Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkara Minyak Bikin Ribut, Mahasiswa Gak Boleh Luput

22 Maret 2022   18:24 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:29 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkara Minyak Bikin Ribut, Mahasiswa Gak Boleh Luput

Oleh : Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)

Baru menginjak awal Maret tahun 2022, Indonesia sudah mengalami krisis pangan. Salah satu sembilan bahan pokok yang mengalami krisis, yaitu minyak mulai mengalami kelangkaan di penjuru tanah air.

Krisis ini membuat rakyat semakin susah karena banyak ditemui di beberapa minimarket mereka rela antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan satu buah minyak dengan harga murah. 

Antrian ini bahkan menelan korban yang salah satunya terjadi di kota Samarinda yaitu seorang ibu yang meninggal karena kelelahan. (Sumber: TribunKaltim.co, 15/3/2022)

Tentu kita bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal Indonesia adalah negara dengan penghasil CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia dengan produksi mencapai 46 juta ton. Sedangkan kebutuhan minyak bagi rumah tangga dan perusahaan hanya sekitar 18 juta ton. 

Sebagian CPO kemudian diekspor ke luar negeri dan ketika di dalam negeri mengalami kekosongan CPO, banyak pabrik yang tidak produksi dan saat itulah stok minyak menjadi langka. 

Penyebab lainnya adalah ketika menentukan harga minyak, Indonesia mengikuti harga CPO dunia yang pada saat itu mengalami kenaikan sehingga banyak diantara perusahaan-perusahaan yang mengekspor minyak ke luar negeri hanya untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa peduli rakyat di dalam negeri mengalami kesusahan untuk mendapatkan minyak.

Rakyat juga banyak yang menduga bahwa adanya praktik penimbunan minyak karena setelah kebijakan HET (Harga Eceran Tertinggi) atau subsidi dicabut Pemerintah, minyak mulai beredar di pasar-pasar padahal sebelumnya minyak mengalami kekosongan di seluruh pasar. 

Penyebab penimbunan ini diduga kuat karena penguasaan bahan baku minyak dikuasai oleh segelintir produsen atau pengusaha bukan negara. Sekelompok pengusaha tersebut saling bekerja sama untuk mengeruk keuntungan dan memainkan harga pasar. 

Ketua KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) mengungkapkan bahwa hampir 50% pangsa pasar minyak goreng di dalam negeri dikuasai oleh empat produsen besar. Para pelaku usaha ini lah yang mengelola perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO, dan produsen minyak goreng. (Sumber: Buletin Kaffah, 18/3/2022).

Islam dan Krisis Pangan

Kelangkaan minyak, kenaikan harga minyak, kenaikan harga bahan-bahan pokok lainnya yang selalu terjadi setiap tahun menjelang momen perayaan tertentu menimbulkan spekulasi bahwa negara seakan tidak pernah melayani kebutuhan rakyat. Posisi negara hanya sebagai pedagang yang menjajakan bahan-bahan pokok kepada rakyat. 

Rakyat hanya dipandang sebagai konsumen yang dipaksa mengikuti seluruh kebijakan harga yang telah ditetapkan. Belum lagi sistem kapitalisme sekuleris yang diterapkan dalam sistem perekonomian menjadikan setiap individu hanya memikirkan materi dan meraih untung sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan halal dan haram.

Islam bukan sekedar agama ritual yang mengatur hubungan peribadahan. Namun Islam juga mengatur seluruh sistem kehidupan salah satunya sistem ekonomi. 

Imam al-Ghazali dalam kitabnya Al-Iqtishad fi al-I'tiqad mengatakan, "Agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar. Agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak punya pondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga niscaya akan musnah." Inilah yang harus disadari oleh negara agar kembali kepada perannya sebagai pelayan umat, bukan sebagai pedagang.

Dalam sistem Islam (Khilafah) negara tidak boleh mengekor kepada negara lain di dunia dalam hal perekonomian. Islam mengatur pendistribusian kebutuhan pokok kepada masyarakat dengan melarang praktik curang dalam hal berdagang seperti mengurangi timbangan, mematok harga, menimbun dan menipu. Penetapan harga diserahkan sesuai harga pasar dan tidak boleh dikendalikan oleh pedagang, pengusaha bahkan negara. 

Negara harus bertanggung jawab dalam memeriksa seluruh kebutuhan pangan sampai kepada masyarakat dan memastikan tidak adanya praktik penimbunan dengan ketat mengawasi pendistribusian minyak goreng di perusahaan atau pedagang dan melarang pengeksporan suatu barang yang mengalami kelangkaan. Negara wajib menghukum para pelaku monopoli perdagangan dengan sanksi yang tegas karena fungsi Negara menurut Islam adalah menjaga keamanan dan ketertiban di seluruh aspek salah satunya dalam hal perdagangan.

Negara juga mengatur kepemilikan suatu lahan yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Bukan diserahkan atau dimiliki oleh swasta. 

Dalam hal ini kelapa sawit merupakan lahan kepemilikan umum karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Minyak dalam hal ini disifatkan sebagai api dan maksud hadis di atas manusia berserikat kepada tiga hal tersebut bukan karena zatnya, namun karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan orang banyak dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih dalam mencarinya. Dengan demikian tiga hal ini tidak bisa dimiliki oleh seseorang atau sebagian saja sementara sebagian yang lain dihalangi. (Sumber : Al-Wa'ie.id / 2019)

Solusi Khilafah untuk mengatasi harga yang melonjak adalah dengan menambah pasokan, jika perlu dengan mendatangkan dari wilayah lain. Hal ini pernah dipraktikan Khalifah Umar bin Khattab ketika terjadi paceklik yang berakibat kelangkaan dan melonjaknya harga di Hijaz, Khalifah Umar ra tidak mematok harga namun Ia mendatangkan barang dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga harga turun.

Oleh sebab itulah sistem ekonomi Islam ini hanya bisa diterapkan dalam negara Khilafah yang mewujudkan ketaatan kepada Allah dan kebaikan bagi rakyat. Negara dalam Islam tidak berasaskan keuntungan, sehingga tidak akan terjadi kasus ekspor dan impor yang menguntungkan satu pihak dan menyengsarakan orang banyak.

Mahasiswa Gak Boleh Luput

Banyaknya permasalahan yang terjadi di tanah air akhir-akhir ini seperti pemindahan IKN, kelangkaan minyak goreng, Wadas, dll tidak kunjung membuat mahasiswa bergerak kembali melakukan aksi bahkan hanya menganggap seperti angin lalu. Respon mereka terhadap isu-isu yang terjadi di dalam negeri semakin menurun. 

Walaupun masih ada sebagian mahasiswa yang melakukan aksi turun ke jalan dalam merespon persoalan minyak namun hal itu hanya dilakukan segelintir dari mereka. Ini sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan aksi mereka yang berapi-api saat merespon polemik omnibus law dan kenaikan BBM di tahun-tahun sebelumnya.

Mahasiswa adalah penyambung lidah masyarakat. Di pundaknya terdapat amanah bagaimana menentukan arah bangsa dan membina masyarakat. Mars Mahasiswa yang selalu digaungkan setiap saat seolah kini tenggelam oleh kesibukan mereka dalam mengejar IPK, berkutat dengan tugas-tugas kuliah dan hanyut dalam permasalahan-permasalahan pribadi mereka. 

Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan karena mahasiswa adalah salah satu harapan masyarakat di tengah kebijakan-kebijakan dzalim yang selalu dikeluarkan oleh pemerintah dan menyakiti hati seluruh rakyat.

Dengan demikian mahasiswa tidak boleh luput dari perannya sebagai seorang Muslim yang menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran dengan cara berdakwah kepada masyarakat, menggengam erat agamanya dan menyadarkan umat bahwa solusi atas seluruh permasalahan yang terjadi di dalam negeri adalah kembali kepada Islam. 

Allah SWT berfirman "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh perbuatan yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS Ali 'Imran ayat 104). Wallahu 'alam.                                                                  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun