Seketika jantungku berdegup kencang, bagaimana tidak? , tepat dibelakang ku, sosok kuntilanak berambut panjang, dengan wajah yang putih, bibir pucat, dan mata dengan lingkaran hitam bengkak tersebut, sedang melotot, menatapku dengan tajam.
Aku bergeming, ya tuhan apa yang harusku lakukan ? Ingin rasanya ku menyentuh layar handphone, memotret kuntilanak itu, sebagai bukti yang akan aku tunjukkan ke keluargaku bahwa aku tidak bohong, aku benar benar melihatnya. Tetapi kenyataannya tidak semudah itu, sekujur tubuhku membeku, shock , masih tidak percaya akan hal ini.
Aku hanya bisa turun dari ayunan, dan berlari melewati gang samping rumahku. Sesaat kemudian aku hanya berdiri di jalan yang tak jauh dari rumah tanpa alas kaki. Tubuhku gemetar ketakutan, sekarang ini aku tidak bisa pulang ke rumah, karena aku takut kuntilanak itu masih berada di dalam rumah, 'berdiri' di dekat kaca pintu belakang.
Tak berselang lama, kakakku dan temannya lewat, ada sedikit rasa aman di hatiku, aku menceritakan kejadian yang kualami barusan.
Kakakku menuju pintu belakang, "Mana kuntilanaknya? Ga ada apa apa tuh"
"Tadi ada kak, serius" seruku menyakinkan kakak.
Kakakku memang orang yang cuek, bukannya menenangkanku, ia malah kembali bermain dengan temannya.
"huh kakak macam apa itu" ujarku kesal.
Setelah lelah berdiri, akhirnya nenekku pulang, aku baru berani pulang ke rumah bersama nenek. Sejak saat itu aku menjadi anak yang semakin penakut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H