri ini seperti korupsi, pendidikan dan kesehatan yang mahal, kasus kriminalitas generasi dan seabrek masalah lainnya terlebih dahulu? Lantas patutkah kita bertanya untuk siapa sebenarnya IKN ini? Mengapa pengerjaannya terkesan terburu-buru sehingga hasilnya semrawut?

Pengelolaan Air dalam Islam

Dalam Islam, air adalah kepemilikan umum yang artinya haram diswastanisasi oleh individu atau sekelompok orang. Ini didasarkan oleh sabda Nabi, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api." (HR Ibnu Majah). Oleh karenanya, negara yang menerapkan sistem Islam wajib mengelola semua kepemilikan umum ini dan memberikan manfaatnya kepada rakyat.

Negara akan mengelola dan mendistribusikan air ke seluruh warganya baik di daerah perkotaan, maupun daerah yang tergolong 3T sekalipun dengan harga yang murah, berkualitas bahkan gratis. Negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang menghalangi rakyat untuk mengakses air bersih. Semua ini dilakukan negara karena air adalah kebutuhan primer manusia yang pemenuhannya wajib dipenuhi oleh negara. Kehebatan sistem Islam dalam mengelola dan mendistribusikan air pernah dicontohkan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid pada tahun 789M yang membangun waduk di bawah tanah yang berfungsi menampung air hujan dan jalur transportasi di kota Ramla.

Sementara itu, proyek pemindahan IKN juga tidak boleh merusak lingkungan atau malah merugikan warga sekitar seperti dengan adanya IKN, hutan dibabat atau kualitas air sungai jadi menurun. Hal ini jelas diharamkan oleh Islam karena termasuk berbuat kerusakan.

Allah Taala berfirman: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diciptakan dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (TQS Al-A'raf [7]: 56)

Alhasil, pemindahan IKN di dalam Islam memang tidak dilarang. Namun jika dalam pemindahannya menyebabkan kezaliman bagi rakyat maka hal ini jelas dilarang. Sudah semestinya umat Islam memiliki kesadaran politik terhadap masalah-masalah yang menimpa mereka dan mengembalikannya kepada sistem Islam. Sungguh ajaran Islam akan membawa kebaikan untuk semua kalangan jika diterapkan secara sempurna dalam institusi negara. Wallahu 'alam bis shawab.

Sumber: Habar Nusantara 12 Juli 2024 (https://katamedia.id/semrawutnya-proyek-ikn-padat-penduduk-hingga-krisis-air-bersih/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun