Mohon tunggu...
Hanifah Hasnur
Hanifah Hasnur Mohon Tunggu... Dosen - As a lecturer and researcher I literally love reading, writing, analyzing and lecturing.

Asisten Peneliti di Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anjing "Canon" dan Wisata Halal di Aceh

18 November 2021   12:24 Diperbarui: 18 November 2021   12:45 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang digadang-gadangkan akan menjadi salah satu negara yang paling dilirik wisatawan dunia untuk dikunjungi di masa yang akan datang. Hal ini bukan tanpa alasan, potensi yang dimiliki Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa pengembangan wisata Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi destinasi favorit di dunia.

Pemerintah Aceh pun dalam perjalanan menyadari betul potensi wisata yang ada di Aceh. Pemerintah Aceh dengan segala strategi kemudian mencoba mengembangkan  potensi wisata yang dimilikinya. Upaya ini pelan-pelan telah menunjukkan hasil yang signifikan dengan terpilihnya Aceh sebagai "World Halal Tourism Awards" atau "Penghargaan Wisata Halal Dunia," pada tahun 2016.

Meskipun Provinsi Aceh telah mem-brand kan diri sebagai destini "halal tourism" dari beberapa tahun lalu, ini tidak serta merta membuat wisata-wisata lain di Aceh tersisih. Pemerintah memastikan baik wisata halal maupun wisata lain akan berkembang secara beriringan. 

Pemerintah Aceh melihat pengembangan kekhasannya di bidang halal tourism akan sangat efektif guna menjadi segmentasi untuk parawisata Aceh dalam melengkapi 978 spot wisata lain di Aceh termasuk wisata bahari, alam, budaya, religius, kuliner dan cagar budaya yang mengusung tagline "The Light of Aceh" atau "Cahaya Aceh."

Salah satu spot wisata halal dengan tagline  "The Light of Aceh" yang sedang gencar-gencarnya dipromosikan oleh Pemerintah Aceh adalah Pulau Banyak, Aceh Singkil. 

Namun, sangat disayangkan, pemberitaan penangkapan Canon, anjing yang tinggal di resort Pulau Banyak yang dilakukan oleh Satpol PP setempat beberapa waktu lalu secara tidak langsung telah meruntuhkan segala jerih payah pemerintah selama ini dalam memajukan wisata yang ada di sana.

Secara masif dalam 1x24 jam, beredar video dan postingan yang menggambarkan cerita Canon, sang anjing yang sedang ditinggal pemiliknya yang ditangkap oleh satpol PP setempat. Penangkapan ini pun secara tidak sengaja telah berujung kepada kematian Canon. Hal ini disebut-sebut ini sebagai tindakan keji terhadap hewan yang patut untuk di-blow up di media demi mendapat keadilan untuk Canon.

Penangkapan Canon, berhubungan dengan wisata halal?

Tepat satu hari setelah nya, klarifikasi demi klarifikasi akhirnya pelan-pelan telah menjernihkan pandangan kita tentang duduk perkara permasalahan ini yang sebenarnya. 

Ternyata, Camat Pulau Banyak pernah mengeluarkan surat nomor 556,4/110 tentang aturan larangan memelihara anjing di Pulau Banyak, dimana aturan yang ditujukan kepada pengelola resort dan restauran tersebut telah ditanda tangani oleh Camat Pulau Banyak bahkan sejak tanggal 5 November tahun 2019.

Aturan ini merupakan turunan dari aturan yang dikeluarkan oleh (Plt.) Gubernur Aceh tanggal 12 Februari tahun 2019 tentang pelaksanaan wisata halal di Aceh. 

Dalam aturan yang ditanda tangani Camat ini dengan jelas menyebutkan bahwa pengelola wisata di Pulau Banyak dilarang memelihara anjing dan babi di lokasi tempat wisata dan disebukan juga beberapa larangan lainnnya di dalam aturan tersebut termasuk larangan untuk hal-hal yang bertentangan dengan kearifan lokal.

Merujuk kepada peraturan ini, maka bisa disimpulkan bahwa kedatangan Bapak-bapak Satpol PP setempat ke home stay atau resort tempat Canon tinggal bukanlah serta merta untuk menganiaya Canon seperti yang telah tersebar luas beritanya itu. 

