Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UKT Melejit, Mahasiswa Menjerit

17 Agustus 2023   20:49 Diperbarui: 17 Agustus 2023   20:57 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UKT Melejit, Mahasiswa Menjerit

Oleh : Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)

Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan sumber daya manusia. Setiap manusia yang hidup di dalam negaranya berhak mengenyam pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Tentunya kebebasan mengenyam pendidikan ini dijamin oleh Negara secara murah dan berkualitas karena pendidikan merupakan aspek penting untuk memajukan peradaban bangsa. Namun apa jadinya jika pendidikan justru berbiaya mahal, sulit diakses oleh rakyat dan nampak tidak berkualitas?

Fenomena pendidikan yang mahal dan sarana dan prasarana yang kurang memadai untuk menunjang pendidikan merupakan salah satu dari sekian ribu permasalahan yang dialami oleh rakyat. Buktinya sebagian besar mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi mengaku bahwa nominal UKT yang didapat selalu tidak sesuai dengan kondisi ekonomi. Keluhan mereka terkait biaya UKT yang mahal tentu tidak bisa disalahkan karena biaya hidup saat ini yang juga mahal.

Hasil sensus pada tahun 2020 juga menunjukkan hanya 8,5% penduduk Indonesia yang berhasil tamat kuliah. Pada Juni 2021 hanya 0,02% penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga S3 lalu pada Juni berikutnya tahun 2022 hanya 6% warga Indonesia yang berpendidikan tinggi sementara 65% hanya tamatan SMP. Fakta-fakta ini tentu membuat hati sesak dan terkejut. Padahal jumlah penduduk Indonesia berjumlah 270 juta jiwa namun yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi justru tidak sampai separuh dari jumlah penduduk. Bagaimanakah ini? Bukankah pendidikan merupakan amanat UUD (Undang-Undang Dasar) pasal 31 yang penyelenggaraannya dan pembiayaanya wajib dipenuhi oleh Pemerintah?

Pendidikan Menjadi Sektor Bisnis

Penyebab mahalnya biaya pendidikan saat ini sesungguhnya merupakan hasil dari kesepakatan bersama tentang perdagangan jasa GATS (General Agreement of Trade in Services) dari WTO (World Trade Organization) yang merupakan organisasi perdagangan dunia. Indonesia sendiri secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua kesepakatan yang dihasilkan oleh WTO telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Salah satu kesepakatan yang dihasilkan dari WTO ini adalah pendidikan menjadi salah satu dari 12 komoditas (barang dagangan). Dengan demikian para investor bisa menanamkan modalnya di sektor pendidikan terutama di pendidikan tinggi untuk mendapat keuntungan.

Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa pendidikan ditetapkan sebagai bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing. Hal ini lah yang menyebabkan biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi mahal. Negara memandang pendidikan sebagai basis perdagangan dengan menggunakan prinsip GATS. Akibatnya pendidikan mengalami liberalisasi yang menjurus pada privatisasi pendidikan dan menyebabkan terjadinya komersialisasi secara global. Bagi perguruan tinggi negeri standar pembiayaan kuliah yang dipakai merujuk pada Permendikbud No. 55 Tahun 2013 Pasal 1 Ayat 3 yang menyatakan bahwa Uang Kuliah Tunggal (UKT) merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya.

Kebijakan Kampus Merdeka yang ditetapkan oleh Kemendikbud juga menjadi akar masalah biaya UKT yang mahal. Kebijakan ini menuntut setiap perguruan tinggi untuk membiayai  pendidikannya secara mandiri atau bekerja sama dengan industri untuk menjalankan pendidikan. Industri atau pengusaha berhak mengatur setiap kebijakan yang dihasilkan oleh PT (Perguruan Tinggi) seperti mengadakan jurusan baru untuk memenuhi permintaan industri, menjalin kerja sama magang selama dua semester (setahun), dan sebagainya. Akhirnya pemerintah menjadi lepas tangan dan hanya sekedar menjadi fasilitator antara perguruan tinggi dan industri.

Mahasiswa tentu terkena getah hasil liberalisasi dan komersialisasi pendidikan ini. Mereka hanya bisa pasrah sembari mencari jalan keluar agar mereka tetap bisa berkuliah seperti sambil bekerja. Bahkan banyak diantara mereka yang terpaksa menjual diri untuk memenuhi biaya UKT dan hidup di perantauan. Tidak jarang juga yang memilih jalan bunuh diri karena diduga stress memikirkan biaya UKT seperti yang baru saja terjadi sebulan silam. Semua fakta ini sudah seharusnya menjadi alarm keras bagi Penguasa untuk memperhatikan kondisi rakyatnya. Saat menjabat dan dilantik sebagai pemimpin, mereka telah bersumpah di bawah kitab suci Al-Qur'an untuk menjalankan kepemimpinan secara baik dan adil. Namun mengapa realitas yang terjadi di lapangan justru memperlihatkan fakta yang sebaliknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun