Sebelumnya saya mohon maaf apabila pernyataan saya kurang berkenan untuk diterima atau didengar, karena saya juga baru pertama kali menjadi seorang panitia di sini dan ternyata saya menemukan kasus salah satu sapi kurban mengalami sakit dibagian paru-paru. Alangkah baiknya kita sebagai panitia lebih kritis dalam membeli hewan kurban dan bagaimana kita bisa memiliki keilmuan mengenai kesehatan hewan kurban agar ke depannya bisa meminimalisir membeli hewan kurban yang sakit".Â
Namun respons yang Siska terima justru bernada defensif dan meremehkan, di mana salah seorang anggota menjawab dengan sinis, "Karena kamu baru sekali jadi panitia, mending tahun depan jadi koordinator saja sekalian." Sikap ini jelas menunjukkan betapa pentingnya kecerdasan emosi dalam menghadapi kritik. Jika setiap kritik ditanggapi dengan defensif, lingkungan sosial akan sulit berkembang dan masalah yang dihadapi pun tidak akan terselesaikan.
Studi Kasus: Tadabur Alam dan Penggunaan Dana Infaq
Pengalaman lain yang juga memberikan pelajaran tentang pentingnya kecerdasan sosial adalah ketika mengikuti acara tadabur alam yang diadakan oleh pengurus pengajian ibu-ibu di lingkungan Dea. Saat itu, ada pertanyaan dari salah satu jamaah tentang sumber dana untuk kegiatan tersebut, dan panitia menjelaskan bahwa salah satu sumber dana berasal dari infaq jamaah pengajian.
 Sayangnya, dalam penjelasannya, panitia juga mengungkit pernyataan almarhum ibunya Dea yang dulu pernah mengatakan bahwa infaq pengajian digunakan untuk ziarah bersama seluruh jamaah. Artinya, almarhumah berpandangan bahwa uang infaq yang terkumpul tersebut dari jama'ah kembali untuk jama'ah.
Namun, konteks acara tadabur alam kali ini berbeda dari yang dimaksud oleh almarhumah  ibunya Siska, karena dana infaq pada tadabur alam ini digunakan hanya untuk anak asuh, nenek asuh, dan pengurus, bukan seluruh jamaah. Pengungkitan pernyataan ibu Siska sangat di luar konteks ini, membuat Siska merasa tersinggung, apalagi situasinya sudah berubah dan tidak relevan dengan yang terjadi sebelumnya.
Akan tetapi, sikap Siska hanya tersenyum dan mencoba bersikap lebih cerdas secara emosional maupun secara tindakan agar diskusi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun demikian, pada kenyataannya hidup bertetangga tidaklah sebatas itu saja namun dibalik pernyataan dari panitia tadabur alam tersebut pasti semua panitia tadabur alam sudah saling membicarakan serta mengungkit pernyataan almarhumah.
Oleh karena itu, kasus ini menunjukkan bahwa tingkat moral bertetangga masih perlu ditingkatkan dan tidak hanya belajar pentingnya menerima kritik dengan baik, tetapi juga penting untuk menghindari membawa-bawa pernyataan atau pengalaman masa lalu yang tidak relevan ke dalam situasi saat ini, terutama ketika orang yang bersangkutan sudah meninggal. Sikap defensif atau mengungkit hal yang tidak perlu hanya akan memperburuk situasi dan merusak hubungan baik yang seharusnya dijaga.
Kecerdasan dalam Bersikap, Berbahasa, dan Bertindak
Baik dalam kasus kritik terhadap panitia Idul Adha maupun kasus tadabur alam, kecerdasan sosial sangat penting dalam menjaga keharmonisan hidup bertetangga. Orang yang memiliki pendidikan tinggi seharusnya mampu menunjukkan kecerdasan dalam bersikap, berbahasa, dan bertindak. Menanggapi kritik dengan defensif hanya menunjukkan kekurangan dalam kecerdasan emosi, sementara menanggapi dengan baik dan mempertimbangkan konteks yang tepat adalah bentuk kecerdasan yang sebenarnya.
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa hidup bertetangga akan selalu penuh dengan dinamika dan tantangan, terutama dalam hal komunikasi. Kritik konstruktif sangat penting untuk memperbaiki berbagai masalah, namun sering kali akan dihadapkan pada respons yang defensif. Menghadapi respons seperti ini membutuhkan kesabaran, kemampuan untuk mendengarkan, serta kecerdasan dalam memilih kata-kata dan tindakan.Â