Satpol PP ini menjalankan peraturan yang bisa disebut peraturan yang bukan baru diteken minggu lalu atau bulan lau tapi sudah dari 2 (tahun) yang lalu, yang semestinya sang pemilik home stay sudah sadar akan aturan tersebut. 

Dari pengakuan pemerintah setempat, pemerintah pernah mengirimkan beberapa kali surat teguran sebelumnya agar memindahkan Canon dari resort-nya.

Dari kejadian ini, kita belajar tentang pentingnya untuk bisa melihat permasalahan secara lebih utuh, tidak sepotong-potong, apalagi kalau ini menyangkut perihal kemuslihatan umat atau image yang sedang atau telah dibangun bertahun-tahun lamanya.

Saatnya, merenung sejenak, penting untuk merespon sosial media dengan lebih bijak. Bayangkan, apabila dengan blow up nya penangkapan Canon ke media ini malah akan menjadi boomerang untuk masyarakat Aceh yang hidup dari pariwisata tersebut. 

Kita hidup berbangsa, jangan sampai niat kita untuk berlaku adil kepada sesama makhluk hidup malah membuat upaya pemerintah guna menghidupi masyarakat lokal dengan wisata mengalami kemunduran.

Pemerintah Aceh sudah sepatutnya memahami hal ini, bahwa pemberitaan di media sosial sangat rentan dengan segala yang berbau viral tetapi tidak peduli dampak yang terjadi setelahnya. Perlu adanya kontrol media bahkan oleh pemerintah sendiri untuk memback-up dan demi kepentingan masyarakatnya.

Faktor Kemudharatan
Canon tinggal di Pulau Panjang yang merupakan bagian dari gugusan Pulau Banyak di mana untuk menjangkau ibukota kabupaten membutuhkan waktu kurang lebih 3,5 jam. 

Kejadian yang diantisipasi oleh pemerintah desa adalah apabila terjadi hal-hal fatal yang disebabkan oleh Canon dan tidak langsung bisa ditangani karena fasilitas kesehatan yang minim di sana, Pulau Panjang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai.

Akes ke  fasilitas kesehatan tingkat lanjut di kabupaten bisa ditempuh hanya dengan menyeberang menggunakan boat mesin, dan dalam kondisi cuaca yang buruk, bisa saja siapapun tidak bisa menyebrang se-urgent apapun kondisinya. Hal inilah yang menajadi pertimbangan pemerintah setempat menegaskan untuk memindahkan Canon dari resort di Pulau Banyak.

Dalam salah satu video yang disebarkan oleh warganet, ada sekelompok wisatawan yang dikerjar oleh Canon, sampai-sampai berlari ke arah laut. Dan video lainnya, juga memperlihatkan Canon pernah menggigit penduduk lokal. 

Pada saat itu, masyarakat gampong hanya bisa membawa penduduk yang digigit tersebut ke Puskesmas Pulau Banyak, namun sayangnya, ternyata di Puskesmas Pulau Banyak pun tidak tersedia penanganan yang memadai apabila seseorang tergigit oleh anjing.

Padahal masyarakat yang hidup berdampingan dan memiliki risiko digigit oleh anjing sangat membutuhkan vaksin anti-rabies dan vaksin ini tidak ada di Puskesmas Pulau Banyak. 

Menurut para ahli suntikan rabies penting dilakukan guna menetralisasi virus rabies di dalam tubuh seseorang yang digigit anjing. Vaksin anti rabies terbukti mampu memberikan perlindungan efektif selama 7-10 hari. 

Sumber referensi lain juga menyebutkan meskipun vaksinasi masih bisa dilakukan setelah terinfeksi virus rabies, namun suntikan anti rabies lebih efektif dilakukan sebagai bentuk pencegahan sebelum terinfeksi.

Menurut penulis, mengingat fatalnya penyakit yang diakibatkan oleh gigitan anjing ini, maka wajar bila kemudian pemerintah berupaya melakukan antisipasi maksimal salah satunya dengan memindahkan Canon dari pulau banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun