Krisis tumpah ke penjuru raganya
Diri yang pernah ia lawan kuasanya
Kini bak angan kosong di matanya
Sebab tak tahu kapan ia menggembalakan
Senyuman
Sepasang kekasih tua pernah merasa
Zaman semua orang mati, sengsara
Sukar nestapa memang tak pemuda rasa
Mudah senanglah yang ia anggap ada dan tak binasa
Tetap ia diganduli beban kekasih tua batil
Yang tak kenal ampun untuk si kecil
Ranjang tua tempat ia berlabuh pun takut
Pun satu kata tak keluar untuk dia
Ia tak dapat jawab tentang bingungnya
Ia tak lantas berbuat sebab kalut
Hilang,
Diri yang ia kenal hilang melebur
Terbentur segala yang angkasa beri
Tak tahu, tak sempat, tetapi tak jua lari
Kini ia bersama hati rancu sebab mati rasa
Tak melihat kapan terakhir ada tawa
Gelap purnama yang ia lihat kembali bangkit menerpa raga
Berisik batin berisik angan berisik kepala
Mata bak menyapa lemah tiap objek di depannya
Gundah tak lagi tahan didekapnya
Ia pecah tak ditemani gema
Sebab ranjang tua telah mengerti artinya
Ranjang tua sebagai saksi pikiran mati
Sebab harap semesta tak jua reda
Kini ia bersama sepasang mata menyala
Yang mengharap ia kandas bak api tersisa abu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H