Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lingkunganku Dirusak oleh Tambang Ilegal yang Marak

14 Juli 2024   20:37 Diperbarui: 14 Juli 2024   21:26 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lingkunganku Dirusak oleh Tambang Ilegal yang Marak

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

Baru menginjak awal tahun 2024, rakyat sudah dibuat resah dan marah oleh beberapa oknum penambang ilegal yang jika dibiarkan akan merusak lingkungan dan menghilangkan salah satu mata pencaharian mereka. Peristiwa ini terjadi di Spontan, Dusun Sukodadi, Kelurahan Mangkurawang, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Beberapa warga Spontan yang didominasi oleh kaum emak-emak mengadakan aksi unjuk rasa untuk menghentikan paksa aktivitas tambang ilegal di wilayahnya. Area pertambangan yang berjalan sejak awal tahun tersebut itu, telah mendekati pemukiman warga. Mereka takut akan terjadi banjir di pemukiman jika hujan deras mengguyur.

Warga pun merasa geram dikarenakan melihat kerusakan lingkungan yang berdampak hilangnya daerah resapan air pertanian. Apalagi pertanian adalah salah satu mata pencaharian mereka yang dampaknya telah mereka rasakan yaitu keringnya sawah mereka. Warga merasa heran terhadap impian pemerintah, utamanya Pemerintah Kutai Kartanegara yang akan mewujudkan lumbung pangan namun yang terjadi di lapangan justru banyak aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan dan berimbas dampak lingkungan beserta limbahnya yang mematikan sektor pertanian.

Warga juga menolak upaya mediasi dan akan membuat laporan perusakan lingkungan kepada aparat terkait hingga ke bupati jika tidak ada tindakan konkret untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal ini. Aksi tolak tambang tersebut dihadiri Lurah Mangkurawan, Camat Tenggarong, Polsek Tenggarong hingga Koramil Tenggarong. Camat Tenggarong, Sukono mengatakan pihaknya melakukan negosiasi antara warga dan penambang ilegal. Hasil kesepakatannya, penambang ilegal diberi waktu untuk mneyelesaikan dan menutup lubang yang telah mereka gali. Kesepakatan ini diberi tenggat waktu lima hari. Setelah itu tidak ada lagi kegiatan tambang menambang. Selama kesepakatan tersebut, pihak Koramil dan Polsek Tenggarong akan melakukan pengawasan.

Lingkunganku Dirusak

JATAM Kaltim merasa kecewa terhadap keputusan yang diambil oleh Camat Tenggarong, jajaran Polsek dan Koramil dalam menyikapi aksi protes warga terkait aktivitas tambang ilegal pada (Rabu 31/1/2024) lalu. Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari mengatakan, seharusnya pemerintah kecamatan dan aparat penegak hukum bisa mengambil langkah tegas terhadap tambang batu bara yang berjalan tanpa izin tersebut. Hal ini karena adanya tambang ilegal tersebut telah melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerbal).

Mareta juga menekankan bahwa masyarakat seharusnya tidak perlu melaporkan terlebih dahulu untuk menangani perkara penambangan ilegal ini. Begitupun aparat yang sudah semestinya langsung bertindak tanpa perlu intruksi karena penambangan ilegal ini telah terbukti melanggar undang-undang dan mengancam eksistensi kehidupan warga. Sedangkan menempuh jalur mediasi dengan para pelaku penambang ilegal, sejatinya sama saja dengan menyetujui terjadinya tindakan penambangan batubara tanpa izin. "Seharusnya tidak dalam tahapan mediasi karena ini tindakan ilegal, sama seperti pencurian, barang buktinya sudah ada harus ditindak," tegas Mareta mengakhiri

Aktivitas tambang baik legal maupun ilegal sesungguhnya telah merusak lingkungan dan merampas ruang hidup warga. Telah banyak kejadian yang membuktikan hal ini. Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan bahwa telah terjadi 2.710 kejadian berkaitan dengan konflik agraria (2015-2022), berdampak pada 5,8 juta hektar tanah yang menjadi sumber penghidupan sekitar 1,7 juta keluarga. Sedikitnya ada 1.615 warga ditangkap polisi dan dikriminalisasi karena mempertahankan ha katas tanahnya dan 77 orang menjadi korban penembakan.

Sepanjang 2020 juga, JATAM mencatat terjadi 45 konflik tambang yang mengakibatkan 69 orang dikriminalisasi dan lebih dari 700.000 hektar lahan rusak. Di mana ada tambang disitu ada penderitaan warga sekitar dan kerusakan lingkungan. Masih menurut JATAM, ada sekitar 44% daratan Indonesia telah diberikan untuk sekitar 8.588 izin usaha tambang. Jumlah itu seluas 93, 6 juta hektar atau setara  dengan empat kali lipat dari luas Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Aktivitas penambangan yang telah merampas ruang hidup rakyat dan merusak lingkungan ini tentu tak bisa dianggap remeh. Tidak adanya tindak tegas dari lembaga penegak hukum dan lambannya penguasa dalam merespon peristiwa ini bahkan mementingkan upaya mediasi padahal jelas telah melanggar, nampak membuktikan bahwa adanya persekongkolan antar penguasa dan pengusaha untuk melindungi aktivitas tambangnya.

