Namun jika jumlah penganggurannya masih di angka ribuan dan malah mengutamakan tenaga kerja asing, bisa kah kita berharap akan terwujud SDM yang berkualitas di tahun 2045? Apa sesungguhnya akar masalah dari buruknya tata kelola tenaga kerja di negeri ini?
Tenaga Kerja Asing Dipersilahkan
Langkanya lapangan kerja atau pengangguran yang semakin meningkat ternyata tidak hanya terjadi di Kutim melainkan juga di daerah lain yang masih di wilayah Kaltim. Seperti yang terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara yang jumlah penganggurannya masih terbilang tinggi. BPS Kukar mencatat pada tahun 2022 saja, terdapat 20.400 pengangguran di Kabupaten Kukar. Jumlah tersebut adalah 5,7 persen dari sekitar 729.000 penduduk Kukar. Sedangkan warga Kukar yang memiliki kartu pencari kerja, jumlahnya hanya mencapai 10.989 orang.
Padahal potensi kekayaan alam yang dimiliki Kukar sungguh sangat banyak dari bidang perkebunan maupun bidang pertambangan, Namun anehnya pihak terkait di Kukar seperti Dinas Pertanian dan Dinas Pemuda dan Olahraga Kukar hanya memberikan pelatihan kerja seperti tata boga, menjahit dan bengkel las kepada warga.
Tentu pekerjaan-pekerjaan tersebut sangat jauh dari potensi yang dimiliki Kukar dan malah diserahkan kepada investor asing yang ujung-ujungnya akan cenderung kepada tenaga kerja asing. Begitupun yang terjadi di daerah Kutim. Inilah akar masalah yang tidak banyak diperhatikan oleh berbagai pihak. Jika pengangguran sudah semakin banyak dan tenaga kerja asing yang lebih dipilih, bukan tidak mungkin kemiskinan juga meningkat dan akibat buruknya kasus kriminal karena permasalahan ekonomi juga menghantui. Inilah yang tidak kita inginkan.
Sejatinya permasalahan pengangguran atau banyaknya tenaga kerja asing yang mendominasi adalah permasalahan sistemik yang artinya permasalahan ini disebabkan karena buruknya tata kelola sistem yang diterapkan di negara ini. Sistem tersebut adalah sistem sekuler kapitalistik yang memisahkan agama dari kehidupan dan cenderung hanya mencari materi (keuntungan) di setiap kebijakan yang dikeluarkan untuk mengatur rakyat terutama dalam hal ke-tenagakerjaan ini.
Sistem ini juga telah membuat negara hanya berperan sebagai regulator (pembuat aturan) antar rakyat dengan pemilik modal. Pemilik modal dengan spiritnya yang kapitalistik tentu hanya ingin perusahaanya dikelola oleh orang-orang yang berasal dari negeri mereka. Kalau pun ingin memakai tenaga kerja lokal, biasanya hanya ditempatkan di bagian pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan pengelolaan perusahaan. Seperti menjadi satpam, cleaning service dan sebagainya.
Selain itu kekayaan SDA yang melimpah dan beragam justru kepemilikannya oleh negara diserahkan kepada pihak asing atau swasta. Akhirnya hasil kekayaan SDA hanya dinikmati segelintir orang atau hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja.Â
Sementara rakyat justu harus berjuang mati-matian bahkan bersaing dengan warga negara asing demi bertahan hidup di negerinya sendiri yang katanya "kaya".Â
Inilah beberapa akar masalah dari carut marutnya permasalahan tenaga kerja. Rakyat yang notabene adalah pemilik SDA asli justru dikucilkan perannya oleh pemerintah. Jika sudah begini masihkah kita berharap persoalan tenaga kerja ini akan tertuntaskan di sistem sekuler nan kapitalistik ini? Apakah Islam memiliki solusi terhadap permasalahan ini?
Lapangan Kerja dalam Islam