Aku tidak bisa melupakan kejadian enam tahun lalu, saat itu umurku sudah menginjak 10 tahun, cukup untuk mengingat semua kejadian menyeramkan dengan sangat jelas, dan sampai sekarangpun, terkadang kejadian itu masih tergiang2 di kepalaku.
"Qiyyah, nenek pergi dulu ya, mau ada pengajian di rumah Bu Rt," ujar nenekku sambil berjalan keluar rumah.
"Iya nek, pinjem hp nya dong buat main game, biar ga bosen hehe"
"Nih, udah ya nenek tinggal, hati-hati di rumah sendirian" ucap nenekku sambil menyerahkan handpone nya.
"Iyaa nek " balasku riang, tetapi sebenarnya ada rasa takut yang menyeruak di hatiku, mengingat cerita seram omku sewaktu kecil di rumah ini.
Di siang hari yang terik ini di rumah tidak ada orang, kakakku sedang keluar bermain bersama teman temannya, ibu dan ayahku juga pergi sedari pagi hari, sedangkan nenek baru saja meninggalkan rumah, hanya tersisa aku sendirian.Â
Aku pun memutuskan untuk bermain handphone, sambil menunggu nenek pulang. Aku duduk santai di ayunan belakang rumah sambil memainkan sebuah game restoran di handphone, hingga 20 menit ke depan, aku hanya bermain game itu saja.
"Bosen, udah ah main game nya" ucap ku dalam hati. Akupun segera menutup aplikasi game, bingung harus melakukan apa lagi, tak disangka aku malah asyik berselfie ria.
Aku sudah cukup banyak menggambil potret diriku yang sedang duduk di ayunan, hingga ketika aku baru saja ingin memotret diriku lagi, aku merasa ada sebuah kejanggalan di layar handphone kamera depan ini. Letak ayunan yang sedang kududuki, memang persis berada di depan pintu belakang rumah.
Aku mengerutkan dahi, "loh ini apa, kok tiba tiba ada kain putih dibelakangku?" ujarku dalam hati sambil terus meniliti ada apa sebenarnya di belakangku ini.
Aku tidak langsung menyadari bahwa dibelakangku adalah hantu, awalnya aku melihat ke arah kain, kain itu menggantung, melayang di atas ubin, aku pun mengarahkan pandanganku ke atas kain putih tersebut.Â
Seketika jantungku berdegup kencang, bagaimana tidak? , tepat dibelakang ku, sosok kuntilanak berambut panjang, dengan wajah yang putih, bibir pucat, dan mata dengan lingkaran hitam bengkak tersebut, sedang melotot, menatapku dengan tajam.
Aku bergeming, ya tuhan apa yang harusku lakukan ? Ingin rasanya ku menyentuh layar handphone, memotret kuntilanak itu, sebagai bukti yang akan aku tunjukkan ke keluargaku bahwa aku tidak bohong, aku benar benar melihatnya. Tetapi kenyataannya tidak semudah itu, sekujur tubuhku membeku, shock , masih tidak percaya akan hal ini.
Aku hanya bisa turun dari ayunan, dan berlari melewati gang samping rumahku. Sesaat kemudian aku hanya berdiri di jalan yang tak jauh dari rumah tanpa alas kaki. Tubuhku gemetar ketakutan, sekarang ini aku tidak bisa pulang ke rumah, karena aku takut kuntilanak itu masih berada di dalam rumah, 'berdiri' di dekat kaca pintu belakang.
Tak berselang lama, kakakku dan temannya lewat, ada sedikit rasa aman di hatiku, aku menceritakan kejadian yang kualami barusan.
Kakakku menuju pintu belakang, "Mana kuntilanaknya? Ga ada apa apa tuh"
"Tadi ada kak, serius" seruku menyakinkan kakak.
Kakakku memang orang yang cuek, bukannya menenangkanku, ia malah kembali bermain dengan temannya.
"huh kakak macam apa itu" ujarku kesal.
Setelah lelah berdiri, akhirnya nenekku pulang, aku baru berani pulang ke rumah bersama nenek. Sejak saat itu aku menjadi anak yang semakin penakut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H