Begitupun warga yang berunjuk rasa menolak aktivitas penambangan ilegal ini, mereka pasti telah merasakan lingkungannya yang terdampak. Padahal untuk mencegah kerusakan lingkungan, seharusnya dari awal pemerintah tidak memberikan izin atau mengawasi wilayahnya dari penambangan yang merampas ruang hidup warganya. Akan tetapi jika malah kecolongan bahkan aktivitas penambangannya telah berlangsung lama, apakah berarti ada andil dari penguasa yang meloloskan penambangan tersebut? Tentunya para pelaku penambangan ilegal tersebut merasa bebas, nampak tidak peduli dan mengabaikan dampaknya terhadap lingkungan yang menyusahkan masyarakat. Selagi keuntungan besar didapat, maka segala cara bisa dilakukan.

Sejatinya, penambangan ilegal ini adalah akibat dari penerapan sistem demokrasi kapitalis sekular yang diterapkan negara hari ini. Sistem demokrasi di negara ini telah melahirkan berbagai peraturan dan undang-undang yang justru mendukung para kapitalis tersebut untuk menguasai tambang. Seperti UU No. 3 Tahun 2020 pasal 35a tentang pertambangan minerba yang menghapus ketentuan pidana bagi aktivitas tambang yang tidak berbadan hukum namun pidana diberlakukan hanya pada pelaku individu saja. Akibatnya UU ini seakan telah memberikan karpet merah bagi pihak asing dan swasta untuk menguasai tambang di Indonesia.

Inilah akar permasalahan maraknya tambang ilegal dan legal yang merusak lingkungan dan merampas ruang hidup masyarakat yaitu sistem demokrasi kapitalis sekular yang meminggirkan agama dalam mengatur kehidupan. Sistem ini telah meniscayakan kebebasan kepemilikan yang berdampak pada penguasaan sumber daya alam oleh individu atau segelintir orang. Pengelolaan SDA yang mestinya dikuasai oleh negara dan dinikmati hasilnya oleh rakyat, justru diserahkan kepada perusahaan swasta atau asing sehingga kesenjangan antar orang miskin dan kayak semakin lebar.

Negara hanya mendapatkan keuntungan SDA nya dari pajak-pajak perusahaan tambang tersebut sedangkan investor tambang tersebutlah yang menikmati keuntungan besar. Alhasil tambang ilegal sangat sulit diberantas dan kalau pun diberantas tetap akan menguntungkan pelaku tambang atau bahkan tambang tersebut akan tetap berjalan asal lancar memberikan pajak.

Tambang dalam Islam

Dalam Islam, barang-barang tambang seperti emas, batubara, nikel, minyak, gas dan sebagainya dikelola sepenuhnya oleh negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat dalam bentuk jaminan kebutuhan pokok, fasilitas kesehatan, pendidikan dan keamanan yang disediakan secara murah dan berkualitas. Sebagaimana hadis Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam "Sesungguhnya umat Islam berserikat dalam tiga perkara: air, api dan padang gembalaan." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam hadits tersebut tambang disifati sebagai api yang umat Islam berserikat untuk memilikinya. Oleh karena itu seluruh sumber daya alam yang ada di suatu negara adalah milik rakyat dan Negara haram menyerahkan kepada individu a au segelintir orang saja melainkan wajib mengembalikan hasil tambang untuk kesejahteraan rakyat.

Pengelolaan tambang juga harus sesuai dengan mekanisme syariat yang tidak boleh merusak lingkungan apalagi sampai merampas tanah warga. Rasulullah saw., bersabda "Barangsiapa mengambil hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka akan dikalungkan ke lehernya pada hari kiamat nanti seberat tujuh lapis bumi." (HR Bukhari dan Muslim).

Namun negara tetap boleh memperkerjakan rakyat untuk membantu proses pengelolaan tambang dengan status sebagai pekerja bukan pemilik tunggal seperti yang terjadi sekarang. Pertambangan yang dikelola negara juga pastinya sesuai kebutuhan, bukan menurut kerakusan kapitalis. Demikianlah cara Islam dalam mengurusi rakyatnya dan menjaga lingkungan. Aturan-Nya tentu berdampak baik jika diterapkan. Namun jika dicampakkan, maka kerusakan dan kezaliman akan terus terjadi. Alhasil semoga tahun 2024 ini menjadi momentum persatuan umat Islam dalam melengserkan sistem kapitalisme yang rusak dan merusak kemudian menerapkan sistem Islam sebagai sistem alternatif yang memberikan kemulian hidup untuk seluruh alam. Sungguh hal tersebut tidak akan lama lagi. Wallahu 'alam bis shawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun