Namun tentu saja biaya untuk mendesalinasi ini terbilang cukup mahal. Untuk pabrik desalinasi standar saja, biaya pembangunannya bisa memakan sekitar 300 juta dolar AS hingga 2,9 miliar dollar as atau setara dengan Rp 4,4 triliun-43,1 triliun. Pertanyannya, apakah pemerintah mau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk kesejahteraan rakyat?
Belum lagi dampak lingkungan dari desalinasi ini cukup membahayakan. Air garam yang dilepaskan mengubah salinitas dan menurunkan jumlah oksigen dalam air di lokasi pembuangan hingga bisa membunuh hewan yang tidak terbiasa dengan kadar garam yang lebih tinggi. Selain itu proses ini menghasilkan bahan kimia yang berbahaya seperti klorin, karbon dioksida, asam klorida, dan anti-skalen.
Semrawut?
Purwadi Purwoharsojo, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, angkat bicara mengenai minimnya ketersediaan air bersih di sekitar wilayah IKN. Menurut Purwadi pembangunan IKN yang tampak megah dan diiringi dengan anggaran besar, namun di saat yang bersamaan ada rakyat Balikpapan dan Pemaluan yang sangat berdekatan dengan daerah IKN justru harus berjuang setengah mati demi mendapatkan air bersih. Sudahlah mati-matian berjuang, warga pun harus membeli dengan harga cukup mahal ditengah kebutuhan pokok lainnya yang juga serba mahal.
Purwadi pun mengingatkan, pejabat publik mendapatkan gaji dari pajak rakyat. Sudah seharusnya membantu masyarakat dengan berbagai cara. Mereka seharusnya menjadi pelayan rakyat. Bukan justru malah ingin dilayani rakyat. Pernyataan Purwadi memang benar adanya. Fenomena banyaknya warga yang kesulitan dalam mengakses air bersih tidak hanya terjadi Provinsi Kaltim melainkan juga terjadi di daerah yang tergolong daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).
Sedangkan air adalah kebutuhan primer bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hajatnya. Jika tak ada air, kehidupan justru mengalami kekeringan bahkan mati. Hal seperti ini tentu kita hindari. Sungguh sayang di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme hari ini, kebutuhan primer seperti air malah dikapitalisasi oleh negara. Negara menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta yang tentunya asasnya adalah mencari keuntungan. Oleh karenanya, mengapa hari ini makin menjamurnya perusahaan-perusahaan air minum yang mengkapitalisasi sumber-sumber air.
Sungguh nampak tak ada empatinya negara ini terhadap kondisi rakyatnya. Alih-alih proyek IKN untuk menyejahterakan rakyat, justru keberadaannya membawa banyak dampak yang merugikan kehidupan. Mengapa pemerintah tidak menyelesaikan masalah-masalah besar di negeri ini seperti korupsi, pendidikan dan kesehatan yang mahal, kasus kriminalitas generasi dan seabrek masalah lainnya terlebih dahulu? Lantas patutkah kita bertanya untuk siapa sebenarnya IKN ini? Mengapa pengerjaannya terkesan terburu-buru sehingga hasilnya semrawut?
Pengelolaan Air dalam Islam
Dalam Islam, air adalah kepemilikan umum yang artinya haram diswastanisasi oleh individu atau sekelompok orang. Ini didasarkan oleh sabda Nabi, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api." (HR Ibnu Majah). Oleh karenanya, negara yang menerapkan sistem Islam wajib mengelola semua kepemilikan umum ini dan memberikan manfaatnya kepada rakyat.
Negara akan mengelola dan mendistribusikan air ke seluruh warganya baik di daerah perkotaan, maupun daerah yang tergolong 3T sekalipun dengan harga yang murah, berkualitas bahkan gratis. Negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang menghalangi rakyat untuk mengakses air bersih. Semua ini dilakukan negara karena air adalah kebutuhan primer manusia yang pemenuhannya wajib dipenuhi oleh negara. Kehebatan sistem Islam dalam mengelola dan mendistribusikan air pernah dicontohkan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid pada tahun 789M yang membangun waduk di bawah tanah yang berfungsi menampung air hujan dan jalur transportasi di kota Ramla.
Sementara itu, proyek pemindahan IKN juga tidak boleh merusak lingkungan atau malah merugikan warga sekitar seperti dengan adanya IKN, hutan dibabat atau kualitas air sungai jadi menurun. Hal ini jelas diharamkan oleh Islam karena termasuk berbuat kerusakan.