Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyingkap Kampanye Feminisme dalam Film Yuni

18 Februari 2023   18:14 Diperbarui: 18 Februari 2023   18:14 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyingkap Kampanye Feminis dalam Film Yuni

Oleh : Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi Samarinda)

Kampanye ide feminisme terus digencarkan oleh berbagai media salah satunya melalui film berjudul Yuni yang tayang pada Desember 2021 lalu. Film ini disambut hangat oleh Kemendikbudristek sebagai bentuk apresiasi terhadap perfilman di tanah air. 

Film Yuni menyentil sebagian masyarakat Indonesia yang masih mengadopsi budaya patriarki terutama dalam ranah pendidikan. Film ini menceritakan tentang seorang remaja bernama Yuni yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi namun cita-citanya terhalang karena ia dilamar oleh seorang lelaki yang tak ia kenal. Situasi semakin pelik karena masyarakat tempat Yuni dilahirkan menganggap pamali atau terjadi malapetaka jika seorang perempuan menolak lamaran lelaki.

Film ini juga menyuguhkan sebuah fakta yang terjadi di Indonesia yaitu masih banyak perempuan yang terpaksa menikah saat masih duduk di bangku SMA disebabkan beberapa faktor. Menurut Kamila selaku sutradara film Yuni, masih banyak di Indonesia yang menganggap bahwa perempuan tidak wajib mengenyam pendidikan tinggi dan sebagian masyarakat masih terjebak dalam pemahaman bahwa perempuan hanya layak mengisi ranah kerumahtannggaan sementara laki-laki mempunyai keistimewaan untuk mengatur hidupnya. Kamila Andini mengkritik bahwa di masa kini hak untuk memperoleh pendidikan antara laki-laki dan perempun masih belum setara.

Hal inilah yang menjadi alasan bagi Kamila Andini untuk mengangkat tema ini dalam sebuah film. Harapannya film Yuni dapat menghilangkan budaya patriarki pada sebagian masyarakat Indonesia dan tidak ada lagi diskriminasi yang dialami wanita. Namun benarkah perempuan sejak dulu mengalami diskriminasi? benarkah kehidupan perempuan hanya seputar urusan rumah dan dapur? Bagaimana Islam memandang peran perempuan?

Menyingkap Bahaya Ide Feminis

Pada zaman dahulu sebelum Islam datang, kaum perempuan hanya dipandang sebagai objek seksual dan dianggap rendah. Di Cina misalnya kaum perempuan sering mendapat perlakuan yang tidak wajar dan dijual sebagai budak. Begitupun di Yunani dan Arab jahiliyah zaman dahulu yang hanya menjadikan perempuan sebagai objek pemuas kaum laki-laki. Singkatnya gerakan feminisme lahir akibat dendam dan frustasi terhadap sejarah Barat yang tidak pernah memihak kaum perempuan.

Atas dasar inilah muncul gerakan kebangkitan perempuan untuk meninggikan hak-hak perempuan dan menuntut kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan di bawah kendali PBB dan Amerika. Isu feminisme terus digencarkan ke seluruh negeri, forum-forum besar antarnegara, konferensi HAM bahkan sampai menyerang sebagian ajaran Islam sehingga banyak diantara muslimah yang sepakat dengan ide feminisme sebagai "penyelamat perempuan" dan melindungi hak perempuan.

Jika ditelisik lebih dalam,  ide feminisme merupakan produk liberalisme dan sekulerisme yang telah merusak tatanan masyarakat dan menyebabkan lahirnya berbagai permasalahan sosial seperti freesex, childfree, waithood, pelecehan seksual, dan L68T.  Liberalisme (hidup bebas tanpa terikat aturan agama) dan sekulerisme (mencampakkan aturan agama dari kehidupan) telah menyebabkan sebagian besar perempuan bersikap individualis dan hedonis. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ide feminisme menuntut kebebasan bagi perempuan tanpa terikat dengan aturan agama. Perempuan dianggap berdaya dan mapan jika ia bisa menjalani hidup secara mandiri tanpa ketergantungan dengan laki-laki.

Dampak bahaya feminisme ini semakin terlihat nyata ketika melihat sebuah fenomena kemerosotan moral yang sedang terjadi di negeri ini. Pergaulan yang tidak terjaga, zina terjadi dimana-mana, aborsi dilegalkan, angka gugat cerai meningkat, maraknya fenomena single parents dan lain sebagainya. Semua ini bermuara pada kebebasan yang menjadi tujuan bagi kaum perempuan. Belum lagi sikap para kaum feminis yang selalu menggugat dan mengubah-ubah syariat Islam seputar perempuan, seperti pembagian waris, pakaian, poligami, sunat perempuan, kepemimpinan laki-laki atas perempuan, serta peran perempuan sebagai ibu rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun