Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

IKN Elit Air Bersih Sulit

6 Juni 2024   21:48 Diperbarui: 7 Juni 2024   00:35 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan Purwadi sungguh sangat nyata adanya karena fenomena sulitnya warga Kaltim dalam mengakses air bersih tidak hanya di tiga daerah yang disebutkan di atas. Melainkan juga masih banyak daerah-daerah yang menjadi bagian dari Kaltim namun belum menikmati air bersih. Padahal Kaltim merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, namun ironinya selama bertahun-tahun, rakyatnya masih berjuang mati-matian demi mendapatkan air bersih.

Ini baru bicara kesulitan air bersih di Provinsi Kalimantan Timur. Bagaimana dengan daerah-daerah terpencil lainnya di Indonesia? Tentu mereka pun mengalami hal yang sama. Padahal sejatinya, air adalah kebutuhan primer bagi manusia dan sumber kehidupan makhluk hidup. Tanpa air, makhluk hidup bisa kekeringan bahkan mati. Namun sayangnya, di negara yang menerapkan sistem kapitalisme hari ini, berbagai kebutuhan rakyat seperti halnya pengelolaan air, selalu dikapitalisasi dengan diserahkan pengelolaannya kepada pihak korporasi atau swasta.

Pihak korporasi tentunya hanya mencari keuntungan tanpa menilai halal dan haram. Alhasil rakyat pun mau tak mau merogoh kocek lebih dalam demi mendapatkan 'seember' air. Contoh kapitalisasi air ini dapat kita lihat bagaimana untuk mendapatkan air yang layak konsumsi, rakyat harus membelinya kepada perusahaan-perusahaan air minum atau PDAM. Dengan asas kapitalis, wajar negara kemudian memberikan izin kepada perusahaan ini untuk mengelola dan mendistribusikan air kepada masyarakat secara berbayar. Sementara itu perusahaan-perusahaan air minum juga semakin menjamur.

Kualitas air yang didapat rakyat pun juga tak sebanding dengan mahalnya biaya yang mesti mereka bayar. Sudah banyak rakyat yang mengeluh akan kualitas air yang semakin menurun. Seperti air yang keruh, kekuningan, dan tak layak untuk digunakan. Bahkan penyebab kualitas air yang menurun ini tak terlepas dari tambang-tambang ilegal atau perampasan lahan warga oleh mafia-mafia tanah dan oligarki. Namun anehnya, pemerintah nampak tak bergigi dalam memberantas tambang-tambang ilegal yang aktivitasnya telah membuat rusak sumber air untuk masyarakat.

Inilah akar masalah dari sulitnya warga mengakses air bersih. Yaitu paradigma kapitalis nan liberalis yang membuat negara hanya sekedar menjadi fasilitator antar rakyat dan industri swasta. Dalam sistem kapitalis, rakyat hanya dianggap sebagai objek materi yang berfungsi memperkaya APBN negara beserta jajaran pemerintahnya. Sementara di saat yang bersamaan, pemerintah malah dengan sukarela menyerahkan kekayaaan alam yang begitu besarnya kepada swasta dan asing. Kalau sudah begini, masihkah rakyat berharap bisa mendapatkan air bersih secara berkualitas dan murah jika watak kapitalis sekuler nan liberalis ini masih diterapkan oleh negara?

Air dalam Islam

Dalam Islam, air adalah kepemilikan umum yang artinya haram diprivatisasi oleh individu atau segelintir orang. Negara wajib mengelola semua kepemilikan umum ini dan memberikan manfaatnya kepada rakyat. Rasulullah saw., bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api." (HR Ibnu Majah). Oleh karenanya negara akan mengelola dan mendistribusikan air ke seluruh rakyat baik di daerah perkotaan, pedesaan atau daerah terpencil sekalipun dengan harga yang murah, berkualitas bahkan bisa gratis. Negara juga akan melarang siapapun yang memonopoli atau menghalangi rakyat dari mendapatkan air dan akan memberikan sanksi tegas bagi yang berani melakukannya. Semua ini dilakukan negara karena air adalah kebutuhan primer manusia yang pemenuhannya wajib dipenuhi oleh negara.

Kehebatan sistem Islam dalam mengatur pengelolaan dan pendistribusian air pernah dicontohkan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid pada tahun 789M yang membangun waduk di bawah tanah yang berfungsi penampung air hujan dan jalur transportasi di kota Ramla. Sampai saat ini waduk tersebut menjadi situs sejarah yang dikagumi dunia dan memberi manfaat bagi penduduk kota. Ada juga khalifah yang bernama Fannakhusru bin Hasan yang berkuasa pada masa kekhilafahan Abbasiyah yaitu pada tahun 324-372H, yang banyak membangun bendungan untuk mencegah krisis air.

Semua ini merupakan gambaran dari fungsi kepemimpinan dalam Islam yang berdiri di atas asas keimanan dan pelaksanaannya yang dibimbing oleh syariat. Bukan asas kapitalis dan pelaksanaanya yang liberal seperti hari ini. Para pemimpin Islam benar-benar menjaga dirinya dari berbuat zalim kepada rakyat dan berfungsi sebagai pengurus dan penjaga bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Hal ini dilakukan karena mereka paham tentang sabda Rasulullah saw.,
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari). Alhasil hanya dengan Islamlah, solusi air bersih dapat dituntaskan dan kesejahteraan pun akan dirasakan oleh seluruh makhluk hidup di muka bumi. Wallahu 'alam bis shawab.

Sumber: Koran Swara Kaltim Edisi 3 Juni 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun