Mohon tunggu...
Hanifah Salma Muhammad
Hanifah Salma Muhammad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis merupakan seorang pascasarjana yang mengambil fokus pada bidang hukum keluarga yang memiliki hobi meneliti, menulis dan berolahraga. Dalam web ini, tulisan-tulisan yang akan di posting lebih fokus dalam membahas terkait hukum, keluarga, perekonomian dan anak yang diharapkan bermanfaat untuk masyarakat luas. Karya penulis dalam jurnal juga dapat di lihat dalam GoogleSchoolar. Mari tumbuh, berkembang, dan maju bersama untuk bangsa dan negara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Hidup Bertetangga, Pentingnya Kritik Konstruktif dan Menghadapi Respons Defensif

7 Oktober 2024   21:50 Diperbarui: 7 Oktober 2024   23:22 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hidup bertetangga merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial yang sering kali melibatkan interaksi yang intens. Setiap individu di masyarakat memiliki perbedaan karakter, latar belakang, dan pandangan yang bisa mempengaruhi hubungan antar tetangga. 

Oleh karena itu, membangun hubungan yang baik memerlukan keterampilan dalam memberikan kritik secara konstruktif serta kemampuan menghadapi respons yang defensif dengan bijak. Artikel ini akan membahas pentingnya kritik konstruktif dalam kehidupan bertetangga dan bagaimana menghadapi respons defensif dengan mengedepankan studi kasus nyata sebagai contoh penguat.

Pentingnya Kritik Konstruktif

Kritik konstruktif berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki suatu keadaan atau perilaku tanpa mengurangi rasa hormat terhadap orang yang dikritik. Dalam kehidupan bertetangga, kritik konstruktif sangat diperlukan untuk menjaga keharmonisan lingkungan. Beberapa contoh kritik yang umum ditemui di lingkungan perumahan antara lain:

  1. Kebersihan Lingkungan -- Menegur tetangga yang kurang menjaga kebersihan dengan bahasa yang baik untuk mendorong tanggung jawab bersama.
  2. Kegiatan Sosial Bersama -- Mengajak tetangga untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti, pengajian, atau acara keagamaan lainnya.

Namun, kritik yang disampaikan dengan baik sekalipun kadang masih bisa menimbulkan respons defensif, apalagi jika orang yang menerima kritik merasa tersinggung atau terancam.

Menghadapi Respons Defensif

Ketika seseorang merespons secara defensif terhadap kritik, hal ini bisa menyebabkan ketegangan dalam hubungan sosial. Respons defensif biasanya muncul dari rasa tidak aman atau perasaan diserang secara pribadi. Untuk menghadapi respons defensif, berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Tetap Tenang: Jangan terbawa emosi, dengarkan respons mereka dengan penuh kesabaran.
  2. Klarifikasi Maksud: Jelaskan bahwa kritik yang disampaikan bertujuan untuk perbaikan, bukan untuk merendahkan.
  3. Fokus pada Solusi: Alih-alih memperdebatkan respons defensif, fokuslah pada upaya bersama untuk memperbaiki masalah.

Studi Kasus: Siska, Panitia Idul Adha dan Kritik Terhadap Hewan Kurban

Pengalaman pribadi Siska yang diminta sebagai panitia Idul Adha di lingkungan sekitar rumahnya dapat menjadi contoh nyata pentingnya kritik konstruktif dan bagaimana menghadapi respons defensif. Dimana Siska merupakan anak seorang dosen dan Siska pun juga seorang magister hukum yang berprofesi sebagai konsultan hukum di suatu perusahaan ternama di ibukota.

Pada saat itu, di lingkungan Siska menghadapi kasus sapi qurban yang ternyata sakit. Sebagai anggota panitia yang baru, Siska memberikan kritik kepada rekan-rekan panitia tentang pentingnya memastikan hewan kurban dalam kondisi sehat sebelum pembelian, serta menyarankan agar tim panitia memiliki pengetahuan dasar tentang kesehatan hewan.

Kritik ini Siska sampaikan dengan sangat hati-hati dan bahasa yang santun, "Baik terima kasih kepada ketua panitia yang telah memberikan saya kesempatan untuk menyampaikan pandangan dan saran saya. 

Sebelumnya saya mohon maaf apabila pernyataan saya kurang berkenan untuk diterima atau didengar, karena saya juga baru pertama kali menjadi seorang panitia di sini dan ternyata saya menemukan kasus salah satu sapi kurban mengalami sakit dibagian paru-paru. Alangkah baiknya kita sebagai panitia lebih kritis dalam membeli hewan kurban dan bagaimana kita bisa memiliki keilmuan mengenai kesehatan hewan kurban agar ke depannya bisa meminimalisir membeli hewan kurban yang sakit". 

Namun respons yang Siska terima justru bernada defensif dan meremehkan, di mana salah seorang anggota menjawab dengan sinis, "Karena kamu baru sekali jadi panitia, mending tahun depan jadi koordinator saja sekalian." Sikap ini jelas menunjukkan betapa pentingnya kecerdasan emosi dalam menghadapi kritik. Jika setiap kritik ditanggapi dengan defensif, lingkungan sosial akan sulit berkembang dan masalah yang dihadapi pun tidak akan terselesaikan.

Studi Kasus: Tadabur Alam dan Penggunaan Dana Infaq

Pengalaman lain yang juga memberikan pelajaran tentang pentingnya kecerdasan sosial adalah ketika mengikuti acara tadabur alam yang diadakan oleh pengurus pengajian ibu-ibu di lingkungan Dea. Saat itu, ada pertanyaan dari salah satu jamaah tentang sumber dana untuk kegiatan tersebut, dan panitia menjelaskan bahwa salah satu sumber dana berasal dari infaq jamaah pengajian.

 Sayangnya, dalam penjelasannya, panitia juga mengungkit pernyataan almarhum ibunya Dea yang dulu pernah mengatakan bahwa infaq pengajian digunakan untuk ziarah bersama seluruh jamaah. Artinya, almarhumah berpandangan bahwa uang infaq yang terkumpul tersebut dari jama'ah kembali untuk jama'ah.

Namun, konteks acara tadabur alam kali ini berbeda dari yang dimaksud oleh almarhumah  ibunya Siska, karena dana infaq pada tadabur alam ini digunakan hanya untuk anak asuh, nenek asuh, dan pengurus, bukan seluruh jamaah. Pengungkitan pernyataan ibu Siska sangat di luar konteks ini, membuat Siska merasa tersinggung, apalagi situasinya sudah berubah dan tidak relevan dengan yang terjadi sebelumnya.

Akan tetapi, sikap Siska hanya tersenyum dan mencoba bersikap lebih cerdas secara emosional maupun secara tindakan agar diskusi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun demikian, pada kenyataannya hidup bertetangga tidaklah sebatas itu saja namun dibalik pernyataan dari panitia tadabur alam tersebut pasti semua panitia tadabur alam sudah saling membicarakan serta mengungkit pernyataan almarhumah.

Oleh karena itu, kasus ini menunjukkan bahwa tingkat moral bertetangga masih perlu ditingkatkan dan tidak hanya belajar pentingnya menerima kritik dengan baik, tetapi juga penting untuk menghindari membawa-bawa pernyataan atau pengalaman masa lalu yang tidak relevan ke dalam situasi saat ini, terutama ketika orang yang bersangkutan sudah meninggal. Sikap defensif atau mengungkit hal yang tidak perlu hanya akan memperburuk situasi dan merusak hubungan baik yang seharusnya dijaga.

Kecerdasan dalam Bersikap, Berbahasa, dan Bertindak

Baik dalam kasus kritik terhadap panitia Idul Adha maupun kasus tadabur alam, kecerdasan sosial sangat penting dalam menjaga keharmonisan hidup bertetangga. Orang yang memiliki pendidikan tinggi seharusnya mampu menunjukkan kecerdasan dalam bersikap, berbahasa, dan bertindak. Menanggapi kritik dengan defensif hanya menunjukkan kekurangan dalam kecerdasan emosi, sementara menanggapi dengan baik dan mempertimbangkan konteks yang tepat adalah bentuk kecerdasan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa hidup bertetangga akan selalu penuh dengan dinamika dan tantangan, terutama dalam hal komunikasi. Kritik konstruktif sangat penting untuk memperbaiki berbagai masalah, namun sering kali akan dihadapkan pada respons yang defensif. Menghadapi respons seperti ini membutuhkan kesabaran, kemampuan untuk mendengarkan, serta kecerdasan dalam memilih kata-kata dan tindakan. 

Pengalaman Siska dalam berbagai situasi menunjukkan bahwa kemampuan untuk merespons dengan bijak merupakan kunci dalam membangun hubungan yang harmonis dan produktif dalam masyarakat.

Sebagai tetangga, marilah kita berusaha untuk lebih terbuka terhadap kritik, menerima saran dengan lapang dada, dan mengedepankan sikap yang cerdas dalam berkomunikasi, sehingga kita bisa bersama-sama membangun lingkungan yang lebih baik dